Quantcast
Channel: punyanya rika
Viewing all 217 articles
Browse latest View live

blog favorit: banyak kali cakapku

$
0
0

Gue pernah cerita kan, kalau salah satu blog ter-ter-ter-favorit gue adalah blognya April, temen gue sejak jaman kuliah. Selain orangnya yang super kocak tulisan April juga selalu sukses bikin gue terhibur. Seperti hari ini gue baca tulisan April tentang Path dan Facebook yang sangat spot-on dan akurat.

Seperti gue kutip dari tulisannya April:

…apa dosa ph dan fb?

Gue ngerasa gak fair. Gak fair karena gue harus ngeliat sepotong status orang di halaman gue, tanpa penjelasan apapun. Misalnya ada yang nulis:

“Back to zero. My heart aches but my mind numb becaus of you.” 

“Di tengah keramaian, tapi merasa sendiri.” 

“Tidak ada pertemanan sejati, hanya ada kepentingan sejati”.

Whaattt? Ada apaaa? Tolong jelaskan? Lo putus? Lo berantem? Sama siapa? Tapi tentunya, karena ini micro blog, bukan blog, jadi dengan lapang dada dan legowo, gue harus menerima kalau setiap hari gue bisa baca ratusan posting YANG HANYA  MENCANTUMKAN JUDUL dan lupa menuliskan beritanya. That, my friend, drives me crazy.

Embeeeeerrrr…kenapa sih ada banyak bro dan sis di luar sana yang suka mancing-mancing minta ditanya? Kalo mau curcol mah silahkan aja atuh langsung bikin sepuluh paragraf. Gak usah dicicil kaya KPR. Makanya, buat gue dan April, blog itu memang media paling tob. Tob buat curhat, tob buat ngintipin curhat orang lain, tob sebagai media perkepoan.

April ini memang partner paling cocok buat bergosip seputar dunia per-blog-an, alias bergosip tentang orang-orang yang kita gak kenal di dunia nyata. Gosip blog sama April mah seru banget, setiap kata, setiap kalimat akan dibahas dan dianalisa satu persatu. Cari masalah, kata suami-suami kami.

Alkisah, pada suatu hari April menemukan blog tentang hubungan percintaan dua sejoli yang terjalin lewat internet. Si pemilik blog, perempuan, kenalan dengan seorang pria di suatu situs chat yang kemudian berlanjut menjadi hubungan pacaran. Padahal telponan aja belum pernah, paling banter cuma sms-an, karena si cowo gak pernah mau ditelepon.

Kisah pertemuan mereka di dunia maya, rayuan mautnya si kang mas, sampai obrolan mereka sehari-hari dibahas tuntas oleh mbaknya di blog. Hingga suatu hari….jreng-jreng-jreng…mereka tunangan! Lamaran lewat internet tentunya. Tanggal pernikahan di tahun berikutnya pun telah ditetapkan. Cerita di blog jadi bergeser ke tema wedding preparation. Mulai dari cari-cari venue, desain undangan, model kebaya, dll.

Gatel banget kan? Jadi kepengen komen kan?

Karena gak tahan April pun menuliskan komen pertamax di blog tersebut:

“Mbak, apa gak sebaiknya ketemuan aja dulu?”

Komen gue lantas menyusul

“Iya, bener. Teleponan aja kan belum pernah, di internet banyak orang iseng, loh”

Dan besoknya blog tersebut gak bisa diakses. Di-private sodara-sodara! Apes daaaaaah. Hiburan kami berkurang satu.

Setelah itu gue dan April kapok kasih komen-komen kepo di blog orang, tapi urusan ngepoin blog orang mah jalan terus. April juga yang menemukan blognya dinda dan kanda. Ibu-ibu jempol pasti tau deh, terutama Dhira. Blog temuan April memang suka ajaib, hihihihihi.

Anyway, kembali ke blog favorit gue, alias blognya April, gue udah minta izin sama April buat mengumumkan alamat blognya tersebut, dan demikianlah sodara-sodari, saya persembahkan:

banyakkalicakapku.wordpress.com

Enjoy!

:



cerita sedih samiun

$
0
0

Tadi waktu Sami mau pipis sengaja gue ajak ngobrol supaya pipisnya gak keburu ngucur sebelum masuk kamar mandi.

“Nah, ini dia pispotnya, pispot siapa ya ini? Warnanya apa ya?”

“Pispot Sami. Warna vihreä”

“Bahasa indonesianya?”

“Warna hijou. Tapi aku ondak suwka warna hijou. Aku ondak mau pispot warna hijou”

“Sami sukanya warna apa?”

“Aku sukaw meraaaah”

“Iya, Sami suka warna merah. Seperti pemadam kebakaran ya?

“Aku buwkan owang sampah. Aku ondak mau jadi owang buang sampah”

“Supir truk sampah?”

“Iyaaa. Supir sampah. Warna hijao seperti jaketnya. Aku ondak mau jadi supir sampah. Aku pemadam kebakaran. Tapi Samir bilang aku twuk sampaaaah”

“Samir bilang begitu? Sami bilang sama Samir kalo Sami pemadam kebakaran, bukan supir truk sampah”

“Udah biwang. Tapi Samir biwang tewus-tewusan aku supir twuk sampah. Aku ondak suka”

“Sami sedih ya?”

“Iyaaaaa”

“Ya udah, Sami gak usah dengerin omongannya Samir, cuekin aja”

“Tapi aku dengaw tewus sowalnya Samir bilang tewus-tewusan”

“Sami tutup kuping aja kalo Samir ngomong gitu lagi”

“Aku udah tutup kuping tapi Samir ngomong kenceng banget aku jadinya masih dengaw”

“Oooh, Sami udah tutup kuping ya? Ya udah, cuekin aja. Cuekin artinya Sami gak peduli. Sami diem aja. Biarin aja dia ngomong gitu, itu salah. Yang bener Sami. Sami mau jadi pemadam kebaran, bukan supir truk sampah. ”

“Aku ondak mau ke päiväkoti lagi. Aku ondak mau main sama Samir”

“Sami main sama Kai aja”

“Kai bilang sama Samir aku pemadam kebakarang. Kai tau”

“Iya, Kai baik, ya. Kai sayang sama Sami. Dia belain Sami. Belain artinya dia kasih tau yang benar ke Samir kalo Sami pemadam kebakaran, bukan supir truk sampah”

“Tapi Kai mau main sama Samir. Aku ondak mau.”

“Sami main sama yang lain aja. Kan masih banyak temennya di päiväkoti”

“Aku mau main sama Yasin”

“Nah, iya, main sama Yasin”

“Tapi Yasih mau main sama owang lain. Dia mau main ayunan sama owang lain”

“Sami ikut juga. Ikut main ayunan, ikut main sama yang lain juga”

“Owang lainnya ondak mau main sama Sami. Siapa-siapa ondak mau main sama Sami”

“Sami main sama Susanna aja kalo gitu. Susanna guru yang baik, dia pasti mau main sama Sami”

“Tapi Susanna hawus kewja. Aku jadi main sendirian aja tapi aku mau main sama teman”

Sampai di sini hati gue lumayan berkeping-keping, kok sedih banget sih cerita anak satu ini? Anak umur tiga tahun gak punya temen main mungkin sebanding dengan masalah orang dewasa yang nungguin si mbak balik tapi kok udah dua minggu gak nongol juga? Pas diperiksa kamarnya, baju-baju di lemari udah kosong dibawa pulang, eh ditambah anak sakit gak bisa titip daycare sementara besok ada presentasi penting di kantor.

Masalah Sami ini mungkin alasan kenapa belakangan ini Sami selalu ngamuk pagi-pagi “Aku ondak mau ke päiväkotiiiiiiiiiiii”. Gue dan Mikko mengira tingkah lakunya Sami itu cuma fase aja, masih kebawa-bawa hawa liburan dimana Sami bisa bareng-bareng terus sama isi dan äiti sepanjang hari. Sekarang, setelah mendengar kisah sedihnya Sami, Mikko mengusulkan kalo kami harus sedikit berdiskusi dengan pengurus päiväkoti, sekedar mau ngecek apakah Sami sering sedih karena gak punya temen seperti ceritanya.

Bisa dimengerti sih kalau ada anak yang gak mau main sama Samiun. Sami ini kan yang paling muda di kelompoknya, motoriknya masih belum sebagus anak-anak yang lebih gede jadi masih suka ketinggalan kalo main kejer-kejeran atau lompat-lompatan. Sekarang gue jadi mengerti kenapa orang sini lebih pilih anaknya jadi yang paling tua di sekolah daripada yang paling muda. Anak-anak yang lahir di akhir tahun biasanya masuk sekolah setahun lebih lambat supaya terhindar jadi anak yang paling kecil di kelas dan karenanya lebih rawan dibully.

Setelah acara curhat sambil duduk di pispot tadi Sami udah gak sedih lagi, kok. Anaknya malah menggeliting main lempar-lempar kaos kaki yang baru aja gue beli. Supaya tenang sedikit, gue izinkan Kai dan Sami makan muffin yang sebenernya disiapkan untuk sarapan. Perjanjiannya masing-masing anak boleh makan satu, tapi terus Sami ketauan nyolong satu muffin lagi dan ngotot mau makan tiga muffin karena katanya Sami lagi gak mau nurut sama äiti.

Sebelum tidur lagi-lagi Samiun bikin gue hampir korslet. Disuruh beresin lego ternyata legonya malah dicemplungin ke belakang lemari TV. Dimarahin äiti anaknya lari ke kamar mandi dan lantas ngebanting pispot, yang masih ada pipisnya karena tadi lupa dibuang, sampai pipisnya muncrat kemana-mana. Berlanjut anaknya nangis meraung-raung waktu dimandiin dan terus mukul-mukul bantal di tempat tidur karena katanya marah sama äiti. Udah? Berakhir? Beluuuum. Masih dalam rangka protes sama äiti Sami berdiri di tempat tidur dan menolak buat rebahan. Mau tidur sambil berdiri aja katanya. Pokonya apapun dilakukan asalkan gak sesuai sama perintah äiti. Udah capek berdiri tiba-tiba Sami berteriak di kuping Kai yang sebenernya udah kriyep-kriyep hampir tertidur. Kai jadi nangis deh.

Un, un, Samiuuuun. Äiti disuruh ternak macan aja deh, nak. Kayanya kok lebih gampang daripada ngadepin Sami.


indonesia, finlandia dan rindu-rinduan

Minna Canthin tasa-arvon päivä – hari kesetaraan gender Finlandia

$
0
0

Tanggal 19 Maret kemarin rupanya diperingati sebagai tasa-arvon päivä alias hari kesetaraan gender di Finlandia. Ini gue juga baru tau karena tadi dibahas di kursus bahasa. Anak rajin emang rejekinya ngalir ya, hampir aja tadi gue berniat bolos kalau bukan karena pelototan serem dari suami. Tapi sungguh gak rugi tadi gue masuk kelas karena tema diskusi hari ini adalah tentang kesetaraan. Sebuah tema yang sungguh dekat sekali di hatiku, uwooo….uwoooow…

Minna Canth (1844-1897) adalah seorang penulis perempuan yang karyanya sering dianggap terlalu kontroversial pada jamannya. Minna memang seorang pejuang hak-hak wanita dan dia senang menulis tentang hal-hal yang waktu itu dianggap tabu untuk dibicarakan. Misalnya, tentang kekerasan rumah tangga terhadap wanita. Salah satu karyanya, yang berbentuk drama, berkisah tentang seorang wanita kaya yang menikah dengan pemabuk. Karena menurut hukum pada waktu itu harta kekayaan wanita akan jadi milik suami ketika menikah, si istri kemudian jatuh miskin setelah uangnya dipakai mabuk-mabukan oleh sang suami.

Setelah drama tersebut populer di masyarakat, pemerintah Finlandia mengeluarkan peraturan baru yang mengizinkan pemisahan harta antara istri dan suami. Bisa dibilang Minna Canth ini mirip-mirip dengan Kartini kita, sama-sama berjuang lewat tulisan.

Now, let me tell you a little secret: gue ini sebenarnya a self-proclaimed feminist. Gue bilang ini rahasia kecil karena..errr…aku takut kakaq kalau diajak berdebat soal ini oleh kaum-kaum antifeminisme. Waktu lagi di Indonesia pernah gue menantang ide teman-teman yang beranggapan semua cewek ya pasti mendambakan bisa di rumah, jadi ibu rumah tangga, karena itu kan udah kodratnya perempuan. Ampun deh, hati ini langsung mendidih dengernya…tapi, begitu gue menunjukkan ketidak setujuan gue, eh, malah temen-temen yang ngomongnya jadi berapi-api. Lo feminis ya? Apaan sih feminisme? Gunanya apa sih?

Atuuuuuuuttttt.

Makanya cukup gue bilang kalo gue ini cuma self-proclaimed feminist, cuma ngaku-ngaku doang tapi secara eksyen emang nol besar dan secara pengetahuan pun masih jongkok.

Kebangkitan gue sebagai seorang feminist (ceile) dimulai ketika jadi pengantin baru. Sebagaimana yang banyak gue dengar dari cerita-cerita orang, di masa-masa newly wed keinginan menjadi istri sempurna memang membara di hati ini. Kalo menurut pakem di masyarakat istri sempurna kan yang pinter masak,  menjaga rumah selalu kinclong, rajin mencuci dan menyetrika hingga baju suami licin tanpa kerut, tak lupa penampilan selalu paripurna dari melek sampai naik peraduan. Jadilah saat itu gue menawarkan diri buat selalu masak, nyuci, dan beres-beres.

Tiga minggu jadi ibu rumah tangga, gue melihat wastafel kotor oleh bekas-bekas pasta gigi dan cukuran Mikko… dan gue pun menangis tersedu-sedu. ALLAHUAKBAAAAAAR….AKU BENCI MASAK, NYUCI DAN BERES-BERES. Apalagi kalo udah capek ngebabu terus pak suami seenaknya bikin rumah kotor lagi. Kejadian deh hari itu gue nangis sambil banting-banting barang di kamar mandi. Kzl banget mbaknya.

Berikutnya pastilah…jadi berantem sama Mikko. Berantem besar pertama kita sebagai suami istri. Sebenarnya ini bisa dihindari kalo gue ngomong baik-baik sama Mikko. Tapi gimana dong, cyiiin…waktu itu akika udah gondok banget hatinya, udah mau muntah jadi IRT ideal yang ternyata gak seindah bayangan gue, jadinya ngomong ke Mikko kudu sambil nangis dan teriak-teriak.

Abis kejadian ini gue jadi berpikir, kasian amat sih jadi perempuan, begitu menikah bebannya jadi berat banget,diharapkan ngurusin suami, rumah, belon lagi harus ngurus diri sendiri juga. Sebenernya gak ada tuntutan seperti ini dari Mikko, tapi kaaaaan…di dalam kepala gue ada tuntutan dan norma-norma masyarakat tentang bagaimana seorang istri harus berperilaku. Termasuk didalamnya tugas wajib seorang istri sebagai homemaker. Iya kalo suka, lha, kalo kaya gue yang ternyata benci banget sama urusan tetek bengek rumah gimana? Gak punya bedinde lagi. Mati kutu kan gue.

Begitu punya anak dan jadi ibu perasaan gue bahwa dunia ini tidak adil terhadap wanita semakin menjadi-jadi. Awal jadi ibu baru, gue kembali kemakan sama bayangan tentang ibu ideal. Padahal anaknya rewel, nangisnya gak brenti-brenti, nyusunya apalagi. Setiap kali Kai bangun tengah malam gue bilang ke suami “Gak, papa…tidur aja lagi. Biar aku yang urus Kai” Iya doooong. Aku kan istri dan ibu yang ideal. Biarpun ngantuk setengah mati gue gendong Kai sambil (berusaha) tersenyum penuh tatapan cinta. Tiga bulan jadi ibu baru akoh teler beuraaat. GAK BISA TIDHUUUR. Sementara Mikko kupingnya jadi kebal, Kai nangis meraung-raung ngoroknya maju terus pantang mundur. Pagi hari Mikko bangun dengan ceria sambil berkata “Waaah…enak sekali tadi malam. Kai tidurnya nyenyak, ya?” MENURUT LOOOOOOO?

Setelah konsolidasi dan koordinasi yang lebih baik, Mikko bisa juga jadi suami dan ayah yang lebih ideal. Gue bilang ke doi kalo gue gak sanggup ngurus anak dan ngurus rumah sendirian. Mau dong dibantuin. Ya pasti, curhatnya sambil bertangis-tangisan. Setahun jadi ibu baru kerjaan gue emang nangis melulu.

