Quantcast
Channel: punyanya rika
Viewing all 217 articles
Browse latest View live

kawin campur: the downside: masalah hak asuh anak

$
0
0

Di sekolah ada satu mata pelajaran tentang hukum-hukum yang berlaku di Finlandia, salah satunya tentang hak asuh anak seandainya orang tua bercerai. Hukum Finlandia menetapkan ibu, secara otomatis, mendapatkan hak asuh anak bila usia si anak di bawah 12 tahun. Lewat dari usia tersebut anak dikasih kebebasan memilih untuk ikut ibunya atau bapaknya.  Atau kira-kira begitulah bunyi hukumnya berdasarkan terjemahan bebas gue yang bahasa Suominya jongkok ini.

Gue kira aman dong ya….di sini hak ibu untuk mengasuh anaknya dilindungi banget oleh negara. Seandainya perceraian terjadi si ibu gak harus takut kehilangan si anak.

Ternyata waktu itu gue gak mengerti hukum pengasuhan ini secara jelas. Baca-baca dan denger-denger cerita orang ternyata yang dimaksud “ibu mendapat hak asuh” itu lebih cocok diartikan sebagai: ibu mendapat hak sebagai primary caretaker of the child. Primary ya, bukan sole caretaker. Pada umumnya kasus perceraian pengadilan akan memutuskan titah joint custody dengan maksud untuk melindungi hak ayah supaya juga bisa ikut mengasuh anaknya. Sole custody, entah untuk si ibu atau si ayah, cuma diberikan untuk kasus-kasus yang sangat khusus.

Nah, yang jadi masalah nih kalo yang mau cerai itu pasangan kawin campur seperti gue dan Mikko ini. Sedikit statistik dulu, pada umumnya pernikahan beda bangsa di Finlandia ini terjadi antara lelaki Finlandia dan perempuan asing. Jadi kalo ngomongin kawin campur di sini emang umumnya yang kebayang ya wanita-wanita asing, seringnya, dari negara (yang dianggap) eksotis seperti Thailand (jumlah terbesar), Filipina, Mexico, Indonesia (kibas rambut), dan lain-lain.

Tambahan lainnya, pada umumnya orang asing mengalami kesulitan integrasi karena hambatan bahasa. Yaaaah, gue udah bilang ratusan kali ya bahasa sini susahnya amit-amit?. Kalo gak bisa ngomong Suomi tentunya berefek susah cari kerja yang berarti gak punya penghasilan sendiri.

Jadi kebayang gak kalo ada kasus perceraian di pasangan kawin campur wanita-wanita asing ini harus menghadapi masalah seperti: keluar dari rumah yang biasanya jadi hak milik suami (as the main breadwinner yang bayar cicilan KPR atau kotrakannya), kehilangan sumber nafkah dan harus jadi single parent?

Untungnya di sini masalah pengangguran dan family welfare diurus juga oleh negara. Mereka-mereka yang bercerai dengan kondisi di atas bakal dapat berbagai macam  bantuan dari badan sosial sini, seperti: dicarikan tempat tinggal baru yang kontrakannya dibayar oleh negara. Dikasih uang saku buat hidup sehari-hari termasuk juga dikasih program pelatihan untuk modal cari kerja, mulai dari kursus bahasa sini bagi mereka yang kemampuannya belum memadai sampai kursus-kursus lainnya yang menyiapkan mereka jadi tenaga profesional.

Tapi tetep yah, masalah hidup gak selalu seputar finansial dan kerjaan. Banyak dari mereka yang bercerai ingin pulang ke negara asal supaya bisa kumpul lagi sama keluarganya, supaya ada yang bantu-bantu urus anak, atau supaya bisa cari kerjaan yang lebih bagus daripada di sini. Nah, di sini masalahnya dimulai….

Biarpun pada umumnya bapak-bapak gak dikasih hak asuh utama, tapi mereka tetap berhak untuk bertemu anaknya. Kalo si ibu pindah ke negara lain sambil membawa anaknya berarti si ayah akan kehilangan haknya tersebut. Karena itu si ibu cuma bisa membawa anaknya keluar dari Finalndia dengan persetujuan si ayah. Di sinilah perseteruan terjadi karena banyak bapak-bapak yang gak ngijinin mantan istrinya pulang lagi ke negara asal sambil membawa anaknya.

Buat si istri kondisi begini tentunya kaya buah simalakama. Mau tetep tinggal di sini tapi hidup kok rasanya berat bener? Mau balik ke negara asal tapi gak boleh bawa anak. Pusing gak lo?

Baca-baca di forum banyak yang depresi karena masalah ini. Ada yang ngerasa Finlandia bagaikan penjara buat doi karena sebenernya dia pengen banget pulang kampung tapi gak bisa karena gak mau pisah dari anaknya. Ada yang membesarkan anaknya di sini sambil kerja di restoran, padahal di negaranya pernah kerja jadi akuntan. Ada yang udah berjuang lima tahun bolak-balik ke pengadilan supaya bisa cabut dari sini tapi sampai sekarang belum juga dapet restu. Sedih-sedih amat lah ceritanya bikin gue merembes mili.

Yang kaya gini nih yang kagak gue pikirin waktu nerima lamaran Mikko.

Bukannya gue kepikiran cerai sama Mikko, sih,…tapi jadi takjub sekaligus deg-degan menyadari kawin campur ternyata punya resiko mengerikan macam ini.

Sebenernya hari ini gue lagi pusing teringat cerita teman-teman di kelas gue. Ada satu yang udah bercerai, satu lagi yang dalam proses, satu lainnya lagi juga kepengen tapi masih ragu-ragu.

Yang gue sebut pertama seorang laki-laki, jadi dari awal proses perceraian dia udah tau kalo hak asuh anak pasti jatuh ke tangan istri. Sekarang ini dia pasrah aja belajar bahasa Suomi bersama remaja-remaja berisik di kelas kami dan bulan depan akan mulai kursus supir taxi yang dianjurkan oleh badan sosial dan labour office sini sebagai jalan karir yang tampaknya paling realistis untuk dia. Padahal di negaranya dia pegang titel marketing manager loh. Tapi perusahaan mana pula di sini yang mau ambil manager yagn cuma bisa bahasa Arab dan bahasa Suomi patah-patah?

Dua lainnya teman gue perempuan dan tampaknya mereka belum tau jelas tentang hukum pengasuhan anak di sini. Saat ini mereka terlihat santai karena yakin hak asuh anak pasti akan mereka dapatkan. Untungnya sih mereka memang gak niat balik ke negara asal. Kalo gak salah mereka datang dari desa kecil di negara asalnya dan merasa hidup di sini lebih enak.

Gue cuma kepikiran aja gimana kalo mereka berubah pikiran jadi pengen pulang kampung dan terus terjadi lah drama-drama rebutan anak di pengadilan? Gak tega bayanginnya.

Salah satu poster di forum yang gue baca menyarankan untuk bikin prenuptial buat siapapun yang mau menjalani  kawin campur, apalagi kalo kemudian bakal hidup di negri asing. Prenuptial gak selalu menyangkut harta, hal-hal tentang pengasuhan anak juga bisa dicantumkan di dalamnya. “Seandainya dulu gue punya prenuptial gue gak harus kesepian dan kedinginan begini di Finlandia. Sementara di kampung halaman ada banyak orang yang bisa gue jadikan sandaran” begitu kata si poster.

Gue dan Mikko juga punya prenuptial yang kami buat di Indonesia tapi cuma mengatur soal pemisahan harta supaya nantinya gue bisa beli properti di sana. Prenuptial ini tentunya tidak berlaku di luar Indonesia, dan di sini, di Finlandia, kami gak punya prenuptial karena di sini gue juga punya hak untuk punya properti, yang berarti kami gak bakal kesulitan beli rumah. Soal hak asuh anak dan tetek bengeknya sih dulu itu mana kepikiran.

Well, I have no regret, and hopefully I never will. Tapi gue sarankan masalah prenuptial dan poin-poin tentang hak asuh anak ini dijadikan bahan pemikiran buat siapapun yang berniat menjalani kawin campur, terutama sekali buat yang kemudian akan hijrah ke negri asing setelah pernikahannya.

Btw, ya,…waktu gue bikin prenuptial cukup banyak yang terkaget-kaget. Katanya, baru mau nikah kok udah mikirin cerai? Biarpun gue jelasin gue bikin prenup cuma demi bisa beli properti, tetep banyak yang masih mengerutkan jidatnya. Awas tambah nongnong tu jidat.

Lama-lama gue jadi mikir sendiri. Pada anti banget sih sama kata “prenup”? Lebih lagi sama kata “cerai”? Buat gue perceraian itu harusnya bukan sesuatu yang ditakuti tapi juga bukan untuk dicari-cari. Perceraian bisa jadi juru selamat seandainya pernikahan berjalan tidak mulus, bikin gak hepi, depresi atau malah sengsara. Di lain pihak, dengan mengingat perceraian bisa terjadi harusnya kita juga jadi lebih hati-hati dalam menjalani pernikahan. Jadi lebih mawas diri buat gak bikin salah, meningkatkan toleransi ke pasangan, ingat untuk tetap romantis. Pokonya apapun lah supaya hubungan kita dan pasangan tetap bikin semriwing dingin-dingin empuk. Bukan begitu pemirsa?



this!

$
0
0

Nemu link ke tulisan ini di facebook page seorang teman. Pengalaman yang dialami penulisnya mirip-mirip sama yang gue alami di tulisan ini. Minus ribut-ribut di kantor polisinya. Tapi baca ini bikin gue sadar akan hal-hal yang gue gak ngerti dulu kala itu. Kenapa gue yang posisinya sebagai korban laki-laki brengsek tukang tempel di kendaraan umum ibu kota malah diem aja dan gak berani bela diri? Kenapa temen-temen gue yang liat kejadian itu kok juga ikutan diem aja, malah setelahnya bisa becanda soal itu? Karena ya memang lingkup sosialnya meminta perempuan untuk diem dan nrimo. Diminta untuk menganggap hal-hal kaya ditempelin mas-mas di bis itu wajar aja. Gak usah teriak, gak usah bela diri karena nanti malah bikin orang lain gak nyaman.

A Letter to My Harasser

By: Noorjahan Akbar - Afghanistan Correspondent for Safe World for Women

Hello sir,

I do not know your name, but you passed by me a week after Eid-ul-Fetr in the Bazaar in Kabul. You might remember me. I was the young woman wearing a white scarf and a long red embroidered tunic with dark pants. I was standing by a vegetable stand and bargaining the price of fresh mint when you passed me and nonchalantly pinched my bottom. I turned red. The old man who was selling vegetables noticed but didn’t say anything. He probably sees this every day. This had happened to me more than once, but this time I felt more embarrassed because the old man noticed.

I ran after you and grasped your wrist. Scared and sweating I started yelling. “Why did you do that? How dare you? Do you do this at home to your family members too?” and you started yelling back louder, “you crazy woman! I haven’t done anything. You are not worth doing anything to.”

 I was still ashamed to tell people what you had done. You probably remember how everyone was watching us. Other women advised me to keep calm that this would only ruin my reputation, but I wasn’t going to give up now. I started yelling. Soon the police arrived and took us both to the station.

A tall man in uniform asked me what had happened. I told him. You opened your mouth and the police officer yelled, “You, shut up!” Next thing I knew he was beating you. You were on the floor and he was kicking you with his gigantic shoes. Sweat was dripping off his thick eyebrows. He must have been as angry as I was.

I didn’t see you again, but the friend who was walking with you followed me all the way home. He told me, “what is the big deal?! It is not like he f***ked you.” But I was too tired for a second fight that day.

You and your friend probably both claim to be Muslims. You probably even pray at the mosque every Friday or more often. You probably tell your wives that they should not get out of the house because the world out there is filled with horrible men who will disgrace them. You probably even believe that you had a right to touching my bottom because you think a “good” woman would never be out on the streets without a man. Your sisters are “good.” They stay at home when you pressure them to. If I were a “good woman” I would do the same. These streets belong to men.

I am writing this letter to tell you that I never intended for you to get beaten and humiliated, but I am not sorry for speaking out. I am writing to tell you that I know what you are up to. You want to threaten me, scare me, and keep me shut at home where I will learn to tend to many children and cook food for your kind and be submissive to a man that might someday marry me. You want me to be terrified of the world outside and not find my way and my place in it. You want me to believe that the only safe and “decent” place for me is in the kitchen and the bedroom. But I am writing you to tell you that I am not buying that ever again. Not you, not the Taliban, not this government, not my brother or mother, nor anybody else can convince me that I am less than a man, that I cannot protect myself, that I cannot be what I want to, and that the best life for me is in a “safe” kitchen where a man or a mother-in-law has control over my every move. I am not buying that. Not ever again.

I will come out of the home every day and walk bravely down the streets of my city, not because I need to, but because I can and neither your harassment or sexual assault nor an oppressive government will ever be able to take that ability from me again.

With Defiance,

A Woman You Harassed

Btw, setelah gue nulis blogpost tentang mas-mas brengsek tukang tempel itu ada beberapa temen yang cerita mereka juga pernah ngalamin hal yang mirip-mirip. Dan seperti gue, juga memutuskan untuk diem aja gak berani berontak. Ada yang sama-sama pernah jadi korban tempel di bis kota, ada juga yang kasusnya lebih parah dari sekedar tempel menempel, ada yang yang harrasernya malah orang yang dia kenal lumayan dekat.

Ada sedikit perasaan seneng pas denger cerita mereka, ternyata gue bukan satu-satunya pengecut di dunia ini. Tapi, banyakan sih sedih, ya, karena artinya masih banyak perempuan yang merasa dirinya gak punya hak untuk speak out dan bela diri sampai mau-maunya nerima aja dijadiin korban sexual harrasment begitu.

