Walaupun gue ini orangnya fleksibel kalo urusan jalan-jalan, mau diajak kemana aja, enjoy terus dimana pun berada, sebenernya gue tetap punya kok tujuan wisata impian. Lokasinya di Jerman sana, di kota kecil yang cantik bernama Fuessen. Di sana ada istana indah bernama Neuschwainstein.
Neuschwainstein Schloss ini dibangun oleh raja Ludwig II sekitar tahun 1800an, dan saking indahnya, istana ini dijadikan inspirasi oleh Disney ketika menggambarkan istananya si putri (doyan) tidur Sleeping Beauty. Pada kenal kan sama logonya Disney yang berbentuk istana itu? Nah, konon bentuknya meniru istana Neuschwainstein.
Yah, mau apa sejarahnya si Neuschwainstein sebenernya gue gak peduli-peduli banget. Waktu pertama kali kesana gue cuma ngikut aja karena diajak sama cowo yang lagi pdkt tingkat tinggi sama gue.
Ceritanya, waktu itu gue baru beberapa hari sampai di Jerman, meninggalkan Jakarta dan pacar baru yang jadiannya juga masih seumur jagung. Kebayang ya kangennya pasti ampun-ampunan? Tapi sampai di Jerman udah ada cowo lain yang menunggu gue dan berharap diangkat jadi pacar. Salah gue juga sih, pas doi pdkt gue udah kasih lampu ijo terang benderang, eh…tau-tau gue ketemu cowo lain yang rasanya lebih cucok di hati. Langsung ilfil deh sama cowo pertama.
Tapi si cowo pertama memang lelaki gigih, tetap setia nemenin gue melewati masa-masa adaptasi di Muenchen. Sering ngajak jalan-jalan pula, salah salah satunya, ya, ke Neuschweinsten ini. Kata doi bagusnya luar biasa. Kudu banget didatengin.
Dan ternyata….memang bener, deh….keindahan Neuschweinstein sampe bikin nafas gue terhenti dua detik. Magical.
Mulai dari perjalanan naik kereta dari Muenchen menuju Fuessen yang isinya pemandangan indah-indah melulu. Trus, masih pula lanjut jalan kaki mendaki bukit tinggi tempat istananya berdiri. Gue inget banget waktu itu musim gugur. Musim gugur pertama gue. Sepanjang perjalanan yang terlihat warna merah, kuning dan coklat daun-daun yang mulai berjatuhan dari pohonnya. Cantik luar biasa.
Apalagi waktu gue manapaki Marienbruecke, jembatan di atas ngarai yang khusus dibangun untuk menikmati keindahan Neuschweinstein, luar biasa banget indahnya sampe gue hampir nangis. Coba liat sendiri aja yah gambar-gambarnya di internet, gak bisa dijelaskan dengan kata-kata soalnya. (Dan foto-foto gue di jaman itu udah pada hilang entah kemana)
Ngeliat pemandangan yang indah-indah begitu hati gue jadi mellow. Tempat indah seperti ini kan harusnya didatengi bareng si dia, tapi sekarang yang ada malah si anu di samping gue. The right place, but not with the right person. Bikin hati jadi melankolis.
Sejak itu gue dan pacar berencana untuk rajin menabung biar si pacar bisa menjenguk gue di Muenchen. Nanti akan gue bawa dia melihat Neuschwainstein. Eeee,…tapinya,…belon juga bisa menuhin celengan hubungan kami udah putus duluan.
Tiga tahun berikutnya gue berkunjung lagi ke Neuschweinstein. Kali ini bersama Icha, temen gue yang waktu itu baru resign dari kerjaannya dan menghabiskan seluruh tabungannya buat jalan-jalan ke Eropa. Salah satunya ke Muenchen, ke tempat gue.