Tapi masa setahun kelahiran Kai itu memang masa-masa tersulit buat gue. Kai bukan termasuk bayi yang mudah. Ketergantungannya sama nenen äiti sungguh berlebihan, bikin gue gak bisa tidur, gak bisa punya me-time, dllnya. Gak heran kalo gue kurus kering dan depresi waktu itu. Yang bikin gue tambah sedih, kalau gue cerita ke teman-teman sesama ibu, kayanya kok gak ada yang simpati sama gue. Rata-rata bilang “Jadi ibu ya memang begitu”. Kok sedih amat sih kalo seorang ibu memang diharapkan untuk menderita? Ke bapaknya kok gak gitu? Dan teman-teman akan tertawa “Hahahahaha….ya beda laaaaaah. Mereka kan laki-laki”

Gue sungguh gak bisa nerima. Biarpun laki-laki tapi kan statusnya sama. Sama-sama orang tua si anak. Kenapa ibunya doang yang dituntut buat susah? Bapaknya juga dong. Tapi dalam hati aja ngomong begini. Males berdebat. Aku kan penakut.

Tapi kalo sama Mikko mah beda. Suatu hari gue bilang ke Mikko gue udah capek banget sama keadaan Kai yang nempel terus ke gue. Gue rindu hura-hura, jalan gak bawa bayi, keluar sampe malem. Bermaksud ingin menghibur Mikko berucap “Jadi ibu ya memang begitu”. Saya pun naik pitam ladies en gentlemen sekalian. NGUAMUK! Secara kan, ya, gue iri banget sama Mikko yang punya kehidupan di luar rumah, pulang kantor kadang main bola dulu sama temen, trus sering bistrip ke luar negri. Mana perkataan “Jadi bapak ya emang gitu” buat doi? Huhuhuhuhuhu…gue nangis lagi deh.

Sebenernya bukan di Mikko masalahnya. Tapi tuntutan masyarakat yang berlebihan buat perempuan dan seorang ibu yang bikin gue gak tahan. Seperti misalnya kalau mudik ke Indonesia. Tiap kali gue pulang malem buat hang-out, orang rumah bakal krang-kring-krang-kring “Anaknya kok ditinggal? Kapan pulang”. Gue bilang mau ke Bali sama temen-temen pertanyaannya “Anak-anak siapa yang jaga?” padahal kan ada bapaknya, halooooo. Bandingkan sama MIkko yang berkelana ke Flores dua minggu, gak ada tuh yang nanya “Anak siapa yang ngurusin?”

Buat gue peran ibu yang tidak tergantikan itu adalah hamil, melahirkan dan menyusui. Tugas-tugas lainnya seputar pengasuhan anak harus ditanggung berdua antara ayah dan ibu. Jangan dibebankan ke ibu aja. Pasti banyak kan yang setuju sama gue? Tapi toh di masyarakat belum sepenuhnya begitu keadaannya.

Gue sampe pernah bilang ke Mikko bahwa seorang ayah yang turut berperan aktif dalam pengasuhan anak seharusnya gak patut dapat pujian, karena itu memang hal yang sudah sewajarnya terjadi, bukan sesuatu yang luar biasa. Walaupun yaaaa, gue sebenernya bangga sekali melihat kedekatan Mikko dan anak-anak, Mikko yang sering melepas gue travel berhari-hari bareng temen sementara dia cuti buat ngurus anak, Mikko yang dari awal udah jagoan mandiin bayi dan ganti popok. Tapiiii… di dunia ideal, seharusnya hal-hal seperti ini adalah kejadian umum, bukan pengecualian yang dianggap istimewa. Gak ada deh tuh kayanya pujian buat ibu-ibu yang jago ganti popok dan masak sambil gendong anak.

Pernah juga dengar cerita teman-teman yang suaminya jadi bapak rumah tangga, alias jadi SAHD. Awalnya sih takjub, tapi terus gue bertanya ke mereka “Kalo yang masak sama beberes rumah siapa? Bapaknya juga?”. Si teman pun menjawab “Ya  gak laaaaaah, itu mah tetep gue juga yang ngerjain. Pulang kantor gue nginem dulu nyiapan makanan buat mereka. Doi mau di rumah aja gue udah bersyukur banget”

Di situ kadang saya merasa sedih.

Kalo ibu yang di rumah jaga anak, suami gak diharapkan tuh buat masak dan beberes setelah pulang kerja. Malah yang saat ini dianggap ideal adalah suami pulang sementara makanan sudah siap terhidang. Tapi SAHD yang kagak masak dan beberes rumah itu elu-elunya rame sekali loh. Termasuk gue juga kok yang ikut bersorak gembira. Tapi hati kecil ini masih kurang puas. Ibu rumah tangga yang ngurus anak, ngurus rumah, dan nyiapin makanan kok dianggap biasa aja? Gak dapet sorak sorai bergembira?

Apa kemudian gue memandang status ibu rumah tangga itu rendah? Gak begitu dong, ah. TAPI gue juga gak akan bilang status IRT itu mulia dan kata-kata pelangi lainnya. Buat gue mau IRT, mau kerja, mau ART (ayah rumah tangga) atau apa pun asal halal mah mulia. Jangan memulia-muliakan yang satu seakan-akan yang lain kurang bergengsi. Di dunia yang ideal, semua status itu setara. Gak perlu saling bersaing mana yang lebih baik, mana yang lebih mulia.

Dan jelas ya, gue gak setuju banget sama orang-orang yang bilang bahwa kodratnya wanita itu di rumah. Termasuk gue suka keki sama ustadz dan ustadzah yang isi ceramahnya mengajak wanita hidup lagi ke jaman batu: jadi mahluk rumahan yang diciptakan untuk ngurus anak, suami dan rumah tangga. Gue pilih-pilih ceramah macam apa yang gue dengar, gak semua yang bergelar ustadz lantas gue anggap bener omongannya biarpun dihias ayat-ayat suci. Sombong amat ya akika? Ilmu agama cetek tapi sok taunya selangit. Maafkeun.

Tapi gue mau cerita sedikit tentang bapak penghulu waktu kami menikah dulu. Alkisah, sebelum nikah, gue dan Mikko harus menghadap pak penghulu untuk urusan convertion, sekalian hari itu pak penghulu memutuskan untuk kasih sedikit ceramah pra nikah buat kami. Terus terang, isi ceramahnya membosankan. Si bapak banyak melucu tapi gak lucu, banyak selipan guyon tempat tidur tapi jatohnya krik krik, gue pun mendengarkan beliau sambil terkantuk-kantuk.

Tiba-tiba si bapak memandang gue

“Begini ya, Rika. Kita di sini ada istilah 3R. SumuR, dapuR, kasuR. SumuR itu berarti mengurus cucian, dapuR artinya urusan memasak dan menyiapkan makanan, kasuR,…ya,..artinya urusan suami dan istri di tempat tidur. Dari 3R tersebut mana yang menurut Rika diwajibkan kepada seorang istri?”

“Tiga-tiganya, pak” gue nyaut sambil males-malesan

“Kalo menurut saya, yah” pak penghulu membalas “kewajiban istri itu cuma yang kasuR. Dua lainnya bukan kewajiban karena di Al Quran gak ada disebutkan seorang istri wajib mencuci dan memasak untuk suaminya. Malah dua R ini bisa diwakilkan, misalnya, ke pembantu rumah tangga. Kalo gak ada pembantu, jadikanlah dua R ini sebagai ladang untuk mendapat kebajikan. Misalnya, Mikko yang mencuci pakaian, itu kebajikan buat Mikko. Rika yang memasak, itu kebajikan, tapi bukan kewajiban. Karena dari itu, berlomba-lombalah kalian dalam meraih kebajikan. Jangan, misalnya, Mikko pulang kerja terus marah-marah karena Rika belum menyiapkan makan malam. Gak ada dalam Islam suami menuntut istri buat melayaninya makan. Memangnya gak bisa sendiri? Tapi kalo urusan kasuR kan bedaaaaa. Itu mutlak kewajiban istri. Memangnya mau diwakilkan?”

TUWEWEEEENG, seketika ngantuk gue hilang dan seketika gue jadi jatuh cinta sama pak penghulu. Lafff sekali ceramah mu ini, pak. *buang sapu dan penggorengan*

Jadi hati gue panas kalau melihat meme seperti ini:

wpid-2015-03-24-12.04.10.png.png

Tulisannya sih indah, mengesankan suami dan istri saling menjaga satu sama lain tapiii,…digabung dengan gambarnya,…kesannya tugas-tugas di atas itu milik istri pribadi, dan harus dilakukan dengan riang gembira pula. Lha iya kalo suka, kalo yang nyetrikanya gosong terus kaya saya gimana?

Belon lagi kalo ngomongin ceramah-ceramah yang suka mengulik rasa bersalah ibu bekerja…iiiih, aku tak suka. Anti amat sih ama ibu bekerja? Emang salah mereka apaaaa? Kalau ada ibu yang bekerja yang kemudian mengabaikan anaknya, salahkan si ibu pribadi dong, jangan seluruh ibu bekerja dianggap hina dong, gak sesuai kodrat.

Apa lantas, menurut gue, semua ibu harus bekerja? Ya kagak juga, malih. Mau kerja boleh, mau di rumah jadi IRT, SAHM, WFHM, atau apa pun itu mah boleh-boleh aja. Apapun pilihannya gak ada yang salah, asalkan memang pilihan sendiri, bukan tuntutan orang lain. Intinya feminisme kan itu, bahwa wanita juga punya hak untuk memilih hidupnya. Bukan sekedar mengikuti tuntutan orang lain, masyarakat, dogma ataupun norma-norma tertentu.

Ada satu ahli (ulama? ustadz? entahlah apa sebutan dia, gue gak paham-paham banget) yang sedang dianggap kontroversial saat ini. Beliau ini dianggap penyebar Islam liberal jadi mau nyebut namanya aja bikin akyu takut diuber FPI. Mengintip sekilas kicauannya di twitter, gue kagum akan pemikirannya yang memang penuh dobrakan, pantes aja dianggep liberal. Mungkin beliau ini semacam Minna Canth dan Kartini versi jaman noceng walaupun beliau laki-laki. Satu kicauan doi yang langsung menancap di hati gue bunyinya kira-kira begini, ingat ya, ini tidak seratus persen ucapan dia karena twit tersebut gue liat dua tahun lalu, tapi ini yang terekam di ingatan gue:

“Perempuan tidak harus selalu percaya apa yang diungkapkan ulama laki-laki tentang dirinya atau tentang bagaimana dia harus hidup, karena perempuan juga bisa berpikir sendiri”

Gue ulangi:

“…karena perempuan juga bisa berpikir sendiri”

Gue hampir nangis loh bacanya. Terharu. Ucapan beliau itu bikin gue merasa derajat gue, sebagai perempuan, dinaikkan. Kami perempuan, kami punya otak dan bisa berpikir sendiri tentang apa yang baik untuk kami.

Oh ya, pendapat Mikko bagaimana? Dapet istri yang self-proclaimed feminist itni? Oh, dia bangga sekali. Akan lebih bangga kalau self-proclaimed nya dihilangkan dan gue bisa jadi feminist beneran.

Tapi sebenernya, sih,…ada yang bilang istilah feminisme udah ketinggalan jaman. So last year banget, darling. Sekarang ini lebih keren kalau kita pakai kata equalisme, karena ini kan memang pembicaraan tentang kesetaraan gender, yang berarti melibatkan baik pria maupun wanita. Ini memang bukan sekedar tentang hidup wanita, tapi juga tentang kehidupan pria dan seluruh masyarakat pada umumnya.

Di Finlandia ini pun sedang ada gerakan equalisme yang dilakoni oleh banyak pria. Misalnya pengajuan izin cuti yang lebih banyak untuk bapak baru, karena kata siapa bapak-bapak gak mau tinggal di rumah lebih lama untuk mengurus bayinya?

Ada juga protes-protes para pria tentang keputusan pengadilan tentang pengasuhan anak pasca perceraian yang dianggap terlalu memihak kepada wanita. Di Finlandia, ibu, secara otomatis, mendapat hak asuh penuh pasca perceraian jika anak berusia di bawah 12 tahun.  Bapak-bapak cuma dapat hak kunjungan, atau, harus naik banding di pengadilan jika ingin mendapatkan hak asuh sebagian.

Dengan mengatakan ibu adalah yang terbaik untuk anak berarti kita mendiskreditkan peran ayah dalam pengasuhan. Padahal kan katanya kepingin ayah-ayah untuk lebih turun tangan ngurus anak, jangan dong kemudian meninggi-ninggikan status ibu sedemikan rupa seakan-akan ayah cuma jadi bekgron.

Lebih lanjut tentang equalisme, harus pada baca dong ya kampanye HeforShe-nya Emma Watson? Makin cinta gak sih sama Hermione?

Dan seperti yang diungkapkan Emma Watson, perlu diingat bahwa feminisme bukan berarti man-hating. Feminisme bukan female domination. Dan ngomongin feminisme, aka equalisme, bukan sekedar ngomongin urusan ibu di rumah, ayah pergi ke kantor. Ada banyak isu lainnya yang juga sangat krusial seperti: akses menuju pendidikan yang masih tidak seimbang antara anak laki-laki dan perempuan, pendapatan yang lebih rendah untuk pekerjaan yang sama atas dasar gender, kekerasan baik di luar atau pun di dalam rumah tangga, dll.

So here’s to equality, both for women and men, for a better life of all people.

Dalam rangka menyambut hari kesetaraan ini, YLE, situs berita Finlandia, menampilkan artikel yang pasti bikin hati kita, ebo-ebo dan bapak-bapak sekalian, jadi hangat. Beritanya singkat aja kok, gue coba bikin terjemahan bebasnya di bawah ini ya:

Letittävä isä nousi nettihitiksi – tukkataito tiivistää tytärsuhdetta

(Ayah ahli mengepang rambut menjadi terkenal di dunia maya – keterampilan mengepang mempererat hubungan dengan anak perempuan)

Keterampilan seorang ayah dalam mengepang rambut anak perempuannya mungkin bukan barang langka, tapi jarang ada yang memamerkan atau mengiklankannya. Matti Airola, yang berasal dari Rauma, mengunduh foto hasil kepangan rambutnya ke sosial media dan sontak menjadi popular. Matti juga mendorong pria lain untuk melakukan hal yang sama – belajar mengepang rambut.

Mati memang mendapat banyak sekali publisitas positif  belakangan ini. Semuanya berawal ketika, pada satu hari, ia memutuskan untuk belajar mengepang rambut dua anak perempuanya.

– Maisa sering sekali bertanya apakah kami dapat mengundang temannya Johanna untuk datang kemari dan bermain kepang-kepangan rambut. Agak mengesalkan bahwa saya harus berulang kali menjelaskan bahwa Johhanna tidak bisa setiap hari datang ke rumah.

Di situ lah Matti menetapkan bahwa mengepang rambut harusnya tidak sulit

– Seharusnya saya juga bisa.

Menurut Matti kemudian, kegiatan mengepang rambut ternyata sangat sulit tapi latihan secara terus menerus membuatnya semakin trampil. Dia berselancar di youtube dan menonton banyak sekali video untuk mempelajari rahasia di balik jenis-jenis kepangan yang terlihat rumit. Sekarang Matti telah menguasai beberapa jurus kepangan yang termasuk sulit.

– Misalnya saja gaya kepangan Belanda dan Perancis biasanya terdiri dari tiga bagian tapi bisa juga dikerjakan dengan menggunakan 5, 7, 9 atau bahkan 13 bagian rambut. Saat ini saya sudah bisa mengerjakan cukup banyak variasi kepangan tapi masih banyak variasi lain yang bisa dipelajari. Jumlahnya tidak terbatas.

Memberi inspirasi untuk para ayah

Pada awalnya Matti belajar mengepang rambut hanya untuk menyenangkan kedua anak perempuannya, Maisa dan Kerttu tapi hobi tersebut kemudian berkembang menjadi sebuah kesadaran tentang hubungan antara ayah dan anak.

– Anak-anak ingin melihat kepangan rambut mereka makanya saya foto hasil kerja saya supaya mereka bisa melihatnya. Foto-foto tersebut saya upload juga ke instagram yang kemudian ternyata menyebar luas.

Matti Airola juga mengajak para ayah untuk tertarik terjun ke dunia perkepangan rambut, menurut pengalamannya, efek yang ada cuma efek positif.