Mudah-mudahan perempuan jaman sekarang udah lebih empowered.


ayahku wartawan

$
0
0

“Isi mau kemana?” tanya Kai

“Mau kerja”

“Oh…isi mau telepon om, terus om cerita, terus isi nulis…tik tik tik tik tik” kata Kai sambil pura-pura mengetik

“Iyaaaaa…..” balas isinya sambali tertawa “Istri denger gak? Kai can already explain what my job is”


rejeki pulang kampung

$
0
0

Sepertinya memang gue berjodoh sama Novi, atau tepatnya, sama acara Give Away-nya Novi. Tahun lalu waktu Novi pertama kali bikin GA gue menang tas batik warna oranye yang kemudian gue pake buat mengangkut perlengkapan bocah-bocah. Abis tasnya lapang, enak buat masukin barang satu gudang.

Tahun ini Novi bikin GA lagi dengan hadiah yang lebih beragam tapi…yang ikutan buanyaaaak beneeer. Jadinya gue udah keburu jiper dan memutuskan untuk gak ikutan aja. Gak setia kawan emang gue nih. Abis gimana dooong….kan kalo gak menang gue nanti bersedih hati.

Tapi terus tau-tau tas gue satu-satunya brodol. Jadi teringat GAnya Novi yang berhadiah tas. Bolehlah gue ikutan sambil berharap kedekatan gue dan Novi akan memperbesar kans untuk menang *ditabok novi*

Dan ternyata menang looooohhhhh……emang rejeki pulang kampung deh. Kebetulan atau gimana yah, kalo gue lagi pulkam pas Novi lagi bikin GA, pas juga gue menang. Hihihihi…tahun depan lagi ya Nov.

Tasnya sekarang terletak manis di ruang tamu, selalu siap sedia buat gue ajak pergi. Ukurannya sih gak gede-gede amat, tapi cukup banget buat ibu dua anak yang bawaannya segambreng.

Kalo ada yang tertarik karya-karya ciamik dari novi, monggo loh ditengok websitenya http://www.uniqueartcraft.com Selain tas batik ada juga produk-produk lainnya, yang paling ngehits kayanya sih bed covernya. Udah banyak yang tergila-gila soalnya. Gue pun sebenernya pengen banget punya bed cover-nya dari unique craft tapi bingung ya jek bawanya ke negara kulkas.

bed cover yang tampaknya paling ngehits di GA kemarin. Gue pun naksiiiiiir

20130708-073426.jpg


harus minta maaf dong

$
0
0

Tadi malem gue ajak Kai dan Sami main-main di playground kecil Flavour Bliss sementara nunggu antrian di restoran. Tau-tau Kai dateng sambil muka mewek “Sakiiiittt….tadi ada teman dorong-dorong”

Sebenernya sih gak ada yang sakit tapi biasalah….sakit hatinya lebih gede.

“Ya udah, Kai bilang sama temennya ‘Teman, jangan dorong-dorong yaaa’”

“Nggaaakk…nanti dulu…aku mau bilang teman minta maaf dulu, yaaa….dadah aiti”

Gak lama kedengeran suara anak gue yang agak bossy itu berteriak-teriak

“Temaaan….minta maaf dong. Tadi udah dorong-dorong aku. Aku sakit”

“Temaaaaan…ayoooo minta maaf. Gak boleh dorong-dorong. ‘Maaf’ gituuu….ayo bilang…’Maaf’…’Soriiiii’. Bilang dong, temaaan”

Dan si temannya pun terbengong-bengong.


kai membaca

$
0
0

Walaupun belum bisa baca Kai sudah mengenal beberapa huruf.

“M-A…apa ini?

“C”

“M-A-C-L-A-R-E-N….STROLLER!!!!! Bacanya Stroller!”

“Bukaaaan. Ini dibacanya Maclaren”

“Bukan…bukaaan. Ini baca stroller. Bacanya Stroller Kai!”

 

Di lain kesempatan:

“N-I-S-S-A-N…..Mobiiiiiiil!”

 

Atau:

“B-I-N-apa ini?”

“T”

“T-A-R-O…..Rumah Omiiiiiii”

Dan seperti biasa anaknya gak terima kalo dibilang salah.

 

*Omi itu tante gue yang rumahnya memang di Bintaro*


strategi

$
0
0

Kalo udah punya anak gini susah juga mau males-malesan rebahan di kasur sambil internetan. Pasti aja ada dua bocah yang ngerecokin. Karena itu gue seneng banget kalo nyokap gue terlihat sibuk bersiap diri pertanda mau pergi. Jadi gue pun berbisik ke Kai dan Sami

“Eeeh, itu Oma mau pergi tuh. Cepet sana minta ikut, nanti minta diajak main”

Dua anak gue pun langsung panik berteriak

“OMAAAAAAA….MAU IKUUUUUUUUUT”

Muka nyokap jadi manyun tapi mau gak mau digembol juga lah dua cucu kesayangan berbelanja ke Giant. Biasanya di sana Sami mau main dulu di playground gratisannya. Dan kemudian Kai ngotot mau didorong pake trolley  berbentuk mobil sampe nyokap turun bero’ (aselinya dijeeeey….trolley mobil ini susye bener dorongnya. Bencik!)

Sementara gue berleha-leha di kamar sambil internetan. Seperti sekarang ini.

HA.HA.HA

Sekali-sekali lah ya, sebelum kembali ke Kerava dan gantian gue yang nyaho belanja sambil dorong dua anak di double strollernya.


sunday six

$
0
0

Mari kita bangkitkan blog yang mati suri ini dengan cerita-cerita random. Selama di Indonesia gak banyak update blog karena lebih banyak internetan lewat telepon aja, pas balik ke Kerava ternyata toh tetap sama, tetap jarang nyentuh komputer. Biasalah…masih kalang kabut adaptasi kembali ngurus rumah dan ngurus anak sendiri. 

1. Gamelan

Baru juga sampe Kerava udah dikontak pak guru untuk segera latihan gamelan, disuruh gabung untuk acara resepsi diplomatik di wisma duta. Sementara temen-temen yang lain udah lancar nang neng nang neng nong gue terbengong-bengong, ini kok lagunya susah amat ya? Terpaksa harus kejar tayang buat ngapalin lagunya.

Biasanya gue selalu seneng latihan gamelan tapi kali ini rasanya bikin stress banget. Udahlah lagunya susah, guenya pun masih jet lag, sementara minggu depannya udah disuruh manggung. Dua minggu pertama di Finlandia pun terlewatkan untuk latihan gamelan hampir setiap hari! Pastinya berakhir dengan bonus badan retak-retak dan otak hampir melepuh. 

Begitu acara manggungnya kelar….wooooshaaaaaaaaahhh. Bebas merdeka rasanya. 

Padahal acara pentasnya sendiri agak berantakan. Pentas outdoor ternyata beda sama main di indoor. Suara gendang dan aba-aba si pak guru suka gak kedengeran. Jadilah ketokan gamelan kami sering terlambat atau malah kecepatan. 

Tapi seperti kata pak guru….semua sudah berlalu. Anggap aja itu demam panggung. Next time better yaaaa. Amiiiiiin. 

2. Kolam renang.

Waktu gladi bersih gamelan di wisma duta gue harus boyong Kai dan Sami karena Mikko masih kerja. Nah, kediaman bapak dubes ini ada kolam renang indoornya walaupun hari itu kolamnya kosong gak terisi air. 

Di area kolam renang ini grup gamelan kami ngaso-ngaso sambil makan sore. Pas udah selesai makan gue pun harus kembali ke area gamelan sambil memboyong si duo bocah, Sami digendong sementara Kai ngekor di belakang. Entahlah Kai lagi sibuk mainan telepon ataukah memang, seperti biasa, dia suka jalan tanpa liat-liat, pokonya tau-tau Kai terjatuh ke kolam renang kosong itu. 

Jangan tanya gimana ngilunya hati ini ngeliat anak nyrusuk ke kolam. Kolamnya sih “cuma” 1,5 meter aja tingginya, tapi kalo dilihat langsung cukup mengerikan juga jatoh ke dalam situ. 

Liat Kai jatoh Sami pun langsung nangis histeris di kuping gue. Sementara Kai…weeew…nangisnya sih jangan ditanya deh….pecaaaaaaaaaah. 

Gue sendiri waktu itu panik, ribet, takut, bingung dan sebenernya pengen nangis juga. Kesel juga sama Sami waktu itu, abangnya yang lagi butuh perhatian tapi Samiun kok ikutan nangis histeris dan minta digendong. 

Setelah periksa-periksa kondisi Kai sepertinya semua baik-baik aja. Gak ada luka, gak ada memar, gak ada yang berdarah. Berhubung Kai jatoh telungkup, dia mengeluh perutnya sakit. Untungnya setelah puas nangis 10 menit anaknya bisa diem juga dan katanya perutnya gak sakit lagi. 

Esok paginya diperiksa lagi sama Mikko. Semua keliatan baik-baik aja. Jadi kamipun memutuskan untuk tidak membawa Kai ke dokter. 

Kai sendiri keliatannya cukup trauma sama kejadian ini. Anak satu ini kan biasanya ceriwis sekali kalo disuruh bercerita. Kepentok meja dikit aja ngocehnya panjang pake embel-embel “harus ke rumah sakit – mau diperiksa om dokter – kai cerita ‘om dokter, kepalaku sakit, harus minum obat’ – terus harus ambil darah- tantenya ambil darah kai terus bilang ‘maaf ya kaaaai’  - kai bilang ‘terima kasih’ ke tante – blablablabla” 

Tapi kalo ditanya soal kejadian jatuh ke kolam renang ini anaknya langsung mingkem sambil terus nyruduk-nyruduk mau ngumpet di badan gue. Duuuh, jadi bikin äitinya sedih kan yaaaa

3. washer/dryer

Berita paling membahagiakan di minggu ini adalah terbelinya mesin cuci impian. Alhamdulillaaaaaaah. 

Pertama-tama, terima kasih dulu buat nyokap gue di BSD sana. Waktu mudik kemarin gue dikasih hadiah uang cash sama nyokap, katanya buat beli mesin cuci. Yang berarti apa sodara-sodara? Yesss….sepertinya nyokap membaca blog ini. Karena masalah mesin cuci kan cuma muncul di blog dan gak pernah gue bicarakan ke siapa-siapa kecuali Mikko. 

Sempet jadi males ya update-update blog, malah kepikiran mau nutup blog aja. Gimana dong….paling tengsin kalo rahasia hidup terdalam gue ini dibaca orang lain (pretttt)

Tapi ambil hikmahnya aja. Kalo bukan karena blog ini, si mesin cuci impian tetep jadi mimpi sampai sekarang. 

Anyhooo, impian gue sebenernya punya satu set mesin cuci dan pengering terpisah. Yang berarti harus memasukkan dua mesin geda-geda itu ke kamar mandi kami yang kecil mungil. Muat-muat aja sih sebenernya, tapi harus rela kamar mandinya jadi terasa sempit. 

Eh, terus gue baca-baca review soal washer/dryer combo. Masih 50:50 sebenernya, it’s either you love it or you hate it. Pas banget juga ada toko yang lagi diskon untuk seluruh home appliance. Barang yang gue cari (mesin cuci dan pengering terpisah)gak ada di toko ini, tapi si washer/dryer malah ada. 

Setelah diskon washer/dryer combo ini jadi murah sekali. Yah…gimana yaaah…memang pada ujungnya diskon juga yang berbicara. Niat awal mau beli dua mesin akhirnya dipangkas jadi satu mesin all-in-one, washer/dryer combo. 

LG F1695RDH7

Setelah dipakai beberapa kali gue pun ternyata 50:50 sama si combo. Untuk kinjera mencucinya juara hijilah ni mesin. Loadnya bueeesaaar (12kg aja neik) dan hasil cucinya bersih kinclong. Sebagai percobaan gue masukin tuh beberapa kain/baju yang udah lama gak kepake karena kotor. Malah kadang suka gue pake jadi kain pel. Eh, aslinya dijeeee….jadi bersiiiih setelah dicuci. Noda-noda yang udah setahun mengendap dihilangkan oleh si mesin combo. Wow…mejiiiiiik. 

Selain itu mesin ini juga punya banyak program-program cuci ciamiknya. Misalnya ada program untuk allergy wash, katanya sih ini buat deep cleaning, cocok buat yang alergi debu atau alergi bulu anjing/kucing. 

Ada juga program steam wash. Another deep cleaning program. Setelah selasai dicuci nanti baju-bajunya disemprot lagi pake uap panas….sruuuutt…sruuuttt….dan noda-noda bandel pun terangkat. Ini udah gue buktikan buat nyuci kain pel tadi. 

Ada juga program refresh. Ini bisa dipake buat baju-baju yang gak boleh dicuci, atau yang berlabel ‘dry clean only’. Ini juga menggunakan steam. Bajunya cuma diputer-puter di dalam mesinnya sambil disemprot-semprot pake uap panas. No water or detergent involved. 

Program refresh ini juga berguna buat ‘merapikan’ pakaian yang kusut. Keluar dari mesin bajunya jadi lemes dan kerutannya berkurang. Yah, gak sampe kaya abis digosok sih, tapi lumayan buat gue yang anti nyetrika ini. 

Nah…kalo untuk pengeringnya gue masih kurang puas. Yang pertama karena proses dryingnya lama beutuuul dijeeeee. Bisa 4 jam. Ketiduran gue nungguinnya. 

Dan niat awalnya kan punya pengering biar gak nyetrika lagi. Konon kabarnya kalo pakai pengering pakaian keluar dalam keadaan rapi licin tinggal dilipat. Tapi kalo pakai mesin combo ini keringnya pake kusut masai. Apalagi kalo pakaiannya dibiarkan ngendon lama-lama di mesin setelah drying cyclenya berakhir…ebuseeeed, kusutnya sampai terpilin-pilin. Parah bangeeeeeeeet. 