“Rikaaaaaaa….gue mau liat Neuschwainstein. Impian gue dari kecil”
Konon, jaman Icha masih ingusan, dia pernah dapet kado puzzle 1000 pieces dari ayahnya. Gambar yang tersusun adalah istana Neuschwainstein. Katanya sih Icha terkagum-kagum banget liat gambar istana yang seperti dongeng itu. Sejak sekecil itu dia berniat suatu hari harus datang ke Jerman mengunjungi Neuschwainstein.
Denger cerita dramatis begitu pastinya gue gak tega membiarkan Icha pergi sendiri menjemput mimpi. Walaupun lagi bokek berat gue paksakan juga nemenin Icha ke Neuschwainstein. And it was one of the best days of my life.
Saat itu musim panas tapi seharian cuacanya mendung dan gerimis. Dan gue salah kostum pake baju tipis. Dan kami sempat ketingalan bis. Yang berarti ketinggalan kereta. Dan sepanjang jalan kami kelaparan terus. Tapi yah, biarpun didera sial seperti itu, tetep aja gue dan Icha happy terus seharian. Kombinasi antara saling curhat-ketawa-curhat-ketawa lagi, bener-bener girlfriends moment banget.
Dan begitu sampai di Neuschweistein Icha menarik nafas, merentangkan tangan memeluk dinding istana, sambil berbisik “Aku sampai”. Sungguh gue terharu ngeliatnya. Pemandangan yang indah banget bisa melihat orang mewujudkan mimpinya.
Tapi seperti tiga tahun sebelumnya, gue kembali berpikir, andaikan gue di sana bersama pacar.
Saat itu pacar gue ada di kota lain dan kebetulan orangnya gak gitu suka jalan-jalan. Jadinya gue antara sedih-sedih sebel karena tau banget si pacar pasti gak mau diajak ke Neuschwainstein waktu itu.
Ternyata bener aja, waktu ketemu si pacar gue malah dimarah-marahin. Katanya gue ini memang ceroboh, slordegh, boros. Udah tau lagi bokek berat kenapa berfoya-foya pergi ke Neuschweinstein? Kaya belom pernah ke sana aja. Emang gak mikir dulu ya sebelum pergi?
Duuuuh, gue sampe nangis-nangis disinisin si pacar seperti itu. Gue sedih dan marah karena dia merusak hari super indah yang gue alami bersama Icha di Neuschwainstein. Padahal selama di Neuschwainsteingue terkenang-kenang terus sama si pacar. Pengen banget menggandeng tangannya di Marienbruecke sambil melihat pemandangan indah seperti ini
Tapi mungkin emang pertanda gak jodoh ya. Enam bulanan kemudian status si pacar berubah jadi mantan. Dimasa-masa sakit hati putus cinta gue selalu berlinangan air mata kalo mengingat Neuschwainstein. Teringat desahan nafas gue di Marienbruecke dengan pikiran di kepala “Seandainya melihat ini sama dia”, lantas lanjut ke ingatan dimarah-marahin soal boros dan tak bertanggung jawab oleh oknum yang sama. Hati makin berdarah-darah dibuatnya.
Sejak saat itu Neuschwanstein jadi tempat yang magical tapi melankolis buat gue. Tempat dimana gue selalu merindukan seseorang.
Makanya gue ingin paling gak sekali….sekaliiii aja bisa kesana lagi. Kali ini bersama Mikko. Biar gue bisa merasa at the right place with the right person.
Biar gue bisa melihat Neuschwanstein dari Marienbruecke tanpa hati cekat-cekut mengingat seseorang yang jauh disana. Biar gue bisa liat pemandangan indah sambil gandengan tangan, peluk-pelukkan, dan foto-foto berduaan. Biar gue bisa menghapus memori yang sedih-sedih diganti dengan yang menyenangkan.
O iya, sekalian juga biar bisa naik ke atas bukitnya pake kereta kuda, karena dulu-dulu itu masih jadi mahasiswa bokek yang gak sanggup bayar tiketnya, jadinya jalan kaki aja biar irit
Suatu hari ya, suami. Tolong bawa aku ke Neuschwanstein.