– Jika kita, sebagai seorang lelaki, bisa mengepang rambut, respon yang kita dapat selalu menyenangkan.Dan yang paling penting, hobi ini membawa pengaruh baik terhadap hubungan ayah dengan anaknya. Ketika saya mengepang rambut anak saya di malam hari, keberadaan saya di rumah jadi terasa lebih bermakna. Kalau bukan karena ini mungkin saya cuma berbaring di sofa sambil internetan dari telefon.

wpid-11018499_789253664501503_216157361_n.jpgwpid-10843754_1608848262679815_284712264_n.jpgwpid-10853149_1393179400995314_1478539366_n.jpgwpid-10852702_396418773866837_1701758371_n.jpg

Aaaaaww….sukiyaki banget gak sih sama Matti?

Foto-foto kepang rambut lainnya bisa dilihat di akun instagram Matti Airola: https://instagram.com/isijatytot/, captionnya dalam bahasa Inggris kok.

Matti juga sering mengupload video, menulis tutorial kepang rambut di berapa media online dan juga membuka kelas mengepang rambut untuk para ayah di Rauma. Matti dan Maisa juga muncul di acara aamutv di YLE tanggal 19 Maret kemarin.

Selain Matti, YLE juga mengundang seorang perempuan yang punya hobi ngebengkel mobil dalam acara yang sama. Ceritanya ingin menampilkan dua tokoh, lelaki dan perempuan, dengan hobi mereka yang bisa dianggap cross-gender. Tapi kayanya mbak bengkel tersebut kalah pamor sama Matti dan keahlian kepang rambutnya ini.

Di akhir tulisan gue cuma mau kasih pesen buat suamiku: AKOH MAU PUNYA ANAK PEREMPUAAAAAAAAAAAN


Main tebak-tebakan bersama Sami

$
0
0

Kai dan isinya punya hobi baru: main tebak-tebakan.

“Dimulai dari huruf B. Buah, warnanya kuning, suka dimakan monyet”

“Bananiiiiiiiiiiiii” jawab Kai.

Untuk mengasah kemampuan bahasa Indonesianya anak-anak gue pun bergabung ikut main. Sekaligus ternyata Sami mau ikutan juga.

“Sekawang giliran aku” Kata Sami

“Itu binatang. Bisa minum. Apa yaaaaaaaa?”

“Semua binatang bisa minum Sami. Kasih lagi dong petunjuknya”

“Iyaaa. Binatang. Bisa minum”

“Kucing? Anjing? Kuda?”

“Bukaaaan. Ini memang susah”

“Singa? Harimau? Buaya? Ayam? Sapi? Gajah?”

“Iyaaaaaaaaa. Botul gajah. Yessss” Samiun mengacungkan jempolnya

“Aku lagi..aku lagi…Itu binatang. Suka makan” Lanjut Samiun

“Haaah. Ya semua binatang kan suka makan”

“Iya. Tapi ini memang susah. Susah banget” tangkas Samiun sok tau.

“Suka makan apa binatangnya?”

“Makan..hmm….makan makanan kushing”

“O…äiti tau…KUCIIIIIIIING”

“Yes” sekali lagi äiti dapet jempolnya Samiun.


pics of the kids (by Arsi)

$
0
0

_DSC0600

Tahun lalu mertua kasih memory stick buat gue berisi foto-foto Kai dan Sami yang diambil oleh Arsi. Arsi ini suaminya mertua, mereka menikah kira-kira empat tahun lalu. Papa mertua gue sendiri sudah lama wafat dan gue gak sempat mengenal beliau.

Setiap kali ada acara keluarga, Arsi pasti sibuk jadi tukang foto keliling dengan kamera DSLR tergantung di lehernya. Dan salah satu objek foto faforitnya tentu saja Kai dan Sami. Halah…bohong! Ini mah perasaan gue aja. Hihihihihi.

_DSC0004

_DSC0010

_DSC0005

Sungguh cita-cita banget, ya, bisa mengabadikan momen-momen keluarga lewat foto. Tapi apa daya, skill fotografi gak mumpuni dan punya suami yang alergi banget sama kamera. Sifatnya suami yang gak suka foto-foto ini juga menular ke anak-anak. Susah banget minta mereka bergaya di depan kamera apalagi kalo harus bikin foto keluarga. Pasti gue doang yang posenya paripurna dan tiga lainnya lebih sering terlihat manyun.

Tapi foto anak-anak terbaik tentunya bukan yang sedang berpose. Sayang aja baik skill maupun kamera gue pas-pasan banget untuk menangkap ekspresi anak-anak yang gak pernah berhenti bergerak, hasil foto pun blur semua. Makanya gue bahagia banget dapet hadiah foto yang keren-keren begini dari Arsi. Foto-foto ini sebenarnya diambil tahun lalu, sekitar akhir 2013-pertengahan 2014, tapi belum juga sempet gue liat memory sticknya udah ilang duluan. Ini rumah atau segitiga bermuda, sih? Barang-barang kok suka raib mendadak?

Baru hari ini memory sticknya ketemu lagi. Ternyata ada di dalam mesin jahit bareng benang dan jarum. Tanya kenapa? Embuh, gue juga gak ngerti.

_DSC0605

_DSC0008

_DSC0599

Waktu gue liat foto-fotonya…aduhai cakepnya anak-anakku. Kok bisa banget Arsi bikin foto bagus seperti ini? Kai dan Sami yang sering plongo-plongo kalo di foto äiti, di fotonya Arsi malah keliatan ganteng dan menggemaskan. Pasti ini karena mereka gak diminta bergaya. Kok beda banget, ya, sama äiti yang kalo difoto candid hasilnya malah ugly – bibir memble, mata setengah merem.

Semua foto ini diambil di mummolapäivä atau hari bersama mummu (nenek). Setiap dua minggu sekali mertua datang menjemput anak-anak buat dibawa main ke rumahnya dan diantar kembali ke rumah kami sekitar jam 7 malam. Kunjungan ke rumah Mummu ini selalu dinanti-nantikan oleh Kai dan Sami karena bersama mummu selalu ada banyak kegiatan. Bikin roti, bersihin salju, main di taman dan di musim panas mereka retki alias jalan-jalan ke hutan, ke kebun stroberi atau ke danau. Kebetulan juga Arsi punya kapal kecil dan setiap musim panas Kai dan Sami suka diajak mengarungi sungai atau laut sambil naik kapal. Dibanding emak babenya, Kai dan Sami lebih banyak merasakan kehidupan a la orang Finlandia bersama Mummu dan Arsi.

_DSC0078

_DSC0086

_DSC0073

Salah satu kebahagian hidup di Finlandia ya itu. Kebersamaan anak-anak dan mummunya. Terus terang aja gue merasa Kai dan Sami punya lebih banyak waktu yang berkualitas bersama Mummu dan Arsi dibandingkan sama Oma-Ompung. Abisnya kalo di Jakarta kan hiburannya palingan main ke mol sama Ompung atau naik angkot sama Oma ke pasar modern. Sekalinya diajak jalan jauhan dikit naik mobil, eh malah pada krenki kena macet.

Anak-anak juga lebih manis dan penurut kalo sama mummunya, entah apa deh rahasianya si mummu. Gue rasa sih karena Mummu sabar tapi tegas sama anak-anak sementara ortu gue lebih manjain tapi langsung kewalahan begitu anak-anak mulai rewel

_DSC1325

_DSC5262

_DSC1123

Walaupun begitu oma-ompung selalu dirindukan oleh Kai dan Sami. Termasuk juga Tante Rima, Om Remi, Tante Ica, Adek Aubrey, Nenek, Omi, Ompung Besar, Om Dedi, Tante Nanda, Tante Vera dan Abang Farand yang juga masuk daftar rindunya anak-anak. Senengnya di Indonesia ya kumpul rame-ramenya itu. Gak pernah kesepian kalau di Indonesia. Sampai sekarang Sami masih suka merajuk kalau dia mau pindah ke Indonesia aja biar bisa bobo sama Tante Hima kesayangannya.

“Tapi kalau kita tinggal di Indonesia Sami gak bisa ketemu sama Mummu dan Arsi. Gimana? Rindu gak nanti sama Mummu?” Mikko bertanya. Dan Sami jadi pusying tujuh keliling, bingung gimana harus menjawab pertanyaan isi. Akhirnya Sami buka suara juga: dia mau tinggal di tempat yang ada Mummu dan Arsi sekaligus juga ada Oma dkk-nya. Seandainya bisa begitu ya, nak… äiti juga mau bangeeet.

_DSC0019

_DSC0022

_DSC0556


quite okay

$
0
0

“Terima kasih, äiti” kata Sami yang tadi seneng banget gue ijinkan main di taman sebentar sebelum kami harus mengejar kereta ke Helsinki

“Oh, äiti kedinginan ya? Maaf ya tadi aku sama Sami mainnya lama”

“Terima kasih. Aku sayang äitiiii” kata anak-anak waktu tadi gue ajak makan di Hesburger

“Aku sayang sama äiti sampai ke bulan” kata Kai

“Aku sayang äiti sampai ke jupiter” Sami gak mau kalah

“Äiti, aku bisa beresin kamarnya sendirian biar äiti gak usah marah sama Sami” Kai membela adiknya yang lagi dimarahin karena gak mau beres-beres

“Selamat pagi, äiti. Enak bobonya?” Sami bertanya di suatu pagi

“Aiti sholatnya jangan cepet-cepet. Tuhan gak suka” nasihat Kai buat gue

“Äiti udah sekolah ya? Äiti bisa ngomong suomi. Äiti pinteeeeer” pujian dari Sami waktu liat gue ngomong sama orang di pasar

“Permisi, aku boleh minta tiket?” anak-anak selalu bertanya pada kondektur di kereta yang kemudian diikuti dengan ucapan terimakasih.

“Kalau kita ke Indonesia nanti aku mau bawa mainan banyak biar adek Aubrey bisa pinjam” kata Sami yang dulu pernah bilang gak suka bayi tapi ternyata rindu sekali sama adek Aubrey.

Dalam soal ngurus anak gue kebalikan sama Mikko. Mikko cenderung optimis dan percaya diri sebagai ortu. Sementara gue, biarpun penampilannya sok santai, sebenernya pesimis abis dan suka fokus ke hal-hal yang negatif. Rasanya kurang-kurang terus sebagai orang tua. Kurang sabar, kurang perhatian, makanan anak kurang sehat, anak-anak kurang disiplin, pendidikan moral kurang terlaksana, bermain edukatif udah bukan kurang lagi – hampir nol, belum lagi kalo ngomongin soal pendidikan agama – nol besar. Orang-orang yang status facebooknya berkisar soal keluarga yang super samarra dan anak-anak yang super sholeh udah gue unfollow semua. Abisnya sih bikin hati mendidih karena iri sekaligus jadi makin gak percaya diri.

Tapi kalo denger ucapan manis-manisnya Kai dan Sami gue teringat sama perkataan Mikko. “We’re doing quite okay. Kai and Sami are nice, smart and, most of the time, well behaving kids”

Sebagai orang tua I am not shooting for the stars. Harapan gue buat anak-anak gak muluk-muluk, yang rasanya bukan hal yang bagus. Sepertinya memang gak ada sel ambisius sebiji pun di badan gue. Yang gue harapkan cuma supaya Kai dan Sami bisa tumbuh jadi orang dewasa yang baik, penyayang dan bahagia.


resep: nasi goreng thailand

$
0
0

Halooooo…..

Kembali lagi dengan resep-resep gembira dari rumah burung hijau. Kali ini resepnya bukan resep super mudah dengan banyak jalan pintas seperti sebelumnya tapi tingkat kesulitannya juga gak tinggi, kok, karena kalo susah ya gak bakalan gue tulis, apalagi dicoba di dapur!

Kalo latihan gamelan di KBRI biasanya ada aja suguhan makanan yang enak-enak, salah satunya nasi goreng yang dibeli dari salah satu restoran Thailand di Helsinki. Gue lupa nama restorannya tapi kalo rasa nasi gorengnya sih terkenang-kenang terus di lidah. Saking sukanya sama nasi goreng ini, gue coba-coba bikin versi KWnya di rumah. Bahannya dikira-kiri sendiri berdasarkan pengecapan lidah. Ternyata hasilnya sangat memuaskan. Satu rumah lahap makan kalo hidangannya nasi goreng ala thailand.

Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk nasi gorengnya adalah sebagai berikut. Untuk takaran pada pake feeling aja ya, sesuka-sukanya sendiri aja.

– Bawang merah, cincang halus

– Bawang bombay, cincang kasar

– Bawang putih bubuk

– Daun ketumbar segar, iris akar dan batangnya untuk bumbu masak dan iris kasar daunnya untuk garnish

– Cabe rawit

– Kecap ikan

– Saus tiram

– Jeruk nipis peras

– Daging ayam cincang

– Telur, kocok lepas

– Udang besar, kupas kulitnya

– Cherry tomatoes, belah dua

– gula, merica

wpid-20150427_121405.jpg

Seharusnya pakai udang besar seperti tiger prawn, tapi kemarin itu pak suami salah beli udang di supermarket. Untunya tetap enak.

Cara masak:

– Tumis bawang merah, bawang bombay,  dan cabe rawit hingga layu kemudian masukan kocokan telur untuk membuat telur orak-orik

– Masukkan daging ayam cincang, masak hingga ayam matang

– Tambahkan bawang putih bubuk, gula, merica, saus tiram dan kecap ikan

– Masukkan nasi

– Tambahkan bumbu2an (gula, merica, saus tiram, kecap ikan, irisan akar/batang ketumbar dan cabe rawit) sesuai selera sampai rasanya pas di lidah, asin-asin pedas

– Masukkan udang dan tomat yang sudah dibelah dua, masak dengan api kecil atau matikan api sama sekali supaya udangnya tidak terlalu matang dan mengeras. Udang harus terasa lembut dan juicy sebagai hasil akhirnya.

– Bila udang sudah dalam konsistensi yang tepat, segera matikan api dan kucuri nasi goreng dengan air perasan jeruk nipis

– Terakhir, taburi dengan daun ketumbar cincang

– Cepat hidangkan selagi panas, sebelum udangnya mengeras

– Hidangkan dengan taburan bawang goreng biar tambah enak dan, bila suka, bisa ditambahkan juga  dengan taburan kacang goreng

– Makan nasi gorengnya sambil dilengkapi dengan timun dan wortel iris sebagai lalapan

Trus, biar rasanya makin sempurna kaya Andra and The Backbone, nasi goreng ini dihidangkan juga bersama sambal thailandnya.

Bahan-bahan untuk sambalnya (seperti biasa, takarang suka-suka)

– Bawang putih, cicang

– Bawang merah, cincang

– Cabe rawit, cincang

– Sedikit jahe, cincang

– Akar dan batang koriander, cicang

– Serai, cicang

– Gula pasir

– Kecap ikan

– Kecap asin thailand

– jeruk nipis

– Gula pasir

– sedikit air putih

wpid-2015-04-27-12.03.20.jpg.jpeg

Untuk membuat sambalnya gue biasa pakai ulekan yang dalam seperti mangkok tapi teman-teman asli Thailand biasanya bikin sambal seperti ini pakai Kruk, ulekan dari tanah liat yang bentuknya seperti mangkuk besar (atau ember kecil) dan ulekan kayunya

Cara membuatnya:

– Ulek kasar campuran bawang merah, bawang putih, cabe rawit, jahe, akar/batang ketumbar, serai dan gula pasir di dalam mangkok atau ulekan

– tambahkan kecap ikan dan kecap thailand

– tambahkan sekitar 2-3 sendok makan air putih

– tambahkan perasan air jeruk nipis sampai didapat rasa asam yang sesuai selera

Campuran cabe rawit dan jeruk nipis bikin sambelnya ini nyelekit di lidah tapi bikin nagih. Cocok banget disandingkan sama nasi goreng yang rasanya juga senada: asin, asem, pedas. Ceileee, senada seirama nih ye!

wpid-20150427_121422.jpg

wpid-20150427_122231.jpg

Sami si monster ketimun. Anak ini kok suka sekali makan timun. Seperti kancil!

wpid-20150427_125557.jpg

Kai yang sangat picky eater. Gak suka udang, dan gak suka ijo-ijo dedaunan, jadi sebelum makan sibuk nyisir nasi dulu. Tapi kalo makan nasi gorengnya aja bisa satu bakul.

Berhubung anak-anak gak bisa makan pedas, gue masak nasi gorengnya tanpa cabe sama sekali. Kompensasinya, di piring sendiri nasinya gue banjur pake sambel segayung. Walhasil bibir ngejeding sehabis makan. Tapi gak fafah…yang penting enaaaaaaaaaaak.