Well, sepertinya gue masih harus bermain-main dengan mesin ini untuk menemukan cycle yang paling pas dengan kebutuhan gue. Mungkin kalo mesinnya gak terlalu penuh diisi hasil cuciannya bisa lebih layak tampil. Gak kusut melilit-lilit. Mungkin gue juga harus coba untuk segera angkat pakaian setelah cycle berakhir, kali aja hasilnya juga beda. 

Masih ada waktu seminggu lagi untuk coba-coba.  Kalau memang masih kurang puas si mesin combo bisa dipulangkan ke tokonya dan kembali ke niat asli untuk punya washer and dryer terpisah. 

Tapi, kabarnya sih….kalo beli dryer terpisah tapi tetap pake sistem condenser, hasilnya bakal mirip-mirip. Tetep lama prosesnya, tetep kusut pakaiannya. 

Yang paling mantap mungkin memang pake mesin pengering sistem vented, yang bikin pakaian jadi licin mulus, tapi berhubung tinggal di apartemen yang gak ada saluran ventilasi khusus buat mesin pengering, mesin sistem vented ini gak bisa jadi pilihan. 

Ada yang pakai mesin pengering dengan sistem condenser gak? Mau dong reviewnya. Bisa bikin pakaian licin bak disetrika gak?

4. Personal achievement.

Hari-hari terakhir di Indonesia badan rasanya udah berat banget. Kebanyakan makan, terlebih lagi, kebanyakan makan jajanan gak sehat. Perut sampe terasa begah. 

Udah diniatin banget begitu menyentuh negara kulkas diet ketat harus dijalankan. Pokonya aku mau langsiiiiiiiiiiiiing! 

Ditambah pula waktu ketemu temen-temen di sini kok semuanya pada kurusan? Hasil puasa ramadhan 21 jam rupanya. Jadi pada langsing-langsing. Sementara aye yang dari Indonesia malah sukses melar ya neiiik. Ya, inilah akibatnya kalo bulan ramadhan rajin bukber tapi males tarawih. 

Bermodal rasa sirik yang merajelala, gue bulatkan tekad buat menjalankan program diet. Pokonya gue juga harus bisa langsing sing sing sing.

Diet dimulai dengan metode Novi-Grace. Alias metodenya Dr. Grace yang tersohor itu tapi hasil contekan dari nanya-nanya ke Novi (yang udah pernah konsultasi langsung ke dr. Grace). Intinya, selama tiga hari gue cuma boleh makan sayur dan buah. No carbs, no protein. 

Pada akhirnya sih ada juga secuil dua cuil daging ayam yang khilaf tertelan waktu lagi bikin soto ayam buat anak-anak.  Tapi sisanya akoh cuma makan sayur dan buah kooook. 

Yang herannya, setelah tiga hari itu kok berat badan gue gak turun yaaaaaaa????? Bagaimana ini dr. Grace?

Tapi bahagia banget loh bisa melalui tiga hari itu. Sungguh sebuah prestasi buat gue yang pemakan daging ini untuk bisa bertahan tiga hari hanya dengan sayur dan buah-buahan (dan sedikit ayam suir).

Setelah tiga hari terlewati gue jadi tertarik untuk lebih banyak makan sayur dan mengurangi daging. Mikko pun mendukung, malah ngajak untuk jadi vegetarian. Pesco-ovo vegetarian tepatnya. Masih pengen makan ikan dan telur. 

Gue sih belum berani bikin niat muluk-muluk dulu. Biasalah, suka gede niatnya doang tapi pelaksanaan nol besar. Tapi udah dua mingguan selalu masak menu-menu non daging di rumah dengan selingan ikan bakar beberapa kali. 

Goreng-gorengan juga dihindari, diganti dengan panggang atau kukus.  Sayur-sayuran pun lagi belajar untuk makan mentah, kan katanya lebih sehat. 

Apakah gue tersiksa? Ternyata gak. Gak jadi lemes berlebihan, perut juga gak melilit lapar, malah ternyata badan jadi enak. Pencernaan lancar, badan terasa ringan, perasaan begah di perut menghilang.

Apakah enak? Kagak sih. Kagak enak! 

Masih jelas lebih enak makan daging, keju, santen, manis-manisan atau junk food.  Tapi gue selalu mikir, kalo nanti gue kembali ke size S, semua yang gak enak-gak enak ini bakalan jadi enak. 

Katanya sih lama kelamaan selera kita akan berubah sesuai dengan diet yang kita jalankan. Kan selera itu sendiri adalah sebuah bentuk pembelajaran, bukan bawaan orok. Kalau terbiasa makan sayur, ya lama-lama jadi suka sayur. Kalo terbiasa dengan pola makan sehat, ya sendirinya akan emoh sama goreng-gorengan dan junk food. 

Tapi buat gue saat ini yang penting tentunya badan yang langsing. (Hidup langsing!!!) Dan kedua yang juga penting adalah pola makan yang seimbang. Dalam artian seimbang antara yang enak dan yang sehat. 

Selama di rumah gue coba untuk masak-masak yang lumayan sehat dan perbanyak vegetarian menu. Di luar rumah gue bisa lebih relax and go with the flow. Diajak makan steak ayok, disodorin sate gak nolak, dikasih cake hati ini senang. 

5. Latino Mix

Masih dalam misi melangsingkan badan hari ini gue ikut senam Latino Mix di dekat rumah. Semacam zumba gitu lah. 

Gue sih ogah-ogahan sebenernya, hari minggu begini lebih enak selimutan di rumah. Tapi si suami semangat sekali mendorong gue ke luar rumah. Katanya dia senang kalo gue berolah raga. 

Berhubung tadi sempet berantem masalah cucian sama Mikko, daripada makin ribut-ribut sekalian aja gue keluar rumah sambil marah dan menghentak-hentakkan kaki. Judulnya berantem membawa sehat kali ya ini? Kalo gak karena berantem gak bakal gue jalan ke gym tadi pagi. 

Setelah satu jam sesi berjoged latino (dan hampir mati tersiksa), kayanya memang jogedan di gym begini memang lebih asyik ketimbang berzumba sendirian di rumah. Sukur-sukur membantu program langsing gue biarpun cuma seminggu sekali. Jadi, minggu depan gue akan datang lagi. 

6.  Sekolah

Besok gue kembali mulai sekolah bahasa. Anak-anak pun kembali dititipkan ke daycare. Berarti kehidupan yang lebih sibuk akan menjelang. Sibuk sekolah, anter jemput anak, dan berkurang waktu ketemu suami.

Apalagi sekarang sekolah gue di Helsinki, jelas lebih banyak makan waktu untuk perjalanannya. Bakal lebih capek deh. 

Sementara musim gugur mulai menjelang. Cuaca udah mulai dingin dan sering diiringi hujan. Sungguh godaan buat bolos sekolah. Zzzzzzzzzzzz…….

 



not every one is baby friendly

$
0
0

Gara-gara baca tulisannya Novi tentang penumpang pesawat jadi inget kejadian waktu terbang ke Lombok pas mudik kemarin.

Sebetulnya kami agak beruntung, biarpun pesawat penuh kami masih bisa duduk barengan. Tapi tetep pake pegel karena harus mangku Sami. Biarpun judulnya infant tapi kan Sami udah 22 bulan usianya waktu itu, dengan badan yang cukup bongsor pula. Baik gue ataupun Saminya sendiri udah males duduk pangku-pangkuan.

Lagi repot mangku Sami begitu, eh…tau-tau ada pengumuman kalo pesawat harus antri take off. Selamet, deh, harus duduk di pesawat begitu selama 30 menit. Apa yang terjadi sodara-sodara? Ya jelas anak-anak jadi rewel. Gak betah lama-lama terikat di kursinya.

Pas lagi nunggu take off ini lah penumpang di aile sebelah minta ijin pindah ke row paling depan sama pramugarinya, dan diizinkan pula. Jadi ada bangku kosong di sebelah gue, pas pula di bagian aile. Kebetulan nih, gue bilang ke Mikko, ada bangku kosong di sebelah. Nanti setelah take-off gue mau pindah ke situ biar Sami bisa dapet tempat duduk sendiri.

Jadi, begitu pesawat akhirnya take-off juga gue pun siap-siap mau pindah kursi. Sebelumnya gue minta ijin dulu sama pasangan di row sebelah itu, soalnya kursi kosong tujuan gue dijadikan tempat naro tas sama si mbaknya.

“Maaf, mbak. Boleh ya saya duduk di sini?”

Maksudnya biar si mbak menyingkirkan tasnya.

Ternyata dijawab sama si mbak

“Wah, gak bisa mbak. Saya mau selonjoran, ini buat tempat kaki saya

Rahang gue hampir jatoh ke perut saking kagetnya. Yang bener omongan lu mbaaak? Hampiiiir aja terucap dari mulut gue  ”Ooooh, mbak beli tiket khusus buat kakinya ya?” tapi gue gigit lidah gue karena takut dibales “Mbak juga gak beli tiket buat bayinya kan?” Gue kan takut kalah berdebat.

Eniwei, saking kagetnya gue akan jawaban si mbak gue pun balik lagi duduk ke tempat semula dengan muka bingung. Sementara Mikko langsung bertanya “Kenapa gak jadi? Kenapa? Kenapa?”

Setelah gue jelaskan tentu saja Mikko langsung murka. Langsung bergegas ingin merebut singgasana kaki si mbak. Tapi mati-matian gue larang. Gue tau banget suami gue ini orangnya cuek dan berani mati. Kalo di Finlandia sih masih gue relakan, tapi gue gak mau dia jadi orang asing yang bikin masalah di negara orang.

Singkat kata gue gak jadi pindah tempat duduk dan akhirnya memilih untuk diam tanpa perlawanan. Tapi ngeliat si mbak dengan asiknya selonjoran sambil di rebahan di pangkuan suaminya hati gue jadi mendidih. Jadi menyesal setengah mati kenapa kok gue cepet banget menyerah? Coba ngomong lagi kek ke si mbak, kasih pengertian. Ngomong ke pramugarinya kek, yang lebih berhak untuk menentukan siapa yang mendapatkan tempat duduk kosong itu. Atau sekedar ngomong ke si mbak “penting banget kaki lo ya, seus?” daripada sepanjang terbang hati kesel bukan kepalang.

Sebenernya ditengah-tengah penerbangan Mikko keluar dari tempat duduknya. Gue udah takut aja dia mau protes ke si mbak tapi ternyata dia cuma berdiri di gang, maksudnya biar Sami yang bosen dipangku itu bisa duduk sendiri. Dan benar memang, Sami senang sekali bisa duduk sendiri seperti abangnya.

Capek berdiri akhirnya Mikko duduk di arm rest kursi emas ajang perebutan itu sampai akhirnya ditegur pramugari, katanya gak boleh duduk di armrest. Tapi baiknya si pramugari malah membuka (menaikkan) arm rest-nya dan menyilakan Mikko untuk duduk di kursi tersebut. Duduk setengah pantat tentunya, karena kan ada kaki si mbak bertengger di situ. Apakah si mbak kemudian bergeser? Cencu tidak!

Jadi gitu deh, ada silent war antara Mikko dan si mbak waktu itu. Si Mbak ngotot gak mau kasih kursinya ke Mikko. Mikko, walaupun terlihat sangat tidak nyaman, juga tetep cuek duduk setengah pantat.

Sementara gue dan suami si mbak saling melempar pandangan penuh benci satu sama lain. Gue heran ke suaminya, kok ya gak ada pengertian sedikit ya? Ngeliat ada pasangan bawa anak dan butuh kursi, mbok ya, berbaik hati kek nawarin tempat duduk YANG EMANG BUKAN PUNYA DOI JUGA. Ini malah adegan pangku-pangkuan sama istrinya.

Suami si mbak juga kasih pandangan menusuk buat gue. Entahlah…mungkin dia kesel sama kelakuan Mikko, tapi sama kaya gue, gak berani ngomong apa-apa jadi cuma bisa lirik-lirik benci aja.

Kalo inget kejadian ini gue masih kesel banget sampe sekarang. Gue pribadi merasa gue berada di pihak yang benar dan kelakuan si suami istri ini sungguh egois sekali. Tapi mudah-mudahan ini bisa jadi pelajaran buat gue. Yang paling utama adalah untuk tidak takut membela diri apalagi kalo kita tau kita gak salah. Jangan takut berargumentasi atau fight for what you want. Jangan cuma bisa nyesel belakangan kaya kasus ini.

Dan pelajaran kedua tentunya untuk selalu ingat kalo gak semua orang berbaik hati, tenggang rasa, dan memaklumi ortu-ortu yang berpergian sambil bawa anak.

Selama ini gue selalu dimanjakan dengan fasilatas dan keramahan orang-orang selama gue pergi sambil boyong Kai dan Sami. Check-in duluan, fast line di imigrasi, banyak yang bantuin, banyak yang nawarin ini itu buat Kai dan Sami. Pokonya berasa spesial banget lah.

Padahal mah pas gue masih single gue emoh banget liat anak kecil. Nah, kaya pasangan di pesawat ini nih, sungguh gak friendly sama parents with kids.


percakapan tentang karir

$
0
0

Dalam suasana catching up cerita dan gosip dengan April dimulailah cerita-cerita seputar temen sekampus.

“Jadi si X sekarang udah di luar negri loh, jadi expat. Manajer apa gitu jabatannya. Emang pinter tu orang”

“Si Y sekarang lagi di Amrik, ambil PhD. Si Z juga…kalo gak salah dapet beasiswa juga di sana”

Hening sejenak…. sampai akhirnya gue bikin pengakuan

“Kalo denger ada yang dapet beasiswa, ada yang promosi, jadi ekspat dan lain lain gitu, suka sedih tapi sirik juga loh. Pengen juga gitu sukses di bidang apa kek.”

” Iyaaaaa…..gue juga masih suka mikir. Harusnya gue juga bisa begitu. Dapet beasiswa, bikin riset, ambil PhD, atau apa kek”

“……”

Kembali hening, yang ada cuma desahan nafas penuh penyesalan

“Tapi….terus terang kalo liat suami pagi-pagi pergi kerja, dalam hati seneng sih gak harus ngantor, bisa lanjut tidur lagi, tanggalan merah semua”

“Iyaaaaaaaaaa…. Karir? Apa itu? Ke laut ajeeee”

Dan akhirnya April mengeluarkan kalimat pamungkasnya:

“Gue ini sebenernya udah merasa bersalaaaah bangeeet, Rik. Bokap nyokap nyekolahin sampe gue S2, tapi terus sekarang ngapain? Di rumah ajaaaa!!! Untungnya gue inget masih ada elo. Sekolah S2 jauh-jauh sampe ke Jerman sana, tapi akhirnyaaaa? TETEP DI RUMAH JUGA! Hahahahahahahahahah”

Dan gue pun….


paspor hijau dan paspor merah di imigrasi

$
0
0

Baca cerita Derita Paspor Hijau Tua jadi teringat-ingat lagi pengalaman kurang menyenangkan selama berurusan dengan imigrasi.  Entah bener entah gak tapi gue suka merasa kalo yang gak enakin begini karena gue pegang paspor hijau tua dengan cap burung nengok kanan di atasnya. Coba liat mereka-mereka yang pegang paspor EU, rasa-rasanya, di mana pun mereka berada, urusan imigrasinya langsung cusss lancar bak jalan tol.

Makanya tiap kali berurusan sama imigrasi sini gue selalu deg-degan bukan kepalang. Padahal mah kagak salah apa-apa juga ya, bok, tapi tetep aja lutut ini selalu bergetar di depan petugasnya. Apa karena gue deg-degan ini makanya gue malah dicurigai, ya? Kalo yang lain-lain bisa lewat dalam dua-tiga menit, gue kudu berlama-lama di depan petugasnya. Kadang gak ditanyain apa-apa juga sih, cuma dipandang-pandangin aja. Tapi kan malah bikin gue jadi grogi.

Apalagi nih…APALAGI NIIIIH!!!! Kalo udah lewat imigrasi di Jerman. HIIIIHHHHH! Musuh bebuyutan gue banget deh nih! Petugas imigrasinya gak pernah ramah, sangat interogativ, suka banget bikin orang nangis.

Ini gak bercanda loh. Coba deh dateng ke KVR Muenchen atau kantor imigrasi di kota besar lainnya di Jerman, banyak loh yang nangis-nangis karena urusan residence permit yang ditolak olah petugasnya. Bagian urusan residence permit di Jerman memang terkenal bengis dan berhati batu.

Tapi untungnya sekarang udah ada si suami Finlandia yang siap siaga turun tangan kalo gue ada masalah di imigrasi. Nah, ini nih yang buat gue menakjubkan banget. Polisi imigrasi yang tadinya ketus dan curigation ke gue tiba-tiba jadi maniiiiiis banget begitu Mikko muncul dan menampilkan paspor EUnya. “Ooooh, anda suaminya? Kenapa gak bilang dari tadi? Selamat datang yah”

Lega tapi juga bikin gue GGGGRRRRRRR!!!

Terlebih lagi kalo kejadiannya di luar Finlandia, makin aja deh polisinya jadi tiba-tiba manis ke gue dan Mikko. Mungkin ini perasaan gue aja ya, tapi Mikko (dan gue sebagai gembolannya) dapet perlakuan yang lebih ramah di negara EU lainnya, jauh lebih ramah daripada di negaranya sendiri.

Sepertinya ada peraturan tak tertulis untuk menghormati tamu dari sesama negara EU. Segala urusan imigrasi jadi lebih lancar, termasuk juga urusan visa dan residence permit. Misalnya, waktu di Belanda dulu urusan visa dan residence permit gue dimudahkan sekali karena gue menikah dengan warga Finlandia (yang sesama negara EU), jauh lebih mudah daripada yang menikah dengan orang Belandanya sendiri. Visa schengen gue keluar lebih cepat, malah dikasih gratis. Sampai Belanda pengurusan residence permitnya juga gampang minta ampun. Gak pake wawancara, gak butuh nunjukkin rekening tabungan, gak perlu ikut program integrasi ini itu, bayarnya pun cuma 30 euro dan langsung dapat 5 tahun. Mereka-mereka yang menikah dengan orang Belanda persyaratannya malah susah banget, ditambah harus bayar 600 euro untuk residence permit satu tahun.

Kabarnya sih banyak warga negara EU yang kemudian membawa pasangan non-EUnya ke negara lain (yang masih sama-sama EU juga) karena masalah pengurusan ijin tinggalnya bakalan lebih lancar.

Untungnya sih sampe saat ini urusan imigrasi di Finlandia masih termasuk gampang kalo dibandingkan negara-negara lain yang rame imigran macam Jerman dan Belanda. Sampe saat ini gue belum punya masalah berarti sama imigrasi sini, paling cuma dipandang-pandangin aja selama 10 menit tiap lewat check point imigrasinya. Berasa punya wajah bak supermodel.

Tapi kalo lewat Jerman, ya gitu deeeh….pasti aja ada drama-dramanya sampai akhirnya suami datang jadi penyelamat.

Tapi mudik kemarin gue sempet dapet masalah waktu balik ke Finlandia sini. Waktu pergi ke Indonesia kan masih bareng Mikko, seperti biasa urusan imigrasi jadi lancar. Nah, pas pulangnya nih….gue cuma bareng dua bocah dan tiba-tiba si petugas nanya begini sama gue:

“Nama dua anak ini Kai Marttinen dan Sami Marttinen. Kamu tidak pakai nama Marttinen. Apakah kamu memang ibu mereka? Bisa tolong tunjukkin buktinya?”

BOOOOOK, gue mangap saking bingungnya. Bukti macam apa ini yang doi pengen liat?

“Mana akte lahir dua anak ini? Saya mau liat”

Manalah gue bawa yaaaaa. Tiap tahun pulang kampung gak pernah ditanya-tanya kok, lha mana eike tau kalo lewat Jerman harus bawa akte lahir.

“Surat nikah sama Tuan Marttinen ada?”

Ini lagi! Buku nikah aja entah dimana gue simpen.

Lebih dari setengah jam si petugas memaksa gue untuk menampilkan bukti kalo gue memang menikah sama orang yang bernama Marttinen. Sampe ada polisi khusus yang dipanggil buat menginterogasi gue. Malah gue disuruh bongkar tas dan dompet berharap ada kartunya Mikko yang terselip di dompet gue. Kartu apa kek, asuransi, ATM, ID card. Tapi ya kagak ada juga iniiiii. Yang ada cuma foto-foto mesra kami berdua, pak polisi mau liat gak? Lha, ternyata gue malah dikasih dengusan marah sama polisinya.

Ya mau begimana lagi? Satu-satunya bukti yang gue punya malah ditolak. Hampir aja gue mau nangis saking putus asanya.

Akhirnya setelah puas interogasi, dan puas mandang-mandangin wajah-wajah gue, Kai dan Sami, si polisi berbaik hati untuk meloloskan kami. Tentunya pake wejangan dan omelan panjang dulu. Lain kali bawa akte kelahiran, bawa surat kawin, jangan slonong boy aja kalo pergi-pergi. Di sini suka ada kasus penculikan anak, tauk. Kalo kamu gak mau dituduh jadi penculik ya bawa bukti-bukti yang mendukung dong. Begitu kira-kira petuah polisinya.

Gue sih iya-iya aja waktu itu, tapi dalam hati penduduk kebon binatang udah keluar semua. Dem yu, Jerman…dem yuuuuuuuu. Gak lagi-lagi gue sentuh negara ini. Cuiiiih.

Penuh dendam sekali lah gue waktu itu.

Diluar dugaan suami menanggapi cerita gue ini dengan tenang. Sempat hati ini kecewa karena kan maunya si suami ikut mencaci maki juga. Toleransi kek sama istri.

Tapi kalo kata Mikko sih, tiap negara berhak menentukan siapa yang boleh atau tidak boleh masuk ke negaranya. Sama aja kaya kita di rumah, kita kan juga pilih-pilih terima tamu, gak mau juga sembarangan orang asal masuk ke tempat kita.  Jadi kasus-kasus kaya begini baiknya dimaklumi saja.

Iya sih, tapi kan situ enak…mau kemana aja lancar gak perlu repot urus visa. Di imigrasi pun biasanya diperlakukan dengan baik dan penuh hormat. Nah, yang kaya kita ini nih…yang paspornya ijo. Mau pergi aja ngurus visanya repot beneur. Udah susah-susah dapet visa masih aja di imigrasi jadi korban kecurigaan. Capek tauuuuk.

Entah kapankah paspor hijau bisa berjaya seperti paspor EU ya? Atau, gak usah jauh-jauh deh…seperti paspor negara tetangga Singapura atau Malaysia juga udah bagus banget.

Dan ini gue masih ngomongin soal kesulitan di imigrasi Eropa ya, begimana yang di Amerika sana? Lebih gila lagi kali ya masalahnya?


sekali lagi tentang nama keluarga

$
0
0

Gue udah pernah nulis tentang nama belakang ini jaman masih ngeblog di multiply, tapi berhubung permasalahan ini masih berkaitan sama cerita sebelumnya, marilah kita bahas sekali lagi. Soalnya memang bener, sih,  masalah gue dengan imigrasi Jerman kemarin itu memang karena gue gak ikutan pake nama suami di belakang nama gue. Ya gimana ya boook, namanya juga akika anti mainstream (Zzzzzzzzzz….)

Seperti umumnya orang Indonesia gue gak punya nama keluarga, padahal, mah, sebenernya ada marga Lubis dari bokap gue yang sayangnya gak dimasukkan ke akte kelahiran sama bokap dengan alasan “Susah lah jadi orang Batak di pulau Jawa. Tak usah lah kita liatkan marga kita ini”

Hubungan gue dengan nama belakang atau nama keluarga ini dimulai waktu gue kuliah di Jerman. Di sana fardhu ain hukumnya untuk punya Nachname (atau kadang juga disebut Familienname). Untuk gampangnya gue pakai aja Rika sebagai nama depan dan Melissa sebagai nama belakang. Beres kan?

Gak juga ternyata. Masalahnya Melissa itu dikenal sebagai nama depan di dunia barat. Jadi banyak yang gak percaya kalo Nachname gue Melissa dan akirnya inisiatif sendiri untuk membalik nama gue jadi Melissa Rika. Hasilnya dokumen gue kebolak balik deh namanya. Ada yang bener pake nama Rik* Meliss*, ada dokumen lain yang malah tertulis Meliss* Rika. Refooot deeeeh.

Tapi tahukah anda, kalo orang barat umumnya menganggap absennya nama keluarga ini unik sekali? Udah gue buktikan di empat negara: Jerman, Singapura, Belanda dan Finlandia. Setiap kali gue bilang gue gak punya nama keluarga pasti yang denger pada terbengong-bengong. Beberapa kali gue ikut acara meeting di kantor yang diawali dengan ice-breaking activity, standarlah,…disuruh cerita tentang something unique about yourself. Gampang banget deh gue jawabnya: “I don’t have any familyname”. Bisa dipastikan sambutannya pasti “Waaaaah? Yang beneeer? Bagaimana mungkin?”

Tapi sebenernya yang bikin gue ilfil adalah keberatan beberapa pihak soal ketidakhadiran nama keluarga ini. Padahal udah gue bilang kalo gue tuh orang Indonesia. Kagak ada yang begini-beginian di Indonesia!!! Ngeyel banget sih? Beberapa orang (barat) yang pernah ngobrol masalah ini sama gue sampe tergagap-gagap saking kagetnya. Kesannya keajaiban dunia banget gitu ada orang yang gak punya familyname.

“HAAAAA? Family name is very important!! How come you don’t have it?”

Duuhh mbak, coba deh tinggal di Indonesia, ada ratusan juta orang tuh yang gak punya family name. Baik-baik aja tuh hidupnya, gak bikin mati kok!!!!!!!

Ada yang nanya “What happens when you get married? How should people call you then?” Ini mah gampang. Yang dulunya mbak berubah jadi ibu kalo udah menikah.

Ada lagi yang nanya ”But how can you find your name in a phonebook if you don’t have a family name?” Lhaaaaaaaaaaa? Apa susahnya si? Tinggal buka aja bagian R, trus cari Rik* Meliss*

“But what if there is another Rik*  Meliss* in the phonebook?” Sampe saat ini sih gue belon nemuin orang lain dengan nama yang sama persis kaya gue. Makanya jadi orang Indonesia tuh enak, bisa bikin nama macem2, panjangnya mau seberapa juga terserah biar yakin gak ada yang nyamain. Daripada di barat…ada berapa puluh nama John Smith di buku telepon coba? Iya kan??? Iya kan???? Gitu aja kok ora ngartos!!!!

Gara-gara pertanyaan-pertanyaan aneh beginilah gue jadi ilfil banget sama yang namanya family name. Kenapa juga sih orang-orang barat itu gak mau ngerti kalo gak seluruh dunia butuh family name? People don’t die just because they don’t have it, you know! Jadilah gue kemana-mana selalu sibuk menjelaskan betapa keberadaan nama keluarga tuh gak penting banget di Indonesia. Gak usah dipaksa-paksa dong supaya gue juga punya family name kaya elu orang.