Kalo mau lebih berasa lagi thailandnya, bisa juga nasi goreng dihidangkan dalam wadah buah nanas kerok. Tapi malas amat ya, malih, ngerok nanas segelondong? Mending juga kita tiru cara makannya Mikko yang nyendok langsung dari penggorengan. “Abisnya enak banget, sayang. Aku gak bisa berhenti makan”. Aih, aiiiih,…istri kan jadi ge-er!



minä rakastan sua ikuisuuteen asti

$
0
0

Dari Swedia kemarin Kai ingin mengirimkan kartu pos untuk Mummunya. Kartunya dia sendiri yang pilih tapi kemudian batal dikirim karena mau nulis ‘Moi Mummu’ aja satu kartu udah abis oleh coretan tangannya. Ya emang anaknya belum bisa nulis sih, yaaaaa.

“Biar isi aja yang tulis. Kai bilang ke isi mau tulis apa buat Mummu” kata Mikko sambil mengambil kartu pos lain yang masih kosong

“Onnea Mummu! Minä rakastan sua ikuisuuteen asti. Me ollaan Ruotsissa. Tämä on kutsukortti sinulle. Kiitos” kata Kai yang maksudnya:

“Selamat, Mummu! Aku cinta Mummu sampai selama-lamanya. Kami lagi di Swedia. Ini kartu undangan buat Mummu. Terima kasih”

“Di kartu pos kita gak nulis ‘selamat’, Kai. ‘Selamat’ itu misalnya untuk ulang tahun. Dan ini bukan kartu undangan. Ini namanya kartu pos. Kita tulis yang lain aja, ya. Kai mau tulis apa?”

“Mummu. Minä rakastan sinua ikuisuuteen asti” (Mummu, aku cinta mummu sampai selama-lamanya)

“Kita mulai dari Moi aja” kata Mikko sambil mulai menulis. ‘Moi, mummu’

“Nah, sekarang Kai cerita. Cerita kita di Swedia ngapain aja. Kemana aja. Nanti isi tulis”

“Okeee” kata Kai dan mulai bercerita

“Moi, Mummu! Aku cinta Mummu sampai selama-lamanya. Kami lagi di Swedia, ke Astrid Lindgren’s World liat Emil sama Pippi si Kaoskaki Panjang. Beli topi Emil juga. Kai”

Gue dan Mikko tersenyum-senyum. Dari mana anak ini dapet istilah “aku cinta sampai selama-lamanya”?

wpid-20150609_090155.jpg


cobaan puasa

$
0
0

Hari pertama puasa Sami dan Mikko kena diare. Gue juga sakit. Gak diare tapi badan cenat-cenut dan perut sakit. Tapi gimana dong? Anak-anak tetep butuh makan dan si suami butuh obat karena besok beliau ada business trip. Terpaksa deh gue geret badan yang sakit ini ke luar rumah.

Buka garasi dan gue histeris “SEPEDAKU ILANG!”

“SAYAAAAAAAAANG. SAYAAAAAAAAAAANGGGGGGGG…Sepedaku ilang! Sepeda ilang!”

“Kok bisa ilang? Nyimpennya di garasi gak?”

“Ya, iya lah! Emang dimana lagi?” ih, gue malah jadi sewot.

“Yakin di garasi? Kali-kali ketinggalan dimana, lupa dibawa pulang”

“OH IYA! Hari Senin waktu ke dokter gigi, aku kan naik sepeda ke stasiun tapi pulangnya kok jalan kaki ya?”

Buru-buru deh gue ke stasiun mencari sepeda. Lagi sakit loh! Dan hujan deras!

Sampai stasiun, alhamdulillah, sepedaku masih bertengger cantik, aman dan selamat. Hebat juga ya Kerava ini. Udah empat hari sepeda gue terlantar di stasiun tapi gak ada yang ambil. Padahal tinggal diangkut aja bisa loh.

Tapi kemudian gue tersadar. KUNCINYA KETINGGALAN DI RUMAH! Lha, piye? Bannya kan digembok! Lagi bulan ramadhan tapi keluar juga sumpah serapah dari mulut gue.

Gue udah gak ada tenaga buat pulang ke rumah dan ambil kunci jadinya tadi lanjut aja ke supermarket, apotek dan terus pulang. Sampai rumah mutung dan sakit perut makin menggila.

Sekarang sih untungnya hati udah adem disiram kuah bakso. Gak nyangka bisa juga bertahan sampai maghrib di musim puasa yang waktunya super panjang ini. Semoga 29 hari ke depan tetap lancar puasanya. Tinggal mutung-mutungnya aja nih harus dikurangi.

Dan semoga sepedaku setia menunggu ya di stasiun. Kayanya baru hari Minggu gue ambil sekalian pergi ke Helsinki.

Selamat berpuasa, teman-teman!

Tabah menanti ya, sepeda. Jangan keburu ilang!

Tabah menanti ya, sepeda. Jangan keburu ilang!


April, Dite dan bulan puasa

$
0
0

Sebenernya udah pernah nulis cerita ini dulu, tapi gue ulang lagi deh karena emang kalau bulan puasa selalu teringat sama dua teman ini.

Dulu sekali waktu kami masih kuliah, di sebuah bulan ramadhan, April dan abangnya datang ke warung somay di Pondok Pinang. Temen gue ini beragama kristen, jadi jelas dong ya dia gak puasa. Tapi April kan anaknya baik hati dan tidak sombong, biarpun somay sudah di depan mata dia bertanya dulu ke abang somay.

“Bang, magrib masih lama gak?”

“Gak neng. Palingan juga bentar lagi”

Ya udah deh, somaynya dimakan nanti aja bareng yang puasa, pikir April.

Beberapa menit menunggu kok jadi haus ya? Minum dikit deh air kelapanya.

Perlahan-lahan bagaikan ninja, April menyeruput minumannya. Sluuuuurp.

Sedetik setelahnya terdengar sorak-sorai bergembira “Alhamdulillaaaah. Allahumma laka sumtu….”

Besoknya, dengan muka khawatir, April ngomong ke gue  “Rik, gimana nih ya? Kayanya kemaren gue bikin orang satu warung batal puasa sebelum magrib”

Kalo cerita Dite lain lagi. Dite ini juga kristen tapi justru yang paling heboh menjelang buka puasa. Yang namanya jajanan berbuka pasti Dite tau semua. Pulang kampus juga maunya cepet-cepet aja kalau lagi ramadhan, takut keabisan es kelapa, katanya.

Tapi yang paling lucu cerita Dite di kala isu ajinomoto merebak. Inget gak dulu ada rumor kalau ajinomoto itu mengandung babi?

“Oma gue aneh banget deh” Dite bercerita “Masa dateng dari Semarang, begitu sampe rumah gue langsung sidak di dapur. ‘Mana ajinomoto? Kalian pake ajinomoto kalo masak? Dibuang itu semua. Dibuang! Ada babinya itu. Haram! Haram!”

“Tapi oma….kita kan kristen”


sinopsis buku: Lotta (Astrid Lindgren)

$
0
0

Masih dalam rangka demam Astrid Lindgren, mari kita bahas satu buku dari dewi penulis asal Swedia itu: Lotta.

Lotta mungkin tidak sepopuler Pippi atau Emil, dua tokoh karya Astrid Lindgren yang sangat terkenal, tapi Lotta juga tokoh kesayangan banyak orang. Anak bungsu umur 5 tahun yang keras kepala, sering pundung tapi juga banyak akalnya ini suka bikin hati gemes-gemes sayang. Katanya tokoh Lotta menggambarkan pesona anak bungsu yang sering nakal tapi tetap menggemaskan.

Kisah-kisah Lotta gue baca lebih dari dua puluh tahun yang lalu dan baru saja gue baca lagi satu ceritanya, versi bahasa Finlandia, dalam buku yang berjudul Se Pikkuinen Lotta.

wpid-2015-06-21-02.07.39.jpg.jpeg

Cerita dimulai dengan Lotta yang bangun pagi sambil menangis karena bermimpi dua kakaknya, Janne dan Minna, berbuat jahat pada boneka beruangnya (yang sebenarnya boneka berbentuk babi). Hati Lotta semakin mendung ketika ibu datang ke kamar dan meminta Lotta untuk pakai baju hangat yang menurut Lotta terasa gatal dan geli di kulitya. Lotta kan maunya pakai gaun cantik tapi kata ibu gaun cantiknya cuma boleh dipakai di hari Minggu.

Jadilah hari itu Lotta pundung berat dan bersungut-sungut terus sepanjang hari. Diajak makan gak mau, disuruh pake baju gak mau. Oleh ibu Lotta diperintah untuk masuk kamar dan baru boleh keluar kalau sudah jadi anak manis. Lotta jadi semakin kesal dan di kamar ia malah menggunting-gunting baju hangat yang sangat dibencinya tadi untuk kemudian dibuangnya ke tempat sampah.

Setelah baju hangat terlanjur rusak baru deh Lotta mulai menyesal, nanti pasti ibu marah. “Aku bilang saja bajunya di robek anjing. Iya, benar. Dirobek anjing. Anjing nakal”

Tapi Lotta sendiri gak yakin akan kebohongannya itu, pasti nanti ibu tetap marah sama Lotta. Huh, kok Lotta sial melulu sih? Dari tadi kok nasibnya malang melulu? Lotta tidak senang tinggal di rumah ini. Orang-orang di rumah selalu bikin kesal. Lotta gak bisa senang di sini. Jadi Lotta mau kabur saja dari rumah. Mau cari rumah baru yang lebih menyenangkan. Sebelum pergi Lotta meninggalkan pesan dulu untuk keluarganya

Aku pinda

Liat tempa smpah

Cuma dengan singlet dan celana dalam melekat di badan, Lotta pun pergi ke rumah tetangga, rumah nenek Vuorinen (Nyonya Berg dalam versi bahasa Indonesia?). “Boleh aku tinggal di sini?” tanya Lotta. Oleh si nenek Lotta diijinkan tinggal di rumah kebunnya. Di dalam rumah kebun ada tempat tidur, meja makan, kursi, boneka, bahkan tempat tidur boneka pun ada. Penuh semangat Lotta bekerja mengatur barang di rumah barunya. Nenek Vuorinen juga memberikan baju (yang tidak bikin gatal) dan makanan enak-enak buat Lotta. Lotta senang sekali. “Aku mau tinggal di sini seumur hidupku”

Sore-sore Janne dan Minna berkunjung ke rumah kebun Lotta. Dua kakaknya itu terkagum-kagum akan tempat tinggal baru Lotta. “Ibu nangis gak aku pergi dari rumah?” Lotta bertanya penasaran. Tapi ternyata ayah dan ibu juga datang berkunjung.

“Lotta pulang buat makan malam?” Ibu bertanya

“Tidak mau. Aku sudah dapat makanan dari nenek Vuorinen”

“Baiklah. Kalau nanti kamu sudah ingin pulang ke rumah, kami semua akan bahagia sekali. Setidaknya pulanglah untuk merayakan Natal bersama kami” kata ibu

“Kapan Natal datang?”

“Tujuh bulan lagi”

“Wah, tidak bisa. Aku mau tinggal di rumah baruku ini lebih lama dari tujuh bulan. Lama, lama, lamaaa sekali. Seumur hidupku”

Kemudian malam pun menjelang dan Lotta mulai kesepian. Dari jendela rumah kebunnya tidak ada lagi yang bisa dilihat. Janne dan Minna tidak lagi bermain di halaman. Pintu dan jendela rumah juga sudah tertutup hingga dia tidak bisa lagi melihat ibu dan ayah. Sementara langit semakin gelap, rumah kebun kecilnya tidak terasa nyaman lagi. Dapat ditebak, Lotta ketakutan dan mulai menangis. Untunglah di saat itu Ayah datang mengunjungi Lotta

“Coba dengar, Lotta. Ibu sedih sekali kamu tidak ada di rumah. Apa benar kamu tidak mau pulang ke rumah Natal nanti?”

“Mauuu. Aku mau pulang sekarang juga” Lotta menangis keras-keras.

Dalam gendongan ayahnya, Lotta pulang ke rumah

“Lotta sudah pulang” ayah berbisik setibanya di rumah

Begitu melihat ibu, Lotta meloncat naik ke pangkuan ibu

“Aku pulang. Aku pulang. Aku mau tinggal di sini bersama ibu dan ayah seumur hidupku”

Bukan itu saja yang diucapkan Lotta. Dia juga memutuskan untuk mengakui kesalahannya

“Aku menggunting baju hangatku sampai rusak. Aku mau minta maaf tapi aku gak bisa” kata Lotta sambil menangis

“Tapi Lotta, ibu juga harus minta maaf. Begini caranya ibu minta maaf: Lotta anakku sayang, maafkan ibu karena tadi marah sama Lotta”

“Kalau begitu aku juga bisa minta maaf, ibu. Maaf, maaf, maaf, maaf, maaf”

Tes…tes….tes….air mata gue bercucuran. Duh, kok mengharukan amat sih adegan maaf-maafan ini? Lebih dari dua puluh tahun lalu adegan ini juga cukup bikin gue mewek. Sekarang, setelah punya anak, terharunya makin berlipat ganda. Kebayang kalo kejadian begini sama anak sendiri.

Salah satu keistimewaan tulisan Astrid Lindgren adalah ceritanya yang mengalir tanpa banyak sisipan pesan moral atau kesan menggurui (halooo….Enid Blyton). Walaupun begitu tetap banyak hikmah yang bisa dipetik dari cerita-ceritanya (jambu kali dipetik). Seperti dalam kisah Lotta ini.

Dari buku ini gue jadi banyak ngaca. Kami juga punya anak yang karakternya mirip-mirip seperti Lotta. Siapa lagi kalo bukan Samiun. Anaknya keras kepala dan gengsinya setinggi bulan. Kejadian Sami pundung seharian karena kesalahannya sendiri udah biasa gue hadapi. Biasanya Sami akan melakukan berbagai kenalakan untuk menutupi rasa kesalnya akan kenakalan sebelumnya. Salah satu sumber drama keluarga yang lumayan bikin gue tambah ubanan.

Sama seperti Lotta, Sami juga gak gampang minta maaf. Tapi belajar dari kisah Lotta dan ibunya, gak harus anaknya yang minta maaf duluan bahkan ketika si anak berbuat salah. Orang tua mengajarkan anak untuk lebih berbesar hati dengan cara meminta maaf duluan. Dan dari cerita ini gue juga jadi tersadar, walaupun anak salah tetap aja dia bisa sakit hati kalau dimarahi. Gue juga paling sebel tuh kalo udah sadar diri berbuat salah tapi tetep dimarah-marahin, disindir-sindir. Malah akhirnya jadi gengsian mau minta maaf. Persis seperti Sami. Paling gak bisa dipaksa-paksa minta maaf. Nanti kalau anaknya udah tenang, diajak bicara baik-baik, minta maafnya malah lebih tulus. Sambil peluk dan cium-cium pula bikin hati äitinya jadi meleleh.

Dari cerita Lotta juga jadi teringat kalo gue dan Mikko suka gak sabar ngadepin anak tantrum. Maunya anak cepet-cepet disuruh berhenti nangis, berhenti marah. Padahal mah, sama kaya orang dewasa, anak-anak juga butuh waktu buat ‘mereda’. Biarin aja mereka sendiri dulu dengan kemarahannya. Dalam cerita Lotta berarti membiarkan Lotta kabur dari rumah sementara dalam kasus kami biasanya berarti membiarkan anak menangis melengking-lengking atau membiarkan Sami melempar-lemparkan mainannya. Asalkan aman, gak merusak dan gak membahayakan siapapun, beri anak waktu untuk menyalurkan amarahnya dengan caranya sendiri sebelum dituntut untuk jadi anak baik dan manis lagi. Gue toh juga, kalo lagi marah, pengennya dibiarin sendiri dulu, nangis-nangis dulu, baru setelahnya hati bisa tenang. Sumpeeee, gue paling kesel kalo masih marah tapi udah diburu-buru untuk baikan dan minta maaf.

Anak bungsu mungkin memang seperti gula batu. Manis tapi keras, menggemaskan tapi susah diatur. Butuh kecerdikan dan hati yang selalu zen untuk menghadapi anak-anak seperti Sami dan Lotta karena anak keras semakin membatu jika dihadapi dengan kekerasan.