Jadinya waktu Mikko bertanya apakah gue mau pakai nama Marttinen di belakang nama gue, gue jawab aja “Sori-sori-sori jek, kita orang punya prinsip untuk gak ngambil nama suami. Budaya barat itu. Sini kan orang Indonesia”

Tapi kalo mau terus terang, alasan paling utamanya sih karena M.A.L.E.S ngurus-ngurusnya, belon lagi mikirin harus ganti segala macem dokumen ke nama baru. Zzzzzzzzz.

Aaaaah, untungnya suamiku sangat suka sama wanita berprinsip. Katanya dia juga gak peduli soal nama-namaan belakang ini. Apalagi gue orang Indonesia kan, kata doi, it’s not part of your tradition and you don’t  have to change it just because you are married to me.

Tapi terus gue buka internet, liat facebook, baca blog, dan lain-lainnya. Kok temen-temen banyak yang ganti nama di facebook? Yang baru kawin biasanya langsung mengadopsi nama belakang suaminya, entah itu memang beneran nama belakang yang diteruskan secara turun temurun ataukah sekedar nama (paling) belakang saja.

Belon lagi kemunculan blog-blog keluarga dengan judul The Somethings ini atau The Somethings itu, silahkan ganti kata something dengan nama belakang si suami empunya blog.

Ini gimana siiik???? Kok perang suci gue menolak nama belakang malah kagak didukung sama bangsa sendiri???? Malah berbondong-bondong mengadopsi nama suami? Mana ini prinsip Indonesia yang harus kita pertahankan?

Makan tu prinsip, Rik.

Dan bener, waktu di Belanda gue kena batunya.

Jadi ceritanya begini sodara-sodara. Repotnya di Belanda itu ya,…mereka suka banget pake sistem inisial. Dan cerita di Jerman terulang lagi, nama gue sering kebolak balik lagi. Malah lebih parah karena sistem inisial ini. Di satu tempat nama gue R. Melissa, di tempat lain gue terdaftar sebagai M. Rika. Malah di bidan gue tertulis sebagai Nyonya R.M. Marttinen. Lhaaaaaa? Bagaimana ceritanya ini? Ternyata si bidan bingung ngeliat nama gue yang Rika dan Melissa itu. Trus dia pun inisiatif memakai Marttinen untuk family name gue.

Terima kasih bu bidan, dokumen-dokumen saya makin kacau balau.

Mengingat waktu itu diri ini lagi hamil jadi kita ambil langkah aman aja lah. Ayo pake nama belakang suami dan seragamkan semua dokumen yang berantakan itu. Abisnya, kan, jadi parno seandainya gue harus ke rumah sakit dan proses check-in nya dipersulit karena nama di kartu RS dan kartu asuransinya berbeda.

Maka dari itu, di suatu hari Jumat yang cerah si wanita prinsipil ini pergi ke KBRI Den Haag dengan maksud ingin memajang nama belakang suami di paspornya.

Tapi emang nasib lagi sial, ya. Gue ketemu sama petugas KBRI yang kurang asik di sana. Yang pertama yang bikin kesel nih: sebelum gue ke sana pastinya gue cek dulu jam kerja bagian konsuler melalui website mereka. Gue pastikan datang ke sana sebelum jam kerja berakhir. Eh, tapi karena hari itu hari Jumat, si petugasnya ngomel-ngomel, katanya gue dateng kesorean, harusnya gue ngerti dong kalo hari Jumat orang-orang pada sholat ke mesjid.

Yeeeeeey…meneketehe pak. Situ dong yang tulis di website kalo hari Jumat jam kerjanya lebih singkat.

Setelah memohon-mohon permintaan gue untuk urusan lapor diri dikabulkan. Tapi kalo urusan ganti nama, menurut petugas tersebut, sangat tidak mungkin. Katanya mana bisa sembarang ganti nama. Nama tuh harus sesuai akte lahir. Jadi kalo mau ganti pake nama suami, ya harus ganti akte lahir juga. Dan ngurus ganti akte ini tentunya harus ke catatan sipil di Indonesia.

Lhaaaa? Ini gak masuk akal banget sih? Mana bisa akte kelahiran udah pake nama suami. Emangnya ada bayi baru lahir udah langsung dikawinkan trus ambil nama suami dan baru abis itu bikin akte?

Gue jelas yakin kalo si bapak petugas ini kasih info yang salah. Tapi sempet kepikiran sih, apakah memang kalo mau ganti nama perlu balik ke Indonesia dulu? Mahal amat ongkosnya, malih! Ya udah, deh, mending gue batalin aja niat ganti nama ini.

Tapi untungnya si bapak kasih ide bagus juga. “Daripada ganti nama mending ditulis aja di halaman belakang paspor kalo pemegang paspor ini adalah istri dari tuan blablabla. Nanti ada cap resmi dari KBRI. Itu juga udah cukup kok buat segala urusan di sini. Ngurusnya gampang, dua hari mah selesai.”

Ya udah, gue ambil tawarannya si bapak dan empat hari kemudian gue ambil paspor gue di kantor pos. Gue buka halaman belakangnya dan terbacalah: The holder of this document is wife to Mr. Mattimarttinen.

YA AMPUUUUUUUUUUUUN. Nama suami gue salah tulis!!!!!!!!!

Bukan salah KBRInya sih. Ini kesalahan KUA yang bikin buku nikah kami.

Alkisah waktu ngisi formulir buku nikah Mikko menulis namanya selengkap-lengkapnya. Mikko Matti Marttinen. Yang ternyataaaaa….sama si KUAnya dianggap kepanjangan! Lain padang lain belalang ya sodara-sodara. Di barat nama keluarga di dewa-dewakan, eh di Indonesia malah dianggap gak penting sama petugas KUA. Di buku nikah pun nama suami tertulis sebagai Mikko Matti doang. Sementara Marttinen-nya dibuang oleh petugas KUA dengan alasan gak cukup tempat buat ditulis.

Mana Marttinennya ini bapaaaaaaaaaak???? Ini penting!!! Saya bisa susah urus visa nanti kalo salah begini.

Buku nikah pun diserahkan lagi ke penghulu dengan janji minggu depan bisa diambil kembali. Bikin repot amat itu ya. Rumah gue di Petukangan sementara KUA nya di Kota. Kesian kan nyokap gue yang harus jauh-jauh mengarungi Jakarta buat ngurusin ini. Gue sendiri waktu itu langsung cabut bulan madu selama 2,5 minggu.

Pulang dari bulan madu gue liat lagi buku nikah yang katanya sudah dibetulkan itu. Gue kira mau diganti yang baru gitu ya, tapi ternyata gak tuh…mereka cuma nambahin aja nama Marttinen dengan tulisan yang luar biasa rapat di kolom yang udah sangat sedikit space-nya itu. Jadilah nama suami gue tertulis MIKKO MATTIMARTTINEN.

Plok plok plok plok *tepuk tangan*

Singkat kata percuma aja gue ke KBRI kemarin itu. Niat memakai nama suami sepertinya memang gak bakal kejadian. Sebel banget sama kesalahan-kesalahan yang kecil tapi fatal ini gue pun berkoar-koar ke suami:

“Udah ah!!!!! Gue gak mau pake Marttinen. Biar aja bule-bule itu pada bingung gue gak punya nama keluarga. Gara-gara mereka bingung emangnya gue harus mengalah? We need to educate these bule!!! They have to accept that I don’t have family name and there’s nothing they can do about it. HIGH FIVE!!!”

Gue pun bertahan di Belanda dengan dokumen yang berbeda-beda namanya itu. Untungnya sih gak pernah ada kejadian apa-apa.

Ketika pindah ke Finlandia, di kantor catatan sipil Mikko menjelaskan ke petugasnya kalo gue gak punya nama keluarga. Yang ada cuma dua nama (depan). Bisa gak gue isi aja kolom Etunimi (nama depan) dan kolom Sukunimi (nama keluarga) dikosong kan aja karena toh memang gak punya?

Ternyata gak bisa lah haaayyy. Di Finlandia sini pun wajib hukumnya punya nama keluarga. Gue dikasih dua pilihan waktu itu: mau mengadopsi nama suami, atau, seperti sebelum-sebelumnya, memakai Melissa sebagai nama keluarga gue.

Jadi Mikko pun bertanya. “So…do you wanna be Marttinen? Or you want to use Melissa as your family name?”

Beberapa detik gue terdiam dan berpikir, tapi kemudian gue jawab juga dengan perlahan tapi yakin “Melissa. I will use Melissa as my family name”

Bukan lagi karena sok anti mainstream. Bukan pula karena alasan mulia mempertahankan tradisi Indonesia. Tapi karena udah terlanjur nyaman aja pake nama sendiri tanpa embel-embel nama si suami, udah males ganti-ganti lagi, belon lagi kepikiran melesnya kalo disuruh ngurus ini itu dalam proses penambahan nama ini. Sudahlah…emang ketauan banget ya gue ini orangnya pemales nomer satu.

Yang ternyata jadi kejutan indah, di Finlandia sini nama gue gak pernah kebalik-balik karena di sini sistemnya udah centralized. Dari catatan sipil gue dikasih nomer sakti (kalo di Indonesia semacam nomer KTP) dan kemana pun gue pergi, untuk urusan isi mengisi formulir tinggal tunjukkan saja nomer sakti ini dan data gue pun didownload langsung dari networknya catatan sipil. Jadi dimana-mana data gue selalu sama, gak ada cerita nama terbolak balik. Bravo, Finlandia!

Ketika kemarin sempet bermasalah (lagi) dengan nama belakang di imigrasi Jerman, gue pun memutuskan untuk tetap stick to Melissa sebagai nama keluarga gue, tapi gue mau minta ke KBRI sini supaya di paspor gue dikasih keterangan kalo gue adalah istri Mr. Marttinen. Untuk urusan ini gue harus mencari dulu buku nikah yang entah dimana keberadaannya itu. Dan kemudian harus tanya juga ke KBRI apa boleh nama Mikko di tulis dengan baik dan benar, tidak mengacu pada buku nikah yang salah tulis itu. Mudah-mudahan setelah ini tercapai gak ada lagi, ya, masalah dengan nama belakang ini.

Dan kalo ada yang nanya kenapa sih gue kok gak mau pakai namanya Mikko? Anti banget yah?

Memang ada sih zamannya gue sok melawan arus. Lagi trendnya ngikut nama suami, gue malah keukeh bertahan dengan nama sendiri. Namanya juga gairah kawula muda qaqaaaaa…berasa keren kalo berani beda, berasa oke kalo punya prinsip. Yang lain-lain yang gak kaya gue….iiiiih, sok bulay sekali sih kalian, budak-budak kapitalis, kacang lupa akan kulitnya. (Dan kemudian disambit massa)

Sekarang mah gue udah gak gitu lagi, sob. Masih ada, sih, rasa bete sama kewajiban untuk punya nama keluarga ini. Dan masih ada keinginan untuk mengedukasi bule-bule ini tentang budaya lain. Kan gak semua negara punya tradisi nama keluarga. Ada juga negara yang, misalnya, nama keluarga ditulis di depan, bukan di belakang. Tapi kenapa pada umumnya segala formulir mengadopsi sistem barat?

Tapi gue juga gak anti (lagi) sama pemakaian nama suami di belakang nama istri. Gue sendiri toh sempet mau melakukan hal yang sama, sayang aja gak direstui oleh alam semesta (melirik tajam pada KBRI Belanda). Dan gue pun rela dua bocah mengemban nama Marttinen seperti bapaknya.

Kalo sekarang gue masih memakai nama Melissa, bisa jadi besok-besok gue berganti pikiran mau pake Marttinen. Selama prosesnya gak ngajak ribet ya, neik. Inget, akika paling males diajak repot. Pokonya tergantung kebutuhan aja deh, malih.


serba-serbi finlandia

$
0
0

Berbeda dengan pengalaman sebelumnya, selama tinggal di Finlandia ini gue tertarik sekali mendegar tentang hal-hal yang katanya sih “finlandia banget”. Kayanya keinginan untuk belajar budaya lokal dan berasimilasi sangat menggebu-gebu di dada ini. Walaupun,…kok yaaa…demennya ngumpul sama orang Indonesia melulu? Setahunan belajar bahasa sini yang keluar tetep bahasa tubuh.  Kalo diajak ngomong sama penduduk lokal seringnya gemeteran dan kemudian memilih cepet-cepet kabur. Lha, begimana mau berasimilasi ini toh?

Tapi memang, bagi gue Finlandia ini menarik sekali. Negara paling “jauh” yang pernah gue tinggali, paling dingin cuacanya, paling banyak saljunya, paling mahal biaya hidupnya, dan paling-paling lainnya dibandingkan negara-negara lain yang pernah gue singgahi. Pokonya, buat gue Finlandia tuh eksyotis sekali lah.

Dan tentunya di sini ada tiga orang yang sangat gue cintai. Mikko, Kai dan Sami. Berhubung Finlandia adalah tanah kelahiran mereka, sekaligus tempat tinggal kami sekarang ini, gue pun lantas kepengen banget menjadikan Finlandia sebagai rumah ke dua gue (tapi susah yeee berasa “feel at home” kalo bahasanya aja kagak ngerti.—> thus the importance of teaching your kids their mother tongue(s). Kalo mereka gak bisa bahasanya gimana mau berasa feel at home di tempat yang sebenernya tanah air mereka? *teteup, pesan sponsor dari pendukung OPOL dan bilingualisme garis keras)

Nah, berhubung di sekolah sering banget dibahas hal-hal yang “kefinlandia-an”, termasuk juga beberapa berita di koran tentang negara kulkas ini, mari kita bahas Finlandia dan serba-serbinya dari kacamata si pangamat amatiran dan suka-suka ini.

SAUNA

Ada yang tau kalo orang Finlandia suka banget ke sauna? Sukaaaaaaaa banget, sampe-sampe hampir setiap bangunan pasti ada saunanya. Termasuk juga rumah pribadi dan apartemen pasti punya sauna kecil di kamar mandinya. Kalo di unit apartemen gak ada sauna bisa dipastikan ada sauna tersedia di basement gedungnya yang bisa dipakai oleh penghuni secara bergiliran. Pokonya punya sauna itu whazib hukumnya di sini.

Menurut buku sekolah sauna adalah ruangan pertama yang dibikin ketika membangun rumah supaya penghuni rumahnya bisa tinggal di sauna dulu sambil menunggu ruangan lainnya diselesaikan.  Kenapa di sauna? Ya, karena sauna kan hangat. Namanya juga negara kulkas, sukanya yang anget-anget.

Kalo di perkotaan praktek di atas memang sudah ditinggalkan secara kebanyakan tinggalnya di apartemen dan pembangunan rumah pun ditangani oleh kontraktor. Tapi di desa-desa kecil, dimana masih banyak orang yang membangun rumahnya sendiri, kegiatan tinggal di sauna ini masih bisa ditemui.

Segitu pentingnya kegiatan bersauna di sini sampai-sampai meeting kantor pun kadang sambil saunaan juga. Kalo di tempat lain bos-bos besar bikin deal sambil bergolf, orang sini meetingnya sambil keringetan di sauna. Semoga gak pake bau ketek yaaa.

Menurut orang sini bersauna itu bikin relax, pikiran jadi tenang, otot-otot tubuh melemas, omongan jadi lancar, makanya…cowo-cowo sini yang terkenal dingin dan pendiam itu bisa tiba-tiba saling curhat dan bergosip kalo lagi sauna.

Film Miesten Vuorot, film Finlandia tentang obrolan cowo-cowo selama bersauna

Memang peraturan di sini cukup ketat untuk masalah pembagian sauna cewe dan cowo. Kecuali di rumah sendiri, kegiatan bersauna gak boleh campur jenis kelamin. Apalagi nih, di Finlandia sini wajib bener hukumnya bersauna sambil telenji. Telenji bulat tanpa sehelai benang menutupi badan. Satu-satunya yang boleh dibawa cuma selembar handuk, bukan untuk menutupi daerah pribadi tapi dipake sebagai alas duduk supaya pantat gak setengah mateng seandainya bangku di sauna terlalu panas.

Orang sini ingin sauna jadi tempat yang sebersih-bersihnya. Benda-beda seperti pakaian dalam atau pakaian renang diduga bisa membawa kotoran dan kuman ke dalam sauna, makanya di sini wajib berpolos ria kalau mau ke sauna.

Ibu guru di sekolah juga bercerita, jaman dahulu banyak wanita melahirkan bayinya di sauna karena sauna dianggap tempat yang paling higienis. Pemandian jenazah juga dilakukan di sauna dengan alasan yang sama. Buat yang flu, pilek, ingusan dan sakit tenggorokan? Sauna juga jawabannya. Sauna is the cehapest medicine. Gitu katanya.

Vihta, daun-daunan dari pohon kuivu yang dipakai untuk memukul-mukul badan saat bersauna. Katanya sih buat kesehatan.

Segitu pentingnya peran sauna dalam kehidupan orang sini, gak salah kayanya kalo mereka bilang sauna itu ibarat tempat suci. Pantang dikotori. Makanya, jangan berani-berani masuk sauna sini sambil pake baju renang atau sempak. Apalagi sambil bawa lulur segambreng. Pasti disemprot sama pengunjung lain.  Kecuali kalo di rumah sendiri ya…gak bakal  ada yang marahin. Lha, kalo di rumah sendiri mah ngapain malu telanjang, kagak ada yang liat juga kan cyin?

Tapi, kalo menurut pengalaman pribadi gue sih, sauna rumahan biasanya terlalu “kering” bikin gampang sesak nafas. Sauna umum pastinya lebih besar dan kelembabannya lebih terjaga, bikin kita jadi rileks dan tambah pewe.

MENNÄ MÖKILLE (PERGI KE PONDOK)

Nah,…ini mungkin kecintaan orang Finlandia yang kedua. Pergi ke pondok.

Kalo orang Jakarta suka ke puncak nginep di pila (alias villa), penduduk negara kulkas sukanya pergi ke mökki atau pondok yang biasanya nyempil di daerah terpencil, kalo perlu di tengah hutan. Kalo bahasa inggrisnya mungkin summer cabin atau cottage.

Ngapain di mökki? Ngapain lagi kalo bukan…sekali lagi…bersauna! Ebuset, orang sini, emang kagak bisa lepas dari sauna.

Beda sama sauna di kota yang umumnya pake listrik, di mökki inilah yang namanya sauna sebana-bananya sauna. Sauna yang bahan bakarnya masih pake kayu. Jadi jangan heran kalo nemu kapak di mökki karena emang kayunya harus motong sendiri.

Selain bersauna, kegiatan populer lainnya kalo lagi ke mökki adalah jalan-jalan ke hutan petik arbei-arbeian atau jejamuran. Musim panas saatnya panen bluberi, raspberry, longanberry, dan beri-beri lainnya. Di musim gugur gantian jamur-jamur yang meraja. Ada kantareli yang enak sekali itu, ada suppilo, herkkutati dan masih banyak lagi.

Katanya sih perempuan lebih suka kegiatan petik-memetik ini sementara bapak-bapak bakal lebih semangat kalo diajak memancing. Pada umumnya mökki memang didirikan dekat sungai, danau atau laut, jadi kegiatan air memang salah satu agenda wajib kalo lagi ke mökki. Bisa berenang, naik sampan, atau yang tadi itu…memancing.

Kalo mancingnya sukses, ikannya dibakar diasap atau dibakar di api unggun. Gak ada deh yang ngalahin enaknya ikan segar yang ditangkap sendiri.

mökki

kayu bakar untuk sauna

Sementara kalo musim dingin kegiatan di mökki masih seputar sauna-saunaan juga. Tapi nih, yang bikin seru…saunanya diselingi sambil guling-gulingan di salju atau nyebur ke avanto, semacam lubang besar di sungai atau danau yang membeku. Tentunya tanpa pake baju ya, inget dong, saunaannya harus sambil telenji.

“Loh…di liat orang dong?” Gue pernah bertanya

“Ya gak bakal ada yang liat juga kaleee” jawab Mikko. “Mökkinya kan di tempat terpencil dan terisolasi gitu. Gak ada tetangga, gak ada orang di sekitarnya. Justru itulah kenapa orang sini suka banget ke Mökki. They want to be alone so they can act as crazy as possible”

“Tapi udah gila apa yaaa? Dingin-dingin gitu keluar sambil telanjang. Nyebur ke air es pula?” Gue pernah berseru ke mertua.

Justru enaaaak. Jawab beliau. Pergantian panas dan dingin begitu justru bikin badan segar dan sehat. Begitu katanya.

Katanya yaaaa….

Karenaaaaaa….gue ini sebenarnya belom pernah ke mökki, sodara-sodara. Cucian deh yaaaa.

berendem di avanto

Kami gak punya mökki, mertua pun gak punya, jadi satu-satunya pilihan adalah cari mökki sewaan. Tapi Mikko gak tertarik sama kegiatan memondok ini. Membosankan, katanya. Gak ada yang bisa diliat. Padahal gue pengeeeeeeen bangeeet ngerasain liburan yang kembali ke alam seperti itu. Biar berasa jadi orang Finlandia getoooo.

Yakin mau? Tanya Mikko.

Kebanyakan Mökki masih belom pada pake listrik. Gak ada cerita nonton tivi, apalagi internetan. Dan pada umumnya juga, di dalam mökki gak ada WC karena WCnya di luar, itu pun dalam bentuk yang masih primitif banget. Mau pipis sambil gelap-gelapan di hutan tengah malam? Begitu kata Mikko.

Mungkin aja Mikko cuma nakut-nakutin biar gue gak merengek lagi minta ke mökki. Maklum, nyewa mökkinya lumayan mahal juga. Belon lagi harus nyewa mobilnya karena ke tempat sepi begitu pastinya gak ada kereta atau bis. Cuma mau pipis di rumput sambil digigitin nyamuk kok harus repot banget sih? Begitu pikir Mikko.

Padahal mah…kalo lagi di Indonesia doi mau banget bersusah payah ke tempat-tempat terpencil. Tersasar-sasar di hutan, numpang tidur di kantor polisi, naik PELNI kelas ekonomi.

Bang, awas digigit nyamuk,bang. *kasih autan*

TES DOMPET JATUH

Ini baru gue baca di koran. Ada yang baca artikelnya?  Ini salah satunya dari dailymail: http://www.dailymail.co.uk/news/article-2430530/Helsinki-worlds-honest-city-Lisbon-lost-wallet-test.html . Singkatnya, ada sebuah eksperimen sosial yang dilakukan di 16 kota di berbagai negara. Tim peneliti menjatuhkan 12 dompet  bersisi uang di kota tersebut dan menghitung berapa banyak dompet yang kemudian dikembalikan. Helsinki menduduki peringkat pertama sebagai “kota paling jujur”. 11 dari 12 dompet kembali ke tim peneliti dalam keadaan utuh.

Penduduk Finlandia memang terkenal dengan kejujurannya makanya tingkat korupsi di sini mendekati 0% saking politikusnya jujur-jujur banget. Kejujuran ini terlihat dari hal-hal kecil yang kadang sepele banget. Misalnya suatu hari gue bilang ke Mikko  ”Aku gak punya buku tulis, nih. Mau dong satu notes book dari kantor suami”

“Beli aja sendiri di toko buku karena kalo aku ambil dari kantor itu artinya mencuri”

Cerita temen-temen lain curhatnya juga sama…suaminya satu tipe jugaaaa… Ada yang gak mau pake telepon kantor buat nelpon istrinya, ada yang gak mau ambilin pulpen dari kantor, apalagi kalo membujuk suami Finlandia untuk bolos kantor biar bisa pacar-pacaran….GAK BAKAL MAU!!!!!

Gue sendiri pernah beberapa kali ketinggalan hape selama di sini. Alhamdulillah selalu balik lagi karena ada yang nemuin dan kemudian ditaro di bagian lost and found.

Temen gue yang orang Maroko pernah bilang “I hate almost everything about this country, but for this one particular thing, I have to give my respect. The people in here are so honest, you don’t have to worry about people stealing your stuffs”

“Kalo emang apes kecurian….pasti pencurinya ORANG ASING” begitu doi menyimpulkan yang bikin gue ketawa terkikik-kikik.

Kembali ke tes dompet jatuh, gue cukup terkejut melihat peringkat nomer dua-nya dipegang oleh Mumbai.

Mumbai gitu loh. Yang rasa-rasanya lebih kumuh dari Jakarta.

Untuk Jakarta sendiri gue sering berpikiran “Belon jatoh aja dompet udah ilang. Apalagi kalo jatoh???”

Tapi melihat Mumbai passed the test with flying colors jadi penasaran juga ya? Apa jadinya kalau tes yang sama dilakukan di Jakarta? Mungkinkah kita masih punya harapan?

BUKAN SKANDINAVIA

Ini pengetahuan yang lumayan baru buat gue. Dulu-dulu gue selalu mikir kalo Finlandia itu termasuk negara Skandinavia. Ternyata BUKAN!

Jadi, berdasarkan definisi yang sebenarnya, Skandinavia itu mengacu pada kelompok negara yang memiliki latar belakang sejarah dan akar bahasa yang sama. Negara-negara ini adalah Denmark, Swedia dan Norwegia. Ketiga negara ini dulunya merupakan teritori bangsa Viking dan kabarnya bahasa mereka mirip-mirip sehingga bisa saling ngerti satu sama lain. Kaya Indonesia-Malaysia gitu mungkin, ya.

Islandia sebenarnya juga memiliki akar bahasa yang berdekatan dengan ketiga negara tersebut, karena itu, Islandia pun bisa juga dimasukkan ke dalam kelompok negara Skandinavia.

Tapi kalo Finlandia, beuuuuuuhhh…beda sendiri bahasanya. Kagak ada mirip-miripnya sama negara tetangga. Dan entah kenapa, bangsa Viking dulu itu invasinya gak sampe ke Finlandia. Padahal kan tinggal ngesot dikit aja dari Swedia. Kenapa ya? Kebanyakan hutan kali ya di sini?

Karena itu, seharusnya Finlandia tidak bisa disebut sebagai negara Skandinavia.

Tapi berhubung secara geografis emang satu daerah, istilah Skandinavia ini suka interchangeably dipakai juga sebagai istilah untuk mengelompokkan negara-negara di area eropa utara.

Walaupun begituuuu…orang Finlandia sendiri gak pernah memakai kata Skandinavia untuk menggambarkan negaranya. Nordic (atau Nordic countries) adalah istilah yang lebih tepat untuk menjelaskan di  kelompok mana negara ini berada.

PENDIDIKAN

Satu lagi yaaa….yang satu ini pasti udah pada tau deh. Kalo gue nyebut Finlandia, pasti pernah denger deh tentang prestasinya di PISA studies sebagai negara dengan kualitas pendidikan terbaik. Udah bosen lah ya kalo ngomongin itu…di wall facebook gue banyak banget seliweran artikel dengan topik yang begitu-begitu lagi. Zzzzzzzzzz….

Tapi ada satu hal yang sampai saat ini terpatri di otak gue. Sayang sekali gue gak nemuin artikel yang pernah gue baca dan bikin hati gue tersentuh itu, tapi kira-kira di artikel tersebut tertulis begini:

“Ketika kami dibilang sebagai yang terbaik menurut PISA study, kami cuma tertawa, ah,..ini pasti suatu kesalahan, pikir kami. Ketika kami tiga kali berturut-turut di posisi pertama, baru kami mulai berpikir “We must be doing something right here and we shall continue”

Nah, di sini aja gue udah terharu. Orang-orang sini memang terkenal rendah hati, bahkan bisa dibilang minderan dan gak percaya diri. Makanya dibilang jawara satu bukannya bangga malah gak percayaan.