My next goal is to borrow some more Lotta books from the library. Gue malah udah bilang ke Mikko untuk membelikan gue buku-buku Astrid Lindgren sebagai hadiah natal tahun ini. Mumpung gue udah sedikit-sedikit bisa baca buku dalam bahasa Finlandia. Favorit gue tentunya membaca buku-buku tersebut dalam bahasa Indonesia biar makin terkenang-kenang sama masa kecil sendiri. Pernah juga gue membaca versi bahasa Inggrisnya, tapi membacanya kok kurang terasa nostalgianya. Versi bahasa Finlandia justru terasa lebih familiar karena suasana kehidupan Finlandia yang lumayan mirip dengan Swedia. Inget gak di tulisannya, Astrid Lindgren sering sekali memakai kata “dan”? Misalnya dalam kalimat: Di rumah kuning tersebut tinggallah Ibu dan Ayah dan Janne dan Minna dan Lotta. Kenapa gak ditulis Ibu, Ayah, Janne, Minna dan Lotta aja?

Rupanya, di Finlandia (dan pastinya juga di Swedia) seperti itulah anak-anak berbicara.Demikian juga seperti itulah orang dewasa berbicara pada anak-anak, dengan menggunakan banyak kata ‘dan’. Lucu sekali, ya?

Jadi…siapa lagi yang suka sama Lotta? Atau karya Astrid Lindgren lainnya? Komen di sini dong, ayo kita group hug ramai-ramai.

Gue rasa sih bakal banyak orang-orang seumuran gue yang juga menggemari karya-karya Astrid Lindgren. Jaman gue kecil dulu, pilihan buku anak-anak kan terbatas sekali dan buku-buku beliau termasuk yang paling umum ditemui di Gramedia. Pasti banyak dari kita yang tumbuh dewasa ditemani kisah-kisah Pippi, Emil, Madita, Lotta, dan tentunya, Bullerbyn – surganya dunia anak-anak. Those books will always have a very special spot in my heart.

PS: Buat yang meminta gue untuk menuliskan cerita tentang Astrid Lindgrens Värld, harap bersabar dulu, ya. Masih overwhelmed nih sama kunjungan kemarin. Masih euphoria saking senengnya. Sekarang malah jadi gentar mau nulis, takut tulisannya gak bisa mewakili keindahan tempat tersebut. Paling gak nanti gue pasang foto-fotonya aja ya.


tebak-tebakan

$
0
0

Sami ingat waktu di Indonesia kemarin mobilnya om Remi lagi rusak :)


catatan ramadan 2015

$
0
0

Ramadan tahun ini rasanya yang terberat yang pernah gue jalanin. Walaupun tahun lalu udah menjalankan puasa yang durasinya mirip-mirip seperti sekarang, sekitar 20-21 jam, tapi puasa tahun ini kok rasanya suliiiit banget buat gue. Badan senantiasa lesu dan perut lapar menusuk. Bawaannya mau terus-terusan ngitungin jam menuju magrib yang lantas berujung stres karena magrib tak kunjung datang.

Awal puasa aja udah ‘GONG’ banget: memulai ramadan sambil diare. Memang sebelum bulan puasa Kai terjangkit muntaber lumayan parah, sampe harus dibawa ke rumah sakit segala. Kai sembuh gantian Sami yang ikutan sakit dan Sami sembuh tentunya giliran gue dan Mikko yang juga ikutan terjangkit virus diarenya.

Hari pertama puasa lancar-lancar aja tapi begitu berbuka…ambooiiiii, saling rebutan kamar mandi sama Mikko. Hari kedua Mikko bistrip tiga hari sambil diare sementara gue di rumah masih diare, masih puasa. Puasa sambil diare itu ada enaknya juga ternyata. Siang-siang diarenya berhenti, mungkin karena perut udah kosong melompong. Tapi lemesnya itu…masya Allaaaahh….rasanya kaya mau mati. Buka mata aja berat banget. Anak-anak disuruh makan sendiri pake roti tawar dan habis makan diasuh sama ipad karena äitinya udah setengah pengsan. Tapi mau buka juga nanggung. Udah jam 8 malam, tinggal 3 jam lagi menuju magrib.

Pas akhirnya berbuka…kembali lagi deh jadi penunggu WC.

Hari ketiga tetep puasa tapi kali ini mau ikut waktu Mekkah aja, buka jam 7 malem. Ternyata tetep lemes. Ya sudahlah…besoknya gue mau bolos puasa aja biar cepet sembuh. Lha, tapi….besoknya gue bangun tidur dengan badan segar bugar dan diarenya berhenti sama sekali.Ternyata virusnya cuma bertahan tiga hari. Percuma banget gue dong bolos puasa. Kzl.

Masuk pertengahan bulan puasa cobaan datang lagi. Sami dan Kai kena cacar air! Penyakit ini nyebelin banget karena:

  • pertama, demamnya minimal jadi anak-anak gak lemes dan masih penuh energi. Tapi kan mereka tetep harus dikarantina di dalam rumah, bukan begitu? Seminggu gak diijinin keluar rumah jangan ditanya deh rewelnya kaya apa. Tiap dua menit ada aja topik berantem barunya. Gue super stress!
  • gatel-gatelnya bikin anak susah tidur. Kalo anak susah tidur siapa yang juga ikutan begadang? Ya gue laaaahhh. Tiap setengah jam ngoles-ngolesin salep ke badan Sami sampai pagi. Herannya bentol-bentol Kai cuma sedikit sekali dan hampir gak pernah mengeluh gatal.

Seminggu ngurusin anak cacar bikin badan gue remuk dan emosi berantakan. Biasanya kalo lagi begini gue nyenengin diri pake makanan. Tapi gimana dong kalo lagi puasa? Itung-itung kalender harusnya sebentar lagi jadwal datang bulan tiba. Pokonya gue mau makan enak! Mau ke restoran! Udah janjian berkali-kali sama Rahma mau makan sushi all you can eat tapi batal terus karena si bulan tak kunjung datang. “Besok, Ma….besok. Udah mules nih, besok pasti gue gak puasa”. Begitu terus sampai lewat seminggu. Kemana teh si bulan? Perut udah sering kram tapi kenapa belum ‘dapet’ juga?

Pasti lah yaaaaaaa…..hati jadi mulai khawatir. Apakah Sami akan punya adek lagi? Apakah aku kembali tekdung? Tapi mau beli test pack aku malas karena mahal.

Gak tahan galau sendirian, gue bisikin ke Mikko masalah gue tersebut. Bener aja deh, bangun tidur, nyawa masih belum ngumpul, pak suami jalan ke supermarket beli alat tes kehamilan. Ternyata di Prisma ada yang harganya murah. Gak sampai 3 euro.

Berhubung nyonyah nerves, pipisnya jadi terlalu heboh sampai test packnya basah kuyup. Indikatornya jadi merah semua. Ini gue hamil atau gimana nih? Eh, terus aku diomeli si suami karena make barang tanpa liat petunjuknya dulu. Akoh kan jadi kezel banget. Ya udah, calon ibu hamil keluar rumah sambil ngambek untuk beli test pack baru. Setelah dipakai dengan hati-hati test pack kedua menunjukkan hasil yang negatif. Alhamdulillah yaaaa gak jadi hamil. Rencana masa depan keluarga ini masih bisa tetap on-track. Fiiuuuuh.

Tapi terus,….tiga hari berturut-turut bangun tidur dengan perasaan sendu. Gak jadi punya adek bayi.

Seminggu setelah test pack yang negatif si bulan masih aja belum nongol. Mikko kembali panik dan test pack ketiga pun dibeli. Eh, begitu test packnya dibeli, gue menstruasi. Kami kan jadi rugi 3 euro.

Di penghujung ramadan Mikko kembali bistrip. Kali ini ke Macau selama enam hari yang berarti gue harus melewati hari raya tanpa suami dan tanpa keluarga besar. Cucian banget deh.

Sebenernya trip kali ini bukan keharusan buat Mikko karena memang bukan dari kantor. Hasil membangun koneksi dengan petinju-petinju di Indonesia, Mikko berhasil membawa seorang petinju dari Surabaya untuk bertanding di Macau. Berhubung baik mas petinju dan pelatihnya sama sekali gak bisa bahasa inggris dan gak terbiasa sama perjalanan internasional, Mikko pun diminta ikut ke Macau untuk mendampingi mereka. Tapi kok ya pas lebaran gini ya pertandingannya?

Berat banget bagi gue untuk merelakan Mikko pergi. Tapi demi masa depan yang cerah gemilang, gue tabahkan hati untuk menghadapi hari raya sendirian. Berharapnya dari perjalanan ini Mikko bisa menjalin koneksi dengan orang-orang dari dunia tinju internasional. Cita-cita Mikko tentu saja supaya suatu hari bisa punya bisnis tinju sendiri. Dan kalau cita-citanya ini terkabul maka kami bisa……pindah ke Indonesia. Yeeeeeey! Udah kepingin banget ini, maz. Udah kangen banget sama tanah air beta. Setidaknya ingin pulang selama dua tahun biar Kai dan Sami bisa merasakan bersekolah di Indonesia.

Juga di bulan puasa ini, Mikko berulang tahun yang ke-33.

Ulang tahunnya di bulan penuh berkah, tiba-tiba dapet job jadi manager tinju dan pergi ke Macau, semoga ini suatu pertanda kalau bisnis tinju impian akan terwujud ya? Amin ya rabbal alamin.

Selain itu gue juga berdoa supaya rejeki kami dilancarkan biar bisa sering-sering ke Indonesia. Kalau bisa, ya Tuhan, tahun-tahun berikutnya kami diizinkan berpuasa dan berlebaran di Indonesia bareng keluarga. Berat banget rasanya menahan rindu ingin pulang kampung di bulan puasa begini.

Akhir kata, biarpun hati sedikit sendu, gue dan segenap keluarga burung hijau ingin mengucapkan: Selamat Idul Fitri buat teman-teman semua. Taqabbal Allahu minna wa minkum. Semoga ibadah kita diterima olehNya. Semoga ramadan menjadikan kita manusia yang lebih baik.

foto keluarga sebelum pak suami pergi ke Macau

foto keluarga sebelum pak suami pergi ke Macau

selamat makan ketupat ya teman-teman

selamat makan ketupat ya teman-teman


revisiting my childhood: Astrid Lindgrens Värld

$
0
0

Gara-gara gue harus implan gigi yang biayanya sampai ribuan euro kami sekeluarga hampir batal liburan tahun ini. Tapi menjelang cuti musim panas Mikko dimulai, si suami ini mulai resah gelisah. Kok sayang amat liburan gak kemana-mana? Ayolah kita jalan yang deket-deket barang sehari dua hari. Paling gak ya ke Tallinn.

Tallinn lagiii, Tallinn lagiiii. Buat warga Helsinki dan sekitarnya ke Tallinn ini memang udah kaya Jakarta-Bandung aja saking deketnya. Tapi senangnya, begitu sampe sana langsung dapet suasana yang berbeda.

“Tallinn moloooo. Kalo deket mah Stockholm juga deket tuh. Kita kan kalo ke sana kejer tayang melulu, belum pernah pake nginep” gue berkata, abisnya kalo cuma ke Tallinn mah kapan-kapan aja buat weekend gateaway.

“Ohh…Swedia ya? Okeee…mungkin kita bisa ke Vimmerby. Ke tempat impiannya istri”

“HWAPAAAAAAAAH? KE ASTRID LINDGREN’S WORLD? AKU MAUUUUUUUUUUUUUUU” sontak gue jadi histeris. Kan impian banget ini mau ke Astrid Lidngren’s World.

Flashback sedikit, ya. Sekitar 6 tahun lalu waktu baru sampai di Finlandia, gue dan Mikko jalan-jalan naik kapal jalur Helsinki-Stockholm. Begitu sampai Stockholm gue liat ada brosur Junibacken, semacam theme park kecil tampat kita bisa bertemu tokoh jaman anak-anak seperti Madita dan Lisbeth (Madicken dan Lisabet), Pippi, Muummi dan lain-lain.

“Aaaaaaa….ada Pippi! Ada Madita! Aku kan suka banget baca buku Astrid Lindgren” biasalah istri, dikit-dikit histeris.

“Kayanya ada deh themepark bertema Astrid Lindgren tapi bukan di Stockhom sini” kata Mikko.

Pada akhirnya hari itu kami gak sempat berkunjung ke Junibacken tapi begitu kembali di Kerava gue langsung google tentang keberadaan theme park Astrid Lindgren tersebut. Dan ternyata ada! Namanya Astrid Lindgrens Värld yang letaknya di Vimmerby, agak jauh dari Stockholm.

Masalahnya nih ya…Mikko malezbanget dot com liburan ke Swedia. Gue pun demikian. Dalam bayangan gue Swedia mah mirip-mirip aja sama Finlandia TAPI pake mahal. Liburan itu paling afdol ke selatan. Mencari hangat matahari sambil foya-foya lempar fulus karena segalanya terasa lebih murah.

Alhamdulillah ya, Mikko pernah berjanji untuk membawa gue ke tempat-tempat impian gue, salah satunya ya Astrid Lidngrens Värld ini. Udah dari dulu sih gue tagih-tagih janjinya tersebut ternyata harus nunggu bokek dulu baru akhirnya kami bisa berkunjung ke sana. Blessing in disguise banget rupanya si implan gigi mahal durjana.

Rencana pun disusun, tiket dibeli, hotel dipesan. Karena terburu-buru dan euphoria jadinya malah sempet salah pesen tiket. Gak bisa direfund pula! Apa kabarnya ini rencana mau liburan hemat?

Sepuluh hari kemudian kami sampai di Swedia. Menginap dulu dua malam di Stockhom dan baru kemudian kami naik kereta menuju Vimmerby. Selama musim panas ada kereta khusus yang berhenti di stasiun Astrid Lindgres Värld (ALV). Begitu turun kereta kami langsung memasuki halaman parkir ALV. Hati gue mulai deg-degan.

Pintu masuk ALV

Pintu masuk ALV

Pertama-tama kami check-in dulu di penginapannya yang ternyata terletak di luar taman ALV, sekitar lima menit jalan kaki dari gerbang masuk ALV, jadi kami sempet nyasar. Udah keliling ALV tapi kok gak ketemu juga sama yang mirip-mirip hotel?

Ketika akhirnya sampai juga ke area penginapannya…Oooohh, hati gue langsung berdesir. Kok cakep amat sih “hotel”nya?

Gak bisa dibilang hotel sih. Area penginapannya ini lebih mirip seperti camping ground. Areanya luas sekali dan terbagi-bagi menjadi area karavan, kemah dan pondokan (chalets/ stuga). Pondokannya juga ada tiga macem dari yang paling kecil hingga yang paling besar.

Camping/ chalets ground ALV

Camping/ chalets ground ALV

Pondok kami, no. 23

Pondok kami, no. 23

Inside the chalets (Enertopstugan)

Inside the chalets (Enertopstugan)

Kami sendiri menginap di pondok yang paling kecil, namanya Enetorpstugan. Pondoknya basic banget. 2 tempat tidur bertingkat, satu set meja dan kursi dan kabinet kecil di dekat pintu. Segitu basicnya sampe sepre aja gak ada! Harus sewa dari reception atau bawa sendiri dari rumah. Sementara kamar mandi, WC, dapur dan ruang cuci ada di area bersama yang lokasinya dekat reception. Akoh kan jadi tambah deg-degan. Kalo malem-malem mau pipis gimana? Takut ngompol akibat nahan pipis.

Konsep penginapannya ini mungkin mirip dengan konsep glam camping yang sekarang juga lagi marak di Indonesia. Tapi sepertinya konsepnya ini diciptakan supaya kita merasakan pengalaman menginap di summer cabin di tengah hutan (atau mökki kalau dalam bahasa Finlandia) yang umum dilakukan oleh warga negara nordik sini.

Mökki memang biasanya merupakan pondok kecil dengan fasilitas yang sangat basic. Semua kebutuhan mulai dari seprai, handuk dan bahan makanan harus bawa sendiri dari rumah. WCnya pun sering kali di luar rumah, terpencil di sudut halaman.

Kebanyakan tamu yang menginap di ALV memang datang pakai mobil. Dari mobilnya gue liat mereka mengeluarkan sejuta peralatan mulai dari seprai, bantal, sapu, makanan, sampai alat grill segala. Sore-sore sekeluarga ngumpul di depan pondok sambil bakar-bakar sosis dan jagung. Kok senang amat sih? Kalo kami sih cukup ngemil näkkileippa beli dari supermarket.

Dua malam tidur di stuga, anak-anak senang sekali. Terutama banget mereka senang bobo di tempat tidur bertingkat (biarpun malem-malem Sami turun ke bawah buat tidur di ketek äiti). Sore-sore setelah ALV tutup, area stuga ini jadi ramai oleh keluarga yang menginap. Saat itu sih hampir semua stuga yang ada di ALV terisi penuh dan menjelang malam banyak keluarga yang makan atau sekedar nongkrong-nongkrong di depan stuganya. Kai dan Sami dapet banyak teman baru buat main kejar-kejaran.

Di area penginapan ini juga ada playground yang cukup besar buat anak-anak. Ada minigolf juga. Pokonya anak-anak senang sekali lah di sini. Ibunya aja seneng!

20150608_195840

Ketika kami meninggalkan area ALV pagi-pagi buta untuk kembali ke Finlandia

Ketika kami meninggalkan area ALV pagi-pagi buta untuk kembali ke Finlandia

Kalo ALVnya sendiri, apakah sesuai dengan harapan gue? Wuaaaahh…tentunya! Malah melebihi ekspetasi gue.

Buat yang mencari permainan pemacu adrenalin seperti roller coaster, arung jeram atau bianglala, salah banget kalo datengnya ke ALV. ALV ini memang masuk ke dalam kategori theme park tapi wahana yang ditampilkan bukan permainan dalam bentuk rides.

Buat gue, berkunjung ke ALV rasanya seperti berkunjung ke pedesaan Eropa (khususnya Swedia) jaman dahulu. Ada padang rumput, ada rumah-rumah peternakan, banyak pepohonan, ada danau kecil buatan. Suasananya hijau, teduh, dan cantik dengan bunga-bungaan musim panas. FYI, ALV memang cuma dibuka selama musim panas saja, dari bulan Mei hingga Agustus.

20150607_170320

20150608_123348

20150608_153924

Daya tarik utama yang ada di ALV tentu saja melihat perwujudan tokoh-tokoh ciptaan Astrid Lindgren termasuk juga habitat tempat mereka tinggal. Ada Pondok Serbaneka, rumahnya Pippi si Kauskaki Panjang. Ada Katthult yang sangat indah- kompleks peternakan tempat tinggalnya Emil. Ada Benteng Mattis tempat tinggalnya Ronya dan rombongan penyamun Mattis. Ada jembatan batu, landmark penting di Nangijala – negri ajaib dari buku Kakak Beradik Hati Singa, dan masih banyak lainnya. Kalau tergila-gila sama bukunya Astrid Lindgren seperti gue, bahagia banget pastinya bisa berada di sini. Dinding rumahnya Emil di Katthult sampe gue elus-elus saking senengnya (dan terharu!).

Di musim low season seperti kemarin, tempat-tempat ini umumnya kosong. Cuma di beberapa tempat aja kita bisa melihat penampilan tokoh-tokohnya. Seperti Pippi di Pondok Serbaneka dan Emil di Katthult, mungkin karena mereka adalah dua tokoh paling terkenal dari Astrid Lindgren jadinya harus tampil setiap saat.

Hasil liat-liat di internet, saat peak season kita bisa menjumpai Madita dan Lisbet lagi main-main di Junibacken, Lotta yang lagi belajar naik sepeda di troublemaker street (nama jalan ini dalam bahasa Indonesianya apa ya?), Karlsson, dan masih banyak lagi.

Pondok Serbaneka (Villekulla kalau dalam bahasa Finlandia), rumahnya anak perempuan paling kuat sedunia

Pondok Serbaneka (Villekulla kalau dalam bahasa Finlandia), rumahnya anak perempuan paling kuat sedunia

Dapurnya Pippi

Meja makannya PIppi

rumahnya Pippi

rumahnya Pippi

Jembatan batu di cherry valley, Nagijala.

Jembatan batu di cherry valley, Nagijala.

The brothers lionheart versi Finlandia (gue baca versi bahasa Inggrisnya). Buku yang dua bab pertamanya bikin gue nangis sampe ingusan

Knights Farm, rumahnya kakak beradik hati singa di cherry valley

Knights Farm, rumahnya kakak beradik hati singa di cherry valley

Benteng Mattis

Benteng Mattis

Bullerbyn yang tidak mendapat area yang besar di ALV, apalagi kalau dibandingkan area Pippi dan Emil

Bullerbyn yang tidak mendapat area yang besar di ALV, apalagi kalau dibandingkan area Pippi dan Emil

Rumah utara, rumah tengah dan rumah selatan kecintaan kita semua

Rumah utara, rumah tengah dan rumah selatan kecintaan kita semua

Danau kecil di belakang Bullerbyn

Danau kecil di belakang Bullerbyn

Junibacken, desanya Madita dan Lisbet

Junibacken, desanya Madita dan Lisbet

ALV gak bisa dibilang besar, gak seperti Disneyland. Bahkan sama Dufan aja juga kalah besar. Berkeliling di ALV gak butuh waktu lama tapi kemarin itu kami dua hari di sana dengan pertimbangan kapan lagi bisa ke sana? Keputusan yang tepat ternyata, kami bisa puas nonton pertunjukkan yang ada di sana. Daftar pertunjukkan harian bisa diliat dari peta ALV yang disediakan di pintu masuk. Untuk musim low season kemarin pertunjukkannya gak begitu banyak. Ada teater Pippi di Pondok Serbaneka, teater Emil di Katthult, Rasmus yang bernyanyi keliling ALV, dan teater Most Beloved Sister di panggung tengah.

Sebagai bonus, selama musim low season ada banyak rehearsal untuk pertunjukkan di puncak musim panas yang bisa kita lihat. Rehearsalnya udah bagus banget kok, hampir gak beda dengan pertunjukkan aslinya nanti, hanya saja rehearsal ini tidak diumumkan di jadwal acara jadi untung-untungan banget kalau mau nonton. Kemarin itu gue selalu siaga pasang kuping. Begitu ada bebunyian sandiwara dengan nyanyi-nyanyiannya langsung gue cari lokasinya dan hasilnya gue beruntung bisa nonton rehearsal Ronya Anak Penyamun.

Yang agak disayangkan, seluruh pertunjukkan ini berlangsung dalam bahasa Swedia. Buat yang belum baca bukunya Astrid Lindgren mungkin gak akan terlalu menikmati tapi untungnya gue lumayan khatam sama kisah-kisah Emil, Pippi dan Ronya jadi nontonnya tetap dengan penuh pengertian. Apalagi waktu nonton pertunjukkan Emil and The Soup Tureen – kisah Emil yang kepalanya nyangkut di mangkuk sop, haiiisshh….udah di luar kepala banget itu mah. Mau pake bahasa jupiter juga gue bakal ngerti.

Sebelum pergi ke Swedia kita juga rajin membacakan buku Pippi buat anak-anak dan nonton video Emil sekeluarga, jadi Kai dan Sami pun bisa ikut menikmati pertunjukkan Pippi dan Emil karena udah tau ceritanya. Dan untungnya juga, suamiku ternyata cukup lancar berbahasa Swedia, paling gak secara pasif.  Selama pertunjukkan doi berperan sebagai penerjemah buat gue, Kai dan Sami.

Dalam pertunjukkan Ronya Anak Penyamun yang ditampilkan adalah potongan-potongan cerita yang diambil dari bukunya. Ronya bertemu Birk untuk pertama kalinya, Lovis memandikan kelompok penyamun yang jorok dan bau, Ronya dan Birk berjalan di tengah kabut, dan favorit gue: adegan Birk menyalamatkan Ronya yang terperangkap di hutan dan hampir ditangkap mahluk jahat. “Jangan tinggalkan aku, Birk. Jangan, jangan pernah tinggalkan aku” Kata Ronya kepada Birk kemudian. Ada penggemar Ronya di sini? Inget gak bahwa sehabis kejadian ini Ronya, yang dulunya marah-marah mulu sama Birk, malah akhirnya jadi sahabatan? Gue hampir menitikkan air mata loh nontonnya. Sebodo teuing sama bahasanya yang gue kagak ngerti. Gue nontonnya pake bahasa kalbu sih.

Pippi!

Pippi!

Pippi dan ayahnya

Pippi dan ayahnya

Pippi datang dengan kapalnya. Di akhir pertunjukkan kita bisa naik ke atas kapal ini

Pippi datang dengan kapalnya

Katthult yang cantik

Katthult yang cantik

Boneka kayu buatan Emil di dalam pondok perabot, tempat Emil dihukum setiap berbuat nakal

Boneka kayu buatan Emil di dalam pondok perabot, tempat Emil dihukum setiap berbuat nakal

Emil and the soup tureen

Emil and the soup tureen

Adegan yang bikin semua orang tertawa

Adegan yang bikin semua orang tertawa

Ida di tiang bendera

Ida di tiang bendera

Emil, Ida, Nyonya Svensson dan Tuan Svensson

Emil, Ida, Nyonya Svensson dan Tuan Svensson

Rasmus mengamen

Rasmus mengamen

Rasmus

Rasmus

Selain nonton pertunjukkan dan berkunjung ke rumahnya tokoh-tokoh idola, ALV sebenernya punya ‘wahana’ juga kok. Tentunya bukan dalam bentuk rides yang canggih-canggih, wong mau main kuda pusing aja gak ada di sini. Tapi di ALV ada perosotan besar buat anak-anak di rumahnya Karlsson Manusia Atap, ada arena bermain engrang, ada banyak instalasi Face in Hole, ada gua gelap buat adu nyali anak-anak dan tiga yang paling disukai Kai dan Sami: Tiny, tiny town, Troublemaker street dan You Can’t Touch The Ground Trail.

Sedikit tentang Tiny, tiny town: area ini merupakan miniatur kota Vimmerby di tahun 1920an, jamannya Astrid Lidngren menghabiskan masa kanak-kanaknya di sana. Beberapa gedung yang ada di miniatur tersebut mewakili tempat-tempat yang pernah muncul dalam buku Astrid Lindgren. Beberaoa bangunan di Tiny, tiny town juga bisa ditemui di Vimmerby modern seperti rumah Pak Walikota yang pernah muncul dalam kisah Emil. Masih ada loh di Vimmerby, walaupun sekarang tidak lagi ditinggali oleh walikota.

Di Tiny, tiny town ada beberapa minatur gedung yang bisa dimasuki anak-anak. Kai dan Sami seneng banget main petak umpet di sana sampe susah menggeret mereka beranjak ke tempat lain.

Town hall Vimmerby di tahun 1920-an

Town hall Vimmerby di tahun 1920-an

Tiny, tiny town

Tiny, tiny town

20150608_112738

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

The troublemaker street konsepnya juga mirip-mirip, rumah-rumahan yang bisa dimasuki oleh anak-anak, tapi dalam skala yang lebih kecil. Menurut gue sih lebih cantik, lebih imut-imut dan lebih berwarna-warni. Pas lagi di sana lagi banyak banget anak-anak kecil histeris keluar masuk rumah-rumah ‘boneka’ tersebut. Ya jelas Kai dan Sami ikutan histeris juga. Seneng banget deh pokoknya.

Troublemaker street ini dibikin untuk menyerupai sebuah ilustrasi di buku Lotta. Tepatnya dari buku bergambar Osaa Lottakin ajaa (Lotta naik sepeda dalam versi Indonesianya?) dengan ilustrasi oleh Ilon Wikland. Versi buku bergambar ini baru gue temui setelah tinggal di Finlandia, waktu di Indonesia dulu sih bukan seperti ini bukunya. Gue kurang tau apakah buku-buku bergambarnya Astrid Lindgren bisa ditemui di Indonesia atau tidak. Mau cari versi originalnya (non illustration book) aja sekarang udah langka banget.

Kalo ngikutin hati maunya sih gue berfoto seratus kali di troublemaker street yang cantik ini, tapi apa daya yah,…saat itu gue cuma liat satu dua biji turis Asia di ALV dan sisanya muka-muka bule eropa semua. Dan seperti yang kita ketahui, orang eropa kurang suka foto-foto (apalagi foto diri sendiri), jadi aku mau foto banyak-banyak kan malah malu. Dan seperti yang juga sangat kita ketahui bersama, suami eropaku bencinya setengah mati sama kegiatan foto-fotoan. Jadi begitulah…selama di ALV gue gak banyak foto-foto (dan Mikko berteriak: SEGITU GAK BANYAK?)

ilustrasi troublemaker street oleh Ilon Wikland

20150608_151015

Troublemaker street di ALV

20150608_151428

Rumah kuning, rumahnya Lotta

‘Wahana’ terakhir kecintaannya anak-anakku adalah You Can’t Touch The Ground Trail. Seperti judulnya, dalam permainan kita harus berjalan tanpa menyentuh tanah. Jadi jalannya harus di atas batu, kayu, pagar, dll yang sudah disiapkan di sepanjang jalurnya. Ide permainan ini tentunya diambil dari kisah Pippi si Kauskaki panjang. Inget gak Pippi suka mengajak Thomas dan Annika untuk bermain seperti ini, bahkan di dalam rumah? Di cerita Pippi mereka harus berjalan di dalam Pondok Serbaneka sambil meloncati meja, kursi, lemari, dll. Pokoknya jangan sampai menyentuh lantai.

Wahana satu ini paling ramai dimainkan oleh anak-anak dan juga orang dewasa. Emang seru sih. Banyak ayah-ayah yang ikut bermain sambil mentitah bayinya yang baru bisa jalan atau balita kecil yang belum lancar manjat-manjat sendirian. Cukup mengharukan loh liatnya. Sementara gue sibuk ngeker kamera karena maksud hati mau mengambil foto anak-anak dengan pose yang paling keren, tapi terus……anaknya kecebur kali.

Salah satu bagian dari jalur wahana ini memang sulit buat anak kecil seperti Sami. Harus meloncati batu-batuan di tengah sungai kecil yang jaraknya lumayan berjauhan. “Akuw bisa sendiri” Samiun, seperti biasa, selalu pede dan äiti, seperti biasa, sibuk pegang kamera. Yang terjadi selanjutnya Sami basah kuyup dan nangis kencang-kencang. Begini deh ibu Asia, yang diurusin kamera melulu.

Melewati pagar

Melewati pagar

20150608_104138

Orang dewasa juga ikut main

Anak besar juga ikut main

sesaat sebelum kecebur

sesaat sebelum kecebur

Di hari kedua kami seharian di ALV dan sempat menonton hampir semua pertunjukkan yang ditampilkan, dua kali bermain di You Can’t Touch The Ground Trail, dua kali bermain perosotan di rumahnya Karlsson dan setelah membeli kartu pos dari toko souvenir barulah kami say goodbye sama ALV. Dengan berat hati tentunya, paling gak buat gue. Kalo aja ALV gak sejauh itu dari Kerava, pengen rasanya berkunjung ke sana tiap tahun.

20150608_134403

Menyebrangi danau dengan menarik rakit

Menyebrangi danau dengan menarik rakit

Permainan lainnya: menyusuri labirin untuk menarik lonceng

Permainan lainnya: menyusuri labirin untuk menarik lonceng

Bermain engrang dan kuda-kudaan dari kayu

Bermain engrang dan kuda-kudaan dari kayu

Hei, Ronya!

Hei, Ronya!

Ronya dan Birk terjebak di kabut tebal

Ronya dan Birk terjebak di kabut tebal

“Jangan tinggalkan aku, Birk” dimulainya kisah Romeo dan Juliet cilik versi Swedia

Si cantik Ronya

Si cantik Ronya

Karena hari masih sore (ALV tutup jam 5 sore) dan matahari juga masih lama bersinar di langit musim panas, kami jalan-jalan dulu ke pusat kota Vimmerby sebelum kembali ke pondokan kami. Sebenernya di Vimmerby ini ada museum Astrid Lindgren yang dulunya merupakan tempat tinggal Astrid Lindgren dan keluarganya sebelum beliau pindah ke Stockholm di umur 18 tahun. Dan di sekitar Vimmerby kita bisa berkunjung ke beberapa tempat yang menjadi lokasi syuting film Pippi, Emil dan Bullerbyn. Kayanya gue bakal girang setengah mati deh kalo bisa ngeliat perwujudan desa Bullerbyn yang sebenernya. Sayangnya kami gak bisa berkunjung ke tempat-tempat tersebut. Selain gak punya waktu, kayanya susah juga bisa sampai ke sana dengan mengandalkan kendaraan umum. Semoga suatu hari gue bisa kembali berkunjung ke ALV dan Vimmerby sambil nyewa mobil, ya.