Tapi yang bikin gue hampir netesin air mata waktu tokoh dalam artikel tersebut berkata:

“Ketika Finlandia melakukan reformasi sistem pendidikannya, tujuanmya bukan untuk menjadi yang terbaik. Yang sebenarnya jadi tujuan adalah memberikan kesempatan bagi SEMUA ORANG  untuk mendapatkan pendidikan. EQUALITY, itu lah yang kami inginkan, bukan kompetisi”

Sejak saat itu gue pun say no to private schools dan say yes kepada sekolah rakyat, dimana semua orang bisa masuk tanpa pandang bulu, gak perlu pake tes-tesan segala, gak pake beda-bedain tingkat sosial, kecerdasan dan lain-lainnya.

Easier said than done pastinya. Kalo gue tinggal di Jakarta, apa gue mau masukin anak-anak ke sekolah negri yang rumornya terlalu academic oriented itu? Mungkin enggak.

Mau masukin sekolah swasta yang katanya lebih well-rounded education? Mungkin gak ada duitnya.

Idealnya ada beberapa hal yang harusnya gak boleh dikomersialisasikan. Salah satunya pendidikan. Tapi keadaan di Jakarta saat ini cukup bikin gue bingung untu menarik batas antara “mahal demi kualitas” dan “mahal karena komersial”

Indonesia memang bukan negara sosialis seperti Finlandia, jadinya ide untuk menyamaratakan fasilitas buat semua orang mungkin bakal susah diterima. Tapi, selama sekolah swasta tumbuh subur, tetap bakal ada gap antara si miskin dan si kaya dimana cuma yang punya duit yang dapet akses ke pendidikan yang baik. Tapi kalo mau ngandelin pemerintah doang….ya sudahlah….gak usah dibahas ini mah…

Masalah yang pelik amat ini ya, bikin gue jadi ngantuk.

Segini dulu aja serba-serbinya, lain kali gue tulis hal-hal lainnya yang gue anggap cukup menarik di sini. Termasuk hal-hal yang sangat trivial seperti wafer kesukaan gue di sini yang kayanya wafer terenak sedunia buat gue. Atau fish and chips murah meriah di Hesburger yang lebih garing daripada keluaran Hard Rock Cafe atau Fish n Co.

Dan satu peringatan….gak usah percaya-percaya banget sama tulisan gue. Gue sendiri gak yakin yang gue tulis bener semua. Banyaknya sih cuma denger sana sini atau dikira-kira aja sendiri. HAHA.

Yang punya cerita-cerita menarik lain tentang Finlandia feel free to share here ya.


sami sudah bisa melucu

$
0
0

Tadi pagi lagi-lagi Kai mewek ke gue karena abis dipukul Sami. Si adek ini memang sekarang hobi banget pukul-pukul abangnya, sementara si abang suka sekali mengadu ke äitinya.

“Huhuuuuu…aku dipukul Sami äitiiii. Sami harus dimarahin”

Gue yang waktu itu lagi sibuk lipet-lipet cucian cuma bisa he-eh he-eh aja dengernya.

“Äitiiiii….ayooo marahin Sami. Kalo Sami pukul harus dimarahin dong, äitiiiiiiiiii” Kai mulai ngambek merasa dicuekin.

Eh, tiba-tiba terdengar Samiun berteriak-teriak sendiri di kamarnya

“Heiiii…anan pukuw-pukuw. Ndak oweh pukuw Tai. Anan pukuw-pukuw Tai. Anan! Ami ndak oweh pukuw Tai! “

(Heiii, jangan pukul-pukul. Gak boleh pukul Kai. Jangan pukul-pukul Kai. Jangan! Sami gak boleh pukul Kai!”

Kemudian anaknya pun keluar dan dengan muka serius berkata

“Udah äitiiiii……Ami udah dimawahin. Anan mawahin Ami agi yaaa”

(Udah äitiii, Sami udah dimarahin. Jangan marahin Sami lagi yaaa)

Kalo udah begini gimana äitinya bisa marah coba? Yang ada malah susah nahan ketawa.

20130928-232718.jpg

 

20130928-232759.jpg


dua tahun samiun

$
0
0

Kalo diperhatiin, sepertinya gue jarang bercerita tentang Sami di sini. Bukannya mau pilih kasih, tapi Sami memang sering kalah suara sama Kai yang anaknya jauh lebih bawel dan banyak aksi. Anak-anak seperti Kai tampaknya menghasilkan lebih banyak cerita. Sementara Sami si anak anteng, biarpun gak sering disebut-sebut di blog ini, sebenarnya lebih sering peluk-pelukan sama äiti di dunia nyata.

September yang lalu Sami ulang tahun yang ke dua. Seperti biasa äiti bikin muffin, beli lilin dan pagi-pagi kami semua bernyanyi selamat ulang tahun untuk Sami. Niat mau bikin pesta kecil-kecilan bareng temen kembali batal. Biasalah, kemalasan melanda. Insya Allah tahun depan ya, nak.

Secara umum Sami masih jadi anak yang anteng, gak terlalu bawel ngomong tiada henti, gak juga terlalu hiperaktif. Kadang gue merasa Sami ini lebih dewasa dibanding abangnya. Sami lebih mandiri, lebih berani, lebih tenang, lebih percaya diri dan konsentrasinya juga lebih tinggi. Coba deh kasih lego atau seperangkat mainan kereta buat Sami, anaknya bisa betah main sendirian berpuluh-puluh menit. Beda sama Kai yang senantiasa selalu butuh perhatian, butuh ditemenin, butuh main bareng, paling gak bisa sendirian dan gampang frustasi dalam mengerjakan aktivitas motorik halus. Singkatnya, ngangon Sami lumayan gampang.

Tapi ada juga masa-masa gue ngerasa Sami ini good boy gone bad. Di usianya yang dua tahun ini Sami tumbuh jadi anak yang sangat keras kepala. Kalo lagi ada maunya anak ini susah sekali didistraksi. Dan kalo jurus mengancam atau menakut-nakuti umumnya berhasil buat Kai, untuk Sami kedua jurus tersebut sama sekali gak berguna.

Misalnya ketika gue suruh anak-anak bersiap untuk pergi, sering gue keluarkan ancaman: “Yang gak mau ganti baju boleh di rumah aja gak ikut äiti”. Biasanya Kai langsung terbirit-birit memakai snowsuitnya sementara Samiun tetap asik sama mainannya pura-pura gak denger omongan äiti.

“Sami mau pake baju?”

“Ndak”

“Sami gak mau ikut pergi?”

“Ikut”

“Ayo dong sini pake baju”

“Ndak. Sami mau main mobiw duwu….bbbbrrrrrm….bbrrrrrmmmm”

Biasanya masalah selesai kalo gue ijinkan dia memegang mainannya sementara gue memakaikan bajunya. Tapi kadang susah juga kalo mainan yang lagi didemenin ukurannya segede gaban.

Di malam hari masalah gue lain lagi. Nidurin dua anak ini cukup bikin otak gue korslet. Susahnya minta ampun bikin dua bocah berbaring tenang di tempat tidur tanpa loncat sana sini, saut-sautan dan ujungnya berantem.

“Udah deh….kamar ini cuma buat tidur. Yang masih mau main, mau ngomong, mau loncat-loncat silahkan keluar” begitu ancam gue.

“Kai mau tidur…Kai mau tidur. Gak mau keluar äiti…maaf yaaa…Kai tidur yaaa” si anak sulung langsung panik

Si anak bungsu seperti biasa masih asik sendiri, cuek sama omongan äitinya.

“Sami masih mau nyanyi? Mau main? Mau dorong mobil? Ya udah….di luar aja sana ya”

“Okei bows” anaknya menjawab

“Bener mau keluar?” Gue coba buka pintu untuk menegaskan dan si anak kecil pun ngeluyur ke luar kamar sambil menggotong mainannya.

“Ngeeeeeng….ngeeeeeeeeeng…Sami lagi nyetir mobiw. Tuuut…tuuut” terdengar suara Sami asik bermain di luar. Bikin Kai jadi panas dingin mendengarnya.

Diam-diam gue matikan beberapa lampu biar suasana di luar kamar jadi remang-remang. Suasana yang pasti bikin Kai kelabakan, tapi tampaknya gak punya efek untuk Sami.

Gue coba matikan seluruh lampu biar ruangan jadi gelap gulita, mau liat reaksi anaknya.

“Huwaaaaaaaaaaaaaaaaa” terdengar anaknya protes. “Yeeesss” gue pun berseru, kesel juga dari tadi dicuekin Sami.

Klik, terdengar suara saklar lampu ditekan. “Anan matiin wampuuuuuuu” Samiun berteriak. Sialaan, gue lupa kalo si bocah udah bisa nyalain lampu.

Mau gak mau harus main paksa membawa Sami kembali ke kamar. Anaknya protes, marah, nangis-nangis, tapi biasanya langsung mereda begitu dipeluk dan disayang-sayang. Gak pake lama anaknya pun tertidur. Fiuuuuuuh.

Sebetulnya Sami memang paling suka tidur sambil dikelonin, tapi saat ini gue ingin melatih Sami supaya bisa tidur sendiri. Dua mingguan ini cukup berhasil sih, anaknya bisa tertidur sendiri gak pake nempel di ketek äiti. Tapi ya teteup….kalau Sami terbangun tengah malam gue terpaksa hijrah ke kamarnya dan kelonan berduaan. Setengah jam pertama sih masih enak, tapi kelonan sampe pagi bikin gue pegel-pegel. Jadi resmi sudah…4 tahun sudah gue gak pernah tidur nyenyak. Kenapa sih Sami masih suka bangun tengah malam, nak?

Masalah lain yang juga semakin berat adalah mendisiplinkan Sami. Anak ini sungguh suka bertindak seenak hatinya saja. Satu sisi percuma marah sama Sami karena anaknya cuek bebek seakan gak peduli, di sisi lain memang sulit sekali marah sama Sami karena anak ini bisa bikin dosa sambil tersenyum seperti malaikat.

Misalnya saat ini Sami suka sekali memukul. Entah lagi marah, sedih, seneng atau gemes tangannya bisa tiba-tiba melayang “Plaaak” mendarat di muka orang lain.

“Samiiiii. Gak boleh pukul-pukul” Suara gue meninggi

“Maaf äiti” kata anaknya tersenyum sambil memeluk dan mencium gue bertubi-tubi. Jelas hati gue langsung luluh dibuatnya. Dan semenit kemudian kejadian lagi “Plaaaaaaaak”, muka gue kembali jadi korban pukulan Sami.

Masalah disiplin akan barang pun masih sulit sekali diajarkan ke Sami. Gue suka merasa Sami ini pemalas,…atau mungkin terlalu cerdas. Dia tau pada akhirnya pasti gue juga yang mungutin barang-barangnya yang berceceran. Strateginya pun sama, pura-pura gak mendengar tiap kali gue perintahkan untuk menaruh mainan/baju/sepatu/topi/sarung tangan pada tempatnya. Kalo gue udah mulai marah anaknya tersenyum manis, minta maaf dan peluk-peluk mesra….untuk kemudian ngacir lagi tanpa menjalankan perintah äiti. SAMIUUUUUNNNNN!!!!!!!!!!!!!!

Makanya waktu pulang kampung ke Jakarta kemarin Sami dapet nama kesayangan baru dari Oma-nya. Si “Ondak” karena setiap dikasih perintah pasti jawabnya “Ondak”

“Makan yok”

“Ondak”

“Mandi yok”

“Ondak”

“Sami sini dong”

“Ondak”

Sekalian aja dong ya kita panggil anaknya si Ondak.

“Ini si Ondak ya? Halo Ondak….lagi ngapain Ondak?”

“Utaaaan….Ini utan Ondak”

“Lho? Ini bukan si Ondak? Jadi ini siapa dong?”

“Ami”

“Sami siapa?”

“Eehhh…ehh….Amiun”

Tapi coba kalo kita panggil dia Samiun. Anaknya tetep protes

“Ini utan Amiun. Ini Ami aja” Begitu jawabnya hingga dua minggu lalu. Sekarang ini jawabannya udah semakin keren

“Siapa ini”

“Sami”

“Sami siapa namanya?”

“Sami Satiya Mawtinen”

Tepuk tangan dong buat anakku Sami *plok plok plok plok*

Cerita lainnya,…alhamdulillah Sami makannya gampang, makannya juga udah makin rapih, gak terlalu banyak berceceran, paling suka makanan berkuah dan seperti orang Indonesia sejati kuahnya dihabiskan dengan cara ditenggak langsung dari mangkoknya. Ajaran siapa ya ini? Äiti sama isi gak pernah begini deh kayanya.

Selain itu, sampai saat ini perkembangan bilingualismenya juga membahagiakan. Sepertinya sih bahasa Indonesianya sedikit lebih lancar, tapi Sami juga gak pernah bermasalah dengan bahasa Finlandia. Malah, menurut isinya, Sami lebih sensitif terhadap perbedaan aturan dan grammar dibandingkan Kai. Sami sudah mulai berbicara dengan menggunakan present tense, past tense dan genitive format.

Berbeda dengan Kai yang tidak terlalu suka sentuhan fisik, Sami suka sekali peluk-pelukan, ndusel-nduselan dan cium-ciuman. Bangun pagi belum lengkap kalo belum dicium Sami sampai muka basah. Jemput ke daycare pasti disambut dengan pelukan erat dari Sami. Dan pastinya kalo malem cuma mau tidur sambil kelonan sama äiti.