Vimmerbynya sendiri ternyata cukup menarik. Pusat kotanya cantik dengan gedung-gedung kayu berwarna pastel. Di market squarenya ada patung Astrid Lindgren, miniatur rumah-rumah Bullerbyn dan kapalnya Pippi. Di situ juga ada satu toko buku yang, bisa ditebak, menjual segala macam buku dan suvenir yang berhubungan dengan Astrid Lindgren. Satu kota ini berdedikasi sekali pada ratu penulis dari Swedia tersebut.

Bullerbyn di market square Vimmerby

Bullerbyn di market square Vimmerby

Vimmerby town hall

Vimmerby town hall

Vimmerby

Vimmerby

Storgatan, jalan utama di Vimmerby

Storgatan, jalan utama di Vimmerby

rumah cantik bunga-bunga di Vimmerby

rumah cantik bunga-bunga di Vimmerby

Kotak posnya si rumah cantik

Kotak posnya si rumah cantik

a closer look. me want!

a closer look. me want!

Halamannya si rumah cantik

Halamannya si rumah cantik

Biasalah, numpang foto dulu

Biasalah, numpang foto dulu

Setelah puas jalan-jalan di Vimmerby, berkunjung ke pemakamannya untuk mencari makam Astrid Lindgren (tapi gak ketemu), akhirnya kami kembali ke pondok kecil kami di ALV. Besoknya pagi-pagi buta kami harus menuju Stockholm, mengejar pesawat kembali ke Finlandia. Pagi-pagi sebelum cabut Mikko telepon taxi untuk mengangkut kami ke stasiun kereta. Ternyata armadanya kosong dong, dong, dong! Kota kecil seperti ini rupanya cuma punya taxi beberapa biji aja. Akhirnya kami setengah berlari ke stasiun. Gak jauh-jauh amat sih, sekitar 1,7km. Tapi karena terbirit-birit, napas gue jadi senin-kemis. Pas sampai stasiun pas juga keretanya datang. Telat satu menit aja kami akan ketinggalan kereta dan pastinya juga ketinggalan pesawat. Biasalah, liburan emang kurang seru kalo gak pake acara pacu jantung begini.

Perjalanan Vimmerby-Stockholm gue kembali sibuk foto-foto dari jendela. Pemandangannya baguuuuus banget. Padang rumput hijau dan rumah-rumah cantik dari kayu. Tapi seperti biasa, berhubung skillnya pas-pasan jadi hasil fotonya gak ada yang bagus.

Masih Vimmerby, rumah walikota dalam kisah Emil

Masih Vimmerby, rumah walikota dalam kisah Emil

Badhaus Vimmerby

Badhaus Vimmerby

Patung Astrid Lindgren di Vimmerb market square

Patung Astrid Lindgren di Vimmerby market square

Kembali lagi membahas soal ALV, berikut hal-hal lainnya yang gue perhatikan di sana:

  • Tentunya gue lebih kepengen ke ALV di puncak musim panas, sekitar bulan Juli, yang juga merupakan peak season kunjungan di ALV. Seperti yang udah gue tulis, atraksi yang ditampilkan lebih sedikit di musim low season. Padahal kan pengennya melihat semua yang bisa dilihat di ALV dong ya? Tapi waktu itu aku takut pak suami berubah pikiran. Kalo ditunda-tunda nanti malah gak jadi pergi lagi. Mau high, low atau durian season gue jabanin aja deh kunjungan ke ALV kapan pun memungkinkan.
  • Seperti yang juga udah gue tuliskan, ALV ini gak besar-besar amat dan pengunjungnya pun gak rame membludak seperti umumnya theme park di musim panas. Apalagi pas gue di sana kan masih masuk low season, puas banget ngiderin ALV tanpa berdesak-desakan. Mau main apapun hampir gak pernah antri, dan nonton pertunjukkannya bisa di tempat strategis. Tentunya di masa peak season taman ini akan jauh lebih ramai tapi tetap bukan level Disneyland atau pun Dufan di musim liburan sekolah. Ini yang bikin gue makin cinta sama ALV. Nyaman!
  • Salah satu alasan kenapa ALV gak rame-rame banget adalah target marketnya yang masih ditujukan untuk pengunjung lokal. Sebagian besar pengunjung ALV memang warga Swedia. Turis asing yang umumnya ditemui di ALV biasanya dari negara tetangga (Norwegia, Denmark, Finlandia), Jerman dan Belanda. Turis Asia masih sedikit sekali.
  • Di tahun 2009 ALV menghapus seluruh restoran fast food dari tamannya, walaupun resto-resto ini yang sebenarnya paling profitable. Sejak itu ALV berkomitmen dalam menyediakan menu yang homemade, lokal, dan sebisa mungkin organik.
  • Kunjungan ke ALV sepertinya akan sangat menyenangkan untuk anak-anak usia 3-7 tahun. Anak yang lebih dewasa mungkin lebih menyukai permainan rides yang seru-seru dan jadinya kurang mengapresiasi kesederhanaan ALV. Tapi permainan seperti You Can’t Touch The Ground ataupun sekedar lari-lari keluar masuk rumah miniatur sungguh bikin girang untuk anak-anak seumuran Kai dan Sami. Tentunya, buat anak yang cinta berat sama karyanya Astrid Lindgren, mau berkunjung ke ALV di usia berapa pun ya gak masalah. Liat aja gue yang udah bangkotan ini suenengnya bukan main bisa datang ke sana.
Sami dengan topi Emilnya

Sami dengan topi Emilnya

Begini caranya anak-anak turun dari rumahnya Pippi, meluncur di perosotan

Begini caranya anak-anak turun dari rumahnya Pippi, meluncur di perosotan

Karlsson on the roof. Karlsson si manusia atap.

Karlsson on the roof. Karlsson si manusia atap.

ALV

ALV

ALV

ALV

Isi sebagai Emil, Sami sebagai Ida yang dikerek di tiang bendera

Isi sebagai Emil, Sami sebagai Ida yang dikerek di tiang bendera

äiti sebagai Ida, Sami sebagai Emil

äiti sebagai Ida, Sami sebagai Emil

Kakak beradik hati singa

Kakak beradik hati singa

Rumahnya Lotta

Rumahnya Lotta

Dapur di rumah Lotta

Dapur di rumah Lotta

Begitu kembali ke Kerava kami sekeluarga masih saja menderita demam Astrid Lindgren. Gue memborong buku-bukunya dari perpus dan Mikko meminjam video-video Emil dan Pippi buat anak-anak.

Kai dan Sami ternyata terkesan sekali sama tontonan yang mereka saksikan di ALV. Cerita kepalanya Emil yang masuk ke mangkuk sup atau cerita kaki ayahnya Emil yang tergigit perangkap tikus atau cerita Pippi datang ke sirkus diulang-ulang terus oleh mereka. Termasuk juga lagu-lagu dari pertunjukkan tersebut. Biarpun dibawakan dalam bahasa yang kami tidak mengerti tapi lagu-lagunya memang catchy, easy listening dan enak buat sing-a-long. Untung banget ada versi finlandia untuk lagu-lagu tersebut. Sekarang Kai dan Sami udah teramat fasih menyanyikan soundtrack lagu Emil (atau Eemeli dalam bahasa finlandia). Dan diujung lagu Sami akan berteriak sekuat tenaga “Eemeeeeeeliiiiiii”, seperti bapaknya Emil yang sedang mengamuk menghadapi kenakalannya Emil. “Emiiiiiiiiiiiiiiiiil!!!”

Untuk video Emil ada versi yang sudah didub ke dalam bahasa finlandia tapi untuk video Pippi masih dalam bahasa swedia dengan pilihan teks finlandia atau inggris. Kalo gue gak salah, sepertinya ada deh di youtube video Emil dan Pippi dengan teks bahasa inggris. Silahkan dicari buat yang tertarik. Dan masih di Youtube, ada banyak orang yang mengupload video pertunjukkan Emil, Pippi, dllnya dari ALV. Sampe sekarang masih suka gue tontonin. Maklum, belon move-on.

Vahteramäen Eemeli alias Emil dari Lönneberga. Lagu versi finlandia

Terakhir, sebelum tulisan ini berakhir, gue mau ngucapin terima kasih teramat sangat buat Mikko, suamiku tercinta, yang membawaku ke tempat impianku ini. Berikutnya Disneyworld ya, suamiiiiii

20150608_154952



kok suami tau sih?

$
0
0

wpid-img_20150731_212450_hdr.jpg M: Sayang, I am taking you to Neuschweinstein.

R: NO! I AM taking you here. I am the one who chose this destination. You wanted to go to Italy.

M: Iya sih. But I am the one paying for this trip

R: Ya, iya dong! It’s part of your kewajiban menafkahi istri jasmani dan rohani. As stated in the Koran. Liburan itu nafkah rohani, you know!

M: You’re joking, right? I am pretty sure there is no where in the Koran does it say that you should take your wife to Neuschweinstein for a holiday .

wpid-img_20150731_213558_hdr.jpg


dalam rangka tujuh belasan

$
0
0

Masih dalam suasana tujuh belasan ada beberapa hal yang lantas suka bikin gue berpikir. Hal pertama yang bikin gue sibuk berpikir sebenernya ada hubunganya dengan hobi blogwalking ngalor ngidul gue. Tapi mari kita flashback dulu sebentar ke sebuah acara yang gue hadiri di KBRI beberapa bulan lalu.

Alkisah saat itu KBRI Helsinki kedatangan tamu akademisi dari Jogjakarta yang sedang melakukan penelitian di Finlandia. Topik penilitian ibu dosen dari Jogjakarta tersebut adalah tentang kehidupan komunitas muslim di Finlandia. Bagaimana warga muslim beradaptasi di sini, berintegrasi dengan sistemnya dan penerimaan penduduk lokal terhadap pendatang muslim. Topik ini kemudian juga berkembang sehingga dibahas juga hal-hal seperti gaya hidup di Finlandia, gaya parentingnya, dan tentunya kalo ngomongin Finlandia pastilah ngomongin sistem pendidikannya juga. Buat gue topik-topik yang dibahas hari itu menarik sekali.

Untuk meramaikan suasana diskusi hari itu, beberapa tokoh muslim yang lumayan terkenal di Finlandia di undang untuk hadir, salah satunya adalah mbak aktivis/feminis muslim keturunan Somalia. Mbak aktivis ini datang ke Finlandia bersama keluarganya sebagai pengungsi di umur yang masih teramat belia. Bisa dibilang dia gak inget lagi tentang kehidupannya di Somalia dulu. Dia hidup dan dibesarkan di Filandia, mengambil kewarganegaraan Finlandia dan juga menikah dengan warga Finlandia. “I identify myself as Finnish” begitu kata si mbak.

Tapi memang, yang namanya rasisme itu ada dan terasa. Apalagi buat si mbak yang biarpun sudah sangat Finlandia tetap saja terlihat berbeda dan asing di tengah masyarakat lokal yang putih-putih beramput terang. Inilah alasan yang membuat si mbak terpanggil buat jadi aktivis dengan harapan bisa membawa perubahan dalam kebijakan-kebijakan pemerintah agar lebih berpihak pada pendatang, khususnya pendatang muslim.

Sebagai sesama pendatang tentunya gue respek banget dong ya sama aktivis kaya si mbak ini. Seandainya gue bermasalah sama sistem negara ini, orang-orang kaya dia lah yang bisa gue andalkan untuk menolong gue. Tapi…tapiiii…waktu dengerin si mbak berbicara tentang kehidupannya di Finlandia, gue jadi teringat kenapa gue suka sering merasa terintimidasi sama kata aktivis dan feminis.

Dalam bayangan gue orang yang is-is itu (aktivis, feminis) ya yang kaya si mbak. Ngomongnya berapi-api dan isinya protes-protes melulu. Ini salah, itu salah, semua salaaaah. Macam dunia mau kiamat besok pagi.

Mendengarkan si mbak berbicara selama dua jam waktu itu, kesannya tinggal di Finlandia ini ampuuuuun….berat banget jendral! Semuanya salah di sini. Semua bikin sengsara. Gak ada yang beres! Kebijakan negara gak berpihak pada perempuan. Milih karyawan berdasarkan koneksi, jadi udah pasti orang asing tersisihkan. Ruang publik gak menudukung umat muslim untuk beribadah. Sistem pendidikannya bagus on paper aja, padahal mah aslinya mah dibawah standar. Blablabla yadaa yadaa yadaaa….

Gue yang selama ini bahagia hidup di Finlandia tetiba merasa tertekan. Ih, ternyata selama ini aku hidup dalam khayalan. Aslinya mah negara ini bobrok banget.

Untungnya mah pikiran kaya gitu cuma bertahan beberapa menit aja di kepala gue. Apalagi kalo teringat sama si mbak yang aslinya berasal dari Somalia. MBAAAAAK, DI SOMALI EMANG DAPET APA MBAK? MAKMUR BANGET PASTI YA DI SANA HIDUPNYA KAYA RATU?

Pada akhirnya, setelah pulang dari KBRI gue berusaha untuk gak menilai si mbak dari omongannya selama dua jam tadi. Berhubung acaranya singkat, mungkin si mbak memutuskan untuk membicarakan hal-hal yang penting penting saja. Hal-hal yang menurut dia patut diperbaiki. Kalo nanti perbaikan itu tercapai kan gue juga yang seneng nikmati hasilnya.

Tapi, perasaan gak enak hati waktu dengerin protes-protesnya si mbak atas negara Finlandia ini bikin gue jadi ngaca juga. Apa jangan-jangan gue juga suka bikin kesalahan yang sama ya? Ngomongin Indonesia dengan nada yang selalu negatif? Apalagi gue bisanya cuma ngomong tapi gak ada eksyen, gak seperti mbak aktivis. Bikin malu kaaaan.

Dan menilik dari banyak blog yang pernah gue baca, sepertinya sih ya, kalo gue boleh menyimpulkan, suka ada kecenderungan di antara blog perantau untuk bikin tulisan yang membanding-bandingkan tanah air kita dengan negara lain. Dalam perbandingan tersebut biasanya Indonesia dituliskan sebagai pihak yang kalah atau bahkan bersalah. Kecenderungan ini santer di kalangan perantau baru, baik online maupun offline, tapi semakin lama seseorang merantau komen-komen yang berat sebelah ini semakin berkurang. Kalopun ada perbandingan perspektifnya lebih objektif dan lebih dalam. Gak sekedar “Nih, liat nih di luar negri begini. Lo-lo mah yang di Indonesia tuh salah…salah semua!”

Bukan berarti perbandingan-perbandingan yang dibahas itu cuma khayalan sih. Emang sebenernya terpampang nyata seperti bulmat palsunya Syahrini. Tapi mungkin:

  1. Kagum sama sistem baru, tatacara baru dllnya boleh aja tapi gak usah selalu dibanding-bandingkan sama yang ada di negara sendiri. Kayanya cukup berkata “Di sini enak nyetir karena jalannya lancar” dan gak usah ditambahin “Gak kaya di Jakarta yang macet melulu”
  2. Gak usah sering-sering. Ini sebenernya poin yang sangat penting. Sekali dua kali perbandingan ya wajar. Tapi kalo seringnya luar biasa -di blog ditulis, di twitter diulang-ulang, status facebook juga begitu molo – kesannya malah jadi pamer betapa senangnya hidup di luar negri yang gak kaya di Indonesia. Hebuset….aku lelah bacanya.
  3. Pilih-pilih kalimat yang lebih netral dalam menggambarkan Indonesia. Hindari kalimat yang terlalu judgemental atau menjatuhkan. You know lah maksud ai. “Di sini orang-orang kalo wiken senengnya olah raga, hiking di gunung, volunteer to save the world atau sekalian bikin roket pergi ke bulan. Gak kaya di Indonesia senengnya ke mol doang/ Di sini anak-anaknya pinter makan sendiri, kalo di Indonesia kan makan harus digendong sambil disuapin/ Di sini bikin pesta sih sederhana aja, gak kaya di Indonesia yang dijadiin ajeng pamer dan sombong-sombongan.” Kira-kira komen seperti itu yang gue maksud, yang bernada “My life here is so much better than yours”. Errr…gue juga bersalah kok suka keluar kalimat-kalimat yang bernada sama. Tapi semoga gak keseringan ya.