Terhadap Kai, Sami masih mengganggap Kai lah idola utamanya. Apapun yang Kai lakukan pasti Sami mau ikutan juga. Walopun kalo lagi bad mood semua perkataan Kai pasti dibantah sama Sami.

“Liat äitiiiii….itu pesawatnya besaaaar” kata Kai

“Ndaaak…Keciiiilll..pesawatnya kecil” Sami membantah

“Aiti nyanyi nina bobo dong”

“Ndaaaaaaak….nyanyi bintang kecil….bintang kecil aja”

“Kai mau duduk situ”

“Ndak boweeeeeeeeh…Tai ndak boweh duduk situ”

Tinggal tunggu aja deh mana yang nangis duluan. Dua anak ini memang sekarang sering sekali kelahi.

Yang pasti sih, dibalik berantem-berantemnya Kai dan Sami, gue tetap tau mereka juga saling sayang. Kai selalu khawatir kalo Sami gak ada di dekatnya. Sami selalu mencari-cari kalau Kai lagi dibawa pergi isinya. Dan sekarang ini mereka udah bisa kompak main berduaan berjam-jam lamanya. Eerr….gak juga deng, paling cuma satu dua jam maksimal. Tapi lumayan banget lah buat ortunya ambil nafas.

Rapor dari daycare menyebutkan kalo perkembangan Sami sesuai dengan usianya, a happy kid yang sering tersenyum, senang bermain lego, pintar makan dan tidur siangnya pun bagus. Yang harus dilatih adalah keterampilan-keterampilan yang akan membantu Sami lebih mandiri lagi , seperti melatih Sami memakai dan membuka baju, sepatu dan jaketnya sendiri. Nanti kita coba ya, nak.

Semoga Sami tetap jadi anak yang bahagia dengan senyum manisnya yang selalu mengembang. Dan sampai kapanpun äiti dan isi akan tetap senang dijadikan objek peluk-peluk dan cium-ciumnya Sami.

Biarpun udah terlambat, tapi äiti ucapkan sekali lagi ya…

selamat ulang tahun anakku sayang…

IMG_1830 IMG_3164 IMG_3033 IMG_3187 IMG_3913

20131102-090301.jpg

20131102-090423.jpg

20131102-090446.jpg

20131102-090401.jpg



menikah di usia matang

$
0
0

sawo kali mateng…

abis membaca komennya Diana yang menyebut-nyebut umur tuir jadi teringat obrolan dengan beberapa teman. Adalah temen gue di sini, sebut saja namanya Rizal. Beliau ini tiba-tiba mengeluarkan teori kalo cewe-cewe yang nikah dengan bule sini umumnya yang sudah berumur 30an.

“Iya, kan? Liat aja kalian ini” begitu katanya ke gue dan Rahma

“Maksud loooo, Jaaaal?” bibir gue langsung nyinyir dua senti.

“Siapa coba yang nikah sama orang sini dan umurnya masih 20an?”

“Igh,… banyak lagi”

“Siapa?”

Nantangin nih Rizal

“Ayu….trus….hmmm….Ayu….trus….hmmmm…Ayuuuu sama…errrr…siapa lagi ya?”

Merasa terdesak otak gue jadi buntu. Pokoknya mah banyak lagi Jaaaaaal, gue cuma lagi lupa aja waktu itu.

Tapi obrolan dengan Rizal ini jadi mengingatkan gue akan percakapan lainnya dengan Mikko. Waktu itu gue mengusulkan ke Mikko kalo dia harus mengenalkan teman-temannya ke gue supaya kita punya common friends, lebih bagus lagi family friends. Biar gue juga bisa lebih bergaul sama orang sini, kan?

Tapi memang masalahnya temen-temennya Mikko masih single semua. Belon ada yang kawin apalagi punya anak. Malah ada beberapa orang yang baru aja putus cinta.

“Kasian ya temenku, breaking up from their girlfriend and boyfriend. They are still far away from getting married. Malah mungkin gak tertarik “

“Abisnya belum ketemu pacar yang seperti aku sih” kata gue jumawa sambil mengibas-ngibaskan rambut

“Meaning….desperate?”

Ini kok sepertinya suami sendiri malah sepakat sama teorinya Rizal. Si suami memang sering menggoda, seandainya dia melamar gue beberapa tahun lebih cepat pasti gue akan menolaknya. Ya maklum, sempat ada masanya gue terpatok sama prinsip cinta produksi negri sendiri. Tapi sebenarnya, yang bikin gue setuju dinikahi si bule kan lamarannya yang dahsyat di pinggir pantai Ohoidertawun itu. Bukan karena desakan umur.

Jadi ngerti yaaaa….”matang” jangan lantas diartikan “desperate”. Tapi ya emaaaang….jaman belon kawin itu mokal banget kalo dapet pertanyaan “Kapaaaaan?”

Eh tapi….hmmm….diem-diem gue “agak” setuju sih dengan observasinya Rizal. Banyak wanita-wanita (Indonesia) matang yang akhirnya menemukan jodohnya di luar negri. Katanya sih udah keabisan stok di Indonesia. Sepertinya ada pendapat kalau pria Indonesia lebih suka dengan wanita yang lebih muda, karena itu wanita single yang sudah cukup berumur dianggap kurang potensial sebagai calon istri. Katanya juga, pria Indonesia lebih mudah terintimidasi dengan senioritas umur dan/atau jabatan. Semakin dewasa si wanita, semakin bagus karirnya, semakin banyak juga pria yang terintimidasi dan akhirnya jadi sulit cari pasangan hidup.

Benar? Atau Salah?

Silahkan berpendapat di kolom komen yaaaa…


rizalle, nanalle ja anopille

$
0
0

Terimakasih sekali buat Nana dan Rizal yang berbaik hati menemui gue seusai sekolah di Pasila untuk sekedar ngucapin selamat ulang tahun (dan nemenin gadis Kerava ini menunggu kereta menuju rumahnya di ujung berung).

Dan juga buat mertua yang menyempatkan diri dateng ke rumah sore-sore untuk menyematkan buket bunga mawar di pintu masuk.

It gives me such a warm feeling in this cold, rainy day.

Sekarang tinggal tunggu suami yang udah janji pulang kerja mau bawa kue Daim. Ukuran jumbo!


merekam hari ini

$
0
0

Sebenernya sempet lupa kalo lagi ulang tahun, apalagi karena tadi malem Sami tidurnya jelek banget, tiap sepuluh menit kebangun terus. Paginya gue sukses teler.

Baru teringat pas dibangunin suami dan dikasih ciuman ulang tahun. Horeee…ulang tahun…harus jadi hari super spesial.

Pengennya kalo ulang tahun dibiarin tidur sampe siang tapi Mikko minta dibantuin nyiapin anak-anak ke daycare jadi terpaksa gue bangun dalam keadaan teler. Pas lagi ganti bajunya Sami baru terjawab kenapa Sami gak tidur nyenyak tadi malam. Sebelum tidur gue minta Mikko untuk mengganti popoknya Sami, tapi mungkin Mikko lagi melamun karena doi memakaikan popok baru tanpa melepas popok lama yang udah penuh. Jadilah Samiun popoknya dobel. Pantes aja anaknya jadi gak nyaman. Kalo dipegang dari luar memang terasa kering, tapi begitu dibuka popok lamanya udah meruah-ruah penuh air kencing.

Igghh…aku jadi bete sama suami. Kasian Sami kan…kasian gue juga yang ikutan gak tidur semaleman.

Trus, mana ini kue ulang tahunku? Atau bunga? Atau kado?

Sebenernya udah dapet early birthday present yang dibeli di Stockmann Hullut Päivät bulan kemarin, tapi kan gue berharap ada hadiah tambahan dong. Ngarepnya juga hari ini suami turun tangan bikin rumah jadi kinclong, namanya pun Sri Paduka Ratu lagi ulang tahun kan, gak boleh kerja sedikit pun. Tapi suami beralasan dia harus cepat-cepat kerja, jadi, wuuussss….doi berlari mengejar kereta meninggalkan gue di rumah kandang ayam.

Siangnya dapet kabar kalo Rizal dan Nana mau nyamperin gue untuk ngucapin selamat ulang tahun. Aaaaaawwww…tiba-tiba hatiku hangat.  Pulang sekolah ketemu dua orang itu di Pasila. Cuma 15 menitan aja sembari nunggu kereta pulang, tapi itu pun udah bikin gue seneng bukan main.

Birthday is a mega big deal for me. Tapi yang tau ini cuma Mikko aja, sama orang lain gue mah stay cool pura-pura cuek. Jadinya, kalo ada orang lain di luar keluarga dan temen deket yang inget ulang tahun gue, plus meluangkan waktu untuk ngucapin langsung, for me it’s something special.

Pulang ke rumah ada seikat besar buket mawar tercantol di depan pintu. Ucapan ulang tahun dari mertua.

Aaaaaaawwwww….hari yang kelabu ini tiba-tiba jadi terasa indah sekali.  Gue jadi penuh harapan kalo hari ini memang bakal spesial. Langsung sms suami ingetin buat pulang bawa Daim cake. Takut doi lupa.

Dan suami pun pulang membawa kue yang salah.

“Gak ada Daim cakenya. Adanya ini, Daim Mousse”

Gak mungkiiiiiiiiin. Kemaren gue liat ada kok di supermarket. Banyak!

Sambil ngambek gue bergegas ke supermarket membeli kue ulang tahun buat diri sendiri. How sad.  Air mata gue sampe banjir saking sedihnya. Suami gimana sih? Masa masih gak tau kalo I make a very very very BIG DEAL about birthday. Kecewa banget tauk kalo hal sepele gini aja suami masih salah juga.

Dan bener kan. Daim cakenya ada tepat dibawah Daim Mousse yang salah beli itu. Tadi suami carinya pake idung apa gimana siiiiiik?

Sampe rumah lagi Mikko ngajak damai. Berhubung udah seneng mau makan daim cake gue pun rela memaafkan beliau.

Sebelum potong kue kami makan malam dulu. Gue kok lagi kepingin banget makan sambel? Buru-buru deh bikin sambel terasi sama tahu goreng. Sambelnya pedeees luar biasa karena pake rawit, tapi malah bikin nagih. Cuma makan tahu sama sambel aja kok hati gue jadi riang gembira? Segala masalah hati kayanya bisa diobati dengan makan sambel. Perasaan galau dan kecewa langsung hilang goodbye sayonara.

Abis itu acara tiup lilin. “Gimana ini, sayang? I don’t have enough candles for your age. This is getting more and more difficult each year” Emang sepertinya suami minta dikarate, ya?

Di kemasan lilinnya ada gambar putri-putrian.

“Prinsessa” Kata Kai. “Buat siapa lilin prinsessa-nya?”

“Äitille, koska äiti on meidän prinsessa”

Buat äiti, karena äiti kan tuan putri kita, begitu jawab Mikko.

Haiiiisssshhhh…..bisa aja nih suami colongan ngegombal.

Kai dan Sami bernyanyi paljon onnea vaan, tiup lilin sama-sama, trus kami semua menikmati daim cake yang belakangan ini jarang banget dibeli berhubung äiti (niatnya) lagi diet.

Sekarang tinggal sakit perutnya aja kebanyakan makan sambel.

Not really a bad birthday afterall. Dan masih ada penantian untuk bulan Desember, acara reunian sama April dan Putri lagi seperti tahun kemarin. Kali ini di Paris. Oooh la laaaa….

Hadiah ulang tahun kali ini memang tiket ke Paris. Sekali lagi gue dikasih me time 4 malam pergi sendirian buat bersenang-senang with my girlfriends. THANK YOU, THANK YOU, THANK YOU suamiku tercinta.

PS: vacuum cleaner memutuskan untuk isdet hari ini. Oh, well…..

Mengutip ucapannya Tessa: Selamat hari brojol, Rik!


suami masak tuna pasta

$
0
0

“What did you guys eat today?” gue bertanya ke Mikko yang seharian kemarin bertugas jaga anak sementara gue sekolah dan lanjut latihan gamelan.

“I made tuna pasta today….”

“…and then…when we were eating it, I was like…’hmmm, there’s something missing here’. Ooohh…I FORGOT THE TUNA!”


seinfeld, friends atau keong?

$
0
0

Kayanya kok susah banget cari kegiatan yang bisa dikerjakan bareng Mikko? Abisnya selera kami hampir selalu beda untuk segala hal. Nonton serial TV aja akhirnya sendiri-sendiri di depan komputer karena Mikko suka Seinfeld sementara gue lebih milih nonton, misalnya, Friends.

“Seriously, deh. I don’t really get Seinfeld. What’s so funny about it?”

“How come you don’t like Seinfeld? It’s very smart.  It’s probably the best comedy ever.”

“Maybe to you. But I don’t think it’s THAT funny”

“Eh, did you watch that episode about the soup nazi? ‘No more soup for you’ Maaaan….it was hilarious”

“Ehmm…lucu sih, tapi gak segitunya juga kaliiii. I like Friends a lot better”

“Hmm…Friends ya? Maybe the first season was quite good but then it became too mainstream. Tried to please everybody. You’re not good anymore when you do that, you don’t have that edge that makes you special”

“Whatever. But the fact is, Friends is the most popular sitcoms ever. EVAAH. It must mean something. It’s probably the same as saying it’s the best sitcom ever”

“Keong Racun is very popular, do you think it’s a good song?”

“Lhooo….kok KEOOOOOOOOONG siiiiiiiiiiih?”

Gara-gara si keong gue pun langsung keok berdebat, udah keburu ngakak duluan soalnya. Si keong ini kok sering sekali muncul dalam pembicaraan kami?


Viewing all 217 articles
Browse latest View live