Gue ulangi lagi, komen-komen di atas bisa jadi sangat benar adanya. Benar-benar kejadian di negara kita tercinta. Tapi jangan sering-sering bikin perbandingan kaya di atas. Selain bikin yang denger eneg huek-huek, yang ngomongnya juga dijamin akan dianggap sombong bin jumawa. Penyakit sombong “I am better than you” ini sering juga ditemui sama orang-orang yang kembali ke Indonesia untuk menetap. Reverse cultureshock katanya emang lebih berat daripada menghadapi culture shock di negara baru tapi ya gak usah dikit-dikit ngomongnya:

“Lama amat si ngantrinya? Di Amerika yang kaya gini-gini tuh cepet banget. Semuanya udah computerized”

“Emang gak bisa bayar pake kartu? Di Amerika gue jarang banget punya cash di dompet”

“Gile panas banget. Sejak di Amrik gue udah gak terbiasa lagi panas-panasan begini”

Sebagai catatan, omongan di atas (dan sejuta amerika-amerika lainnya) beneran gue denger selagi bikin SIM di Daan Mogot tiga tahun lalu. Gue sampe muak dan rasanya pengen teriak “MAS, BALIK AJA KE AMERIKA SANAH!”.

Kita sendiri sebagai manusia pada dasarnya punya kebutuhan untuk beradaptasi dan membaur ke lingkungan. Jadi yang ngomong “Orang Indo mah kegiatannya ngemol doang” Emang yakin kalo nanti balik ke  Indo gak bakal ngemol apah? Yang ngomong “Orang Indo mah dikit-dikit naik ojek, males jalan kaki” Emang nanti kalo balik ke Indo masih rajin jalan kaki berkilo-kilo meter? Menurut gue sih wajar banget kalau orang Indonesia katanya males jalan kaki. Jakarta panas, bung. Polusi tinggi, trotoar bolong-bolong, itu pun makenya rebutan sama motor, sepeda dan kaki lima. Mau jalan di mana akuh?

Lagipula, bikin pernyataan yang menggeneralisasikan seluruh warga Indonesia itu sebenernya susah dan gak adil. Indonesia sering disebut sebagai negeri dengan keaneka ragaman paling besar di dunia. Ribuan pulau, ratusan etnis dan bahasa. Gak gampang nemuin persamaan yang bisa ditemui di seluruh area Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Gue sendiri paling sering ditegur Mikko kalo udah ngomong “Di Indo begini, di Indo begitu. Di Indo enak naik mobil kemana-mana. Di Indo enak bisa punya ART”. Menghadapi  keluh kesah gue Mikko berkata “Indonesia itu bukan cuma Jakarta dan Jakarta bukan cuma BSD”. Lha, iya! Karena BSD itu di Tangerang, bukan Jakarta.

Maksud omongan Mikko itu supaya gue lebih mengembangkan perspektif gue dalam menilai Indonesia. Persepsi gue tentang Indonesia, menurut Mikko, seringnya terbatas untuk sekitaran Jakarta, khususnya BSD. Dan tolak ukur yang gue pake umumnya temen-temen gue, keluarga, dan blogger kondang yang tulisannya rajin gue baca. Semua grup ini punya karakteristik yang sama: berpendidikan tinggi dan secara ekonomi berada di kalangan menengah ke atas. Padahal Indonesia jauh lebih luas dan lebih beragam dari itu. Masih banyak orang-orang yang tinggal di tempat yang gak ada molnya, gak bisa dibilang kalo orang Indonesia hobinya ngemol semua. Gue ke hutan sekali aja udah bangga bener, padahal di Indonesia masih banyak yang tinggal di hutan. Yang jalan kaki berkilo-kilo tiap hari demi datang ke sekolah? Adaaaa! Dan gak semua orang di Indonesia punya mobil, memangnya kenapa ente fikir KRL penuhnya luar biasa? Apalagi ngomongin ART, keluar dari kota-kota besar, umumnya orang hidup tanpa ART. Apa-apa ya kerjain sendiri, sama kaya di luar negri.

Kalo baca kisah hidup perantauan di luar negri yang diawali dengan “Di sini semua harus dikerjakan sendiri mulai dari memasak, mencuci hingga mengurus anak” Mikko bakal mendengus, “Pasti yang nulis orang kaya dari Jakarta soalnya she expects a life with a pembantu and a baby sitter in Indonesia” Maklum ya, Mikko ini emang hobinya jalan-jalan ke pelosok Indonesia yang gak kenal sama kata baby sitter.

Tapi tetep dong, ah. Kalau nanti balik ke Indonesia yang pertama kutelepon pastilah ahensi ART dan Babysitter. Kalau bisa hidup lebih enak siapa yang nolak sih? Lagipula, sangat wajar kalau orang barat terbiasa mandiri tanpa ART ini. Sistem kehidupan di sini memang dirancang supaya warganya bisa hidup mandiri. Daycare yang mudah diakses dan murah, jam kerja yang lebih singkat, cuti yang banyak, teknologi yang bikin pekerjaan rumah lebih mudah, dan lain sebagainya. Sebaliknya, buat yang hidup di Jakarta tanpa ART dan babysitter, silahkan tepuk dada dengan bangga. AKOH MAH KAGUM BANGET SAMA KALIAN SAMPAI MAU BERKOWTOW!

Kembali pada inti tulisan ini, membanding-bandingkan memang lumrah dan umumnya terjadi bila tiba di tempat baru. Selain yang bernada menjatuhkan Indonesia, pendatang baru yang masih terserang culture shock kadang juga suka mengeluhkan kehidupannya di negara baru.

“Di sini mah apa-apa lama. Ke dokter bikin janji dulu seminggu sebelumnya. Mau potong rambut aja juga harus nunggu berhari-hari. Di Indonesia mah enak, tinggal dateng asal bisa bayar”

“Di sini makanannya gak enak. Apa itu hambar-hambar semua?”

“Di sini servicenya jelek. Masa di restoran harus beresin meja sendiri”

“Masa di sini kalo hamil harus ke bidan. Di Indonesia kita kontrolnya ke obgyn dan pasti di USG, dapet fotonya pula”

“Di sini rumahnya kecil-kecil. Rumah gue di Indo tiga kali lebih besar”

Komen-komen kaya gini juga banyak loh dan juga bikin kesel buat pendengarnya. Mungkin sebelum mengeluh sebaiknya berpikir dulu kalo yang di Indonesia hidupnya enak tanpa masalah barangkali cuma elo aja. Yang lain-lain mah gak seberuntung itu dan bisa jadi malah sangat bersyukur akan keadaan di sini.

Semoga kita-kita yang merantau dijauhkan dari tindak tanduk yang bikin orang lain kesel ya. Gak bikin pundung penduduk lokal di negara baru maupun sesama saudara di negara sendiri. Sekaligus gue mau minta maaf kalo sendirinya juga pernah bikin pernyataan nyebelin seperti yang gue jabarkan di sini baik dulu maupun nanti karena memang sih, yang namanya perbandingan cenderung menempatkan satu pihak lebih tinggi dan satunya lagi lebih rendah. Tapi kembali pada prinsip Vetty Vera: sedang-sedang sajaaaaaa, alias jangan sering-sering.

Hal kedua yang ingin gue bahas dalam jurnal tujuhbelasan ini apalagi kalau bukan tentang bahasa kita, bahasa indonesia, karena cinta Indonesia pastinya berarti mencintai bahasanya. Tapi belakangan ini penggunaan bahasa Indonesia makin kegerus sama penggunaan bahasa inggris yang makin meluas bahkan mungkin sudah dianggap normal.

Gue gak bicara soal bahasa Indonesia ala Cincha Laura di sini atau pun soal anak-anak sekolah internasional yang gagap berbahasa Indonesia. Yang saat ini bikin gue lumayan prihatin adalah penggunaan bahasa Inggris untuk keperluan undangan (pernikahan, ulang tahun, baby shower atau pun siraman, peluncuran produk baru dan berbagai acara lainnya), website sekolah/perusahaan/dsb dan iklan.

Maksud gue begini. Sekarang ini kan lagi ngehits banget nih memakai produk lokal, produksi anak negri. Katanya bukti cinta sama negri sendiri. Lha, tapi trus segala macam tetek bengek si produknya – mulai dari website, iklan, buku panduan – dituliskan dalam bahasa inggris. Ini kan bertentangan sama tujuan memupuk cinta negri sendiri tadi. Apalagi kalau target pasarnya emang penduduk Indonesia, kenapa toh komunikasinya sangat keminggris? Apakah anda lupa kalau Indonesia punya bahasa sendiri, bahasa indonesia?

Kalau memang tujuannya untuk go international silahkan saja berbahasa inggris ria tapi tetap pertahankan komunikasi dalam bahasa indonesia. Buat dua halaman web berbeda, buku panduan yang bilingual atau semacamnya.  Yang jelas, jangan hapuskan penggunaan bahasa indonesia. Selama target pasarnya masih orang Indonesia, berbicaralah dalam bahasanya. Apalagi kalo yang bikin produknya juga orang Indonesia. Jangan bikin bangsa kita lupa sama bahasanya sendiri.

Hal yang sama juga berlaku buat undangan, iklan dan lain-lainnya. Selama tamu yang diundang juga sesama orang Indonesia, dan acaranya juga di Indonesia, kenapa udangannya harus berbunyi “You are cordially invited to our blablablabla…..” Ada orang asing yang datang ke acara tersebut? Tetap bukan alasan yang bagus untuk tidak menggunakan bahasa indonesia selama orang asingnya cuma minoritas. Kalo mau repot bolehlah bikin tulisan dalam dua bahasa – indonesia dan inggris.

Kayanya gue udah  jarang banget ngeliat undangan ulang tahun anak dan perintilan pestanya dalam bahasa Indonesia. Every kid is now turning 1, 2, 3 instead of  ulang tahun yang pertama, ke-2, ke-3.

Sama juga buat acara peluncuran produk baru. Suka sebel liat segala-galanya tertulis dalam bahasa inggris, padahal toh nanti di acaranya juga bakalan ngomong bahasa Indo, yekaaan? Tapi kayanya emang sekarang ini udah tertanam asumsi bahwa bahasa inggris lebih bergengsi dari pada bahasa ibu sendiri. Jadi kalau produknya mau dianggap serius sama pasar,bahasa inggris harus diselipkan di sana sini. Ini kenyataan yang agak menyedihkan dan gak sepenuhnya kesalahan marketing karena kita sendiri secara gak sadar ikut berperan dalam membentuk asumsi tersebut.

Makanya, man-tereman, gue berharap kita bisa kembali mencintai bahasa ibu kita, bahasa indonesia. Mau gak mau gue harus bikin perbandingan di sini. Pengalaman tinggal di tiga negara eropa, gue sebagai orang asing dituntut untuk mengerti bahasa setempat, bukan sebaliknya- mereka mengakomodasi gue dengan senantiasi speak speak english. Pemakaian teks bahasa inggris umumnya dipakai ditempat dengan target pembaca yang mayoritas orang asing seperti di bandara, asrama mahasiswa international dan tempat wisata. Yang lain-lainnya tetap dalam bahasa lokal atau dibuat dalam beberapa bahasa tanpa pernah menghilangkan penggunaan bahasa setempat. Ini salah satu bentuk kebanggaan akan bangsa sendiri yang diwujudkan dalam pemakaian bahasanya secara baik dan benar. Sebuah tindakan yang gue rasa harus kita lakukan untuk Indonesia.

Salam merdeka!


ocehan bocah

$
0
0

#1

Kai: Kenapa tadi äiti sholat panggil Sami?

Äiti: Apa?

Kai: Iya, panggil Sami.

Äiti: Panggil Sami gimana?

Kai: Samiiii wawawaababalaaadaa. Eh, aku tauuu…aku tauuuu. Soalnya Sami tadi berisik jadi äiti bilang bahasa arab ‘Sami, jangan berisik! Äiti lagi sholat!”

Äiti: Oooohhhh…maksudnya samiallah huliman hamidah.

Kalau äiti dan Kai lagi sholat memang Sami sukanya guling-guling di depan sajadah sambil nyanyi.

#2

Äiti: Ayo kita sholat! Sami juga!

Sami: Tapi akuw mawunya sowlat di tempat tiduw.

Äiti: Oke, boleh dari tempat tidur. Tapi beneran ikut sholat, ya.

Sami: Akuw mawu pake bantal.

Äiti: Lho, buat apa bantal?

Sami: Mawu sewimut zugaaa

Dan kemudian anaknya ‘sholat’ sambil kemulan di dalam selimut. Sekali-sekali terdengar suaranya yang pura-pura ngorok “Zzzzz….sssshhhhh….zzzzzz…sshhhh”. Sengaja mau buat äiti ketawa.

Dibandingkan Kai yang anaknya sangat penurut, Sami ini memang paling hobi ngeles dari perintah äiti.

#3

Äiti: Äiti sayaaaaang sama Sami.

Sami: Akuw sayang zuga sama äiti

Äiti: Kenapa, ya, äiti kok sayang banget sama Sami? Kenapa ya?

Sami: sowalnya akuw baiiikkk

Äiti: Oooh, Sami anak baik ya?

Sami: Iyah

Äiti: Baik banget?

Sami: Iyah, baik bangat

Äiti: Kalo Sami kenapa sayang sama äiti?

Sami: Sowalnya akuw suka sama äiti

Äiti: Hooo…tapi kenapa ya Sami suka sama äiti? Sayang sama äiti?

Sami: Hmmm….

Äiti: Soalnyaaa…..

Sami: Sowalnya kalo isi biwang onggak boweh, twus akuw nangis, twus aku datang ke äiti, twus äiti biwang boweeeeeh

Oooopps! Inconsistent parenting. Mohon jangan ditiru!

#4

Percakapan Kai dan isinya di telepon ketika isi sedang bisnis trip 2 minggu (aslinya dalam bahasa finlandia)

Kai: Iskä, udah punya uang banyak belum?

Isi: ………

Kai:Gak perlu cari uang banyak-banyak. Pulang aja, iskä. Pulang! Aku rindu!

Dan terus anaknya nangis :(

catatan: Kai dan Sami memanggil Mikko dengan sebutan isi, isä atau iskä yang semuanya berarti ayah.

wpid-img_20150829_121745.jpg


anak tetangga

$
0
0

“Senangnya ada Kai dan Sami yang tinggal di sini. Kalau mereka pindah kan nanti aku gak punya teman main. Aku inginnya  Kai dan Sami gak akan pernah pindah kemana-mana ninggalin aku dan Samir”

“Kai anaknya pemalu tapi kalau nanti di sekolah ada yang ganggu, biar Samir yang hantam anak itu buat Kai. Untung sekali ya Kai dan Samir akan masuk sekolah yang sama tahun depan”

Dua perkataan tersebut keluar dari mulut si cantik Sabina.  Yang pertama berhubungan dengan dua anak anggota geng PBB, sebut saja Mawar dan Melati, yang sekarang pindah negara. Kepindahan mereka tersebut tiba-tiba sekali dan kisahnya sungguh bikin hati sedih. Beberapa bulan yang lalu orang tua Mawar dan Melati bercerai. Ibunya keluar dari rumah dan bapaknya jadi single parent. Di musim panas bapaknya jatuh sakit yang ternyata kanker stadium 4 dan tiga minggu lalu si bapak membawa anak-anaknya mengunjungi kakek dan nenek di Norwegia. Ternyata sesampainya di Norwegia beliau meninggal, meninggalkan anak-anak kecil yang kebingungan di tempat asing. Sekarang Mawar dan Melati hidup di Norwegia tercerai berai di rumah tante yang berbeda-beda. Parahnya mereka cuma bisa bahasa Finlandia, sama sekali gak bisa bahasa Norwegia. Tentunya mereka kesulitan berbicara dengan keluarga di sana. Beberapa kali ibunya Samir menelepon ke Norwegia menanyakan kabar Mawar dan Melati  tapi di telepon mereka malah menangis meraung-raung minta pulang ke Finlandia. Gue sampe ikutan nangis denger ceritanya. Apalagi kalo inget dua anak ini dulunya sering banget ngebel ke rumah, main ke rumah, dan makan bareng-bareng di meja makan kami.

Kepindahan Mawar dan Melati tampaknya juga berat bagi Sabina. Kata ibunya, Sabina takut kalau Kai dan Sami juga akan pindah jauh-jauh dari Kerava. Kalau itu terjadi Sabina akan sedih sekali soalnya, katanya nih, Sabina sukaaaaa sekali main sama Kai dan Sami. Bagi Sabina, Sami dan Melati itu seperti “anaknya”. Sabina memang suka sekali main ibu-ibuan dan Sami pun akan meloncat ke gendongan Sabina tiap kali mereka bertemu. Sekarang Sabina sedih “anak”nya berkurang satu.

Kedekatan Kai dan Sami dengan dua anak tetangga tersebut membuat kami mantap memilih satu sekolah sebagai SDnya Kai nanti. Gak pake survey-survey, gak pilih-pilih sekolah berdasarkan ekskul, dll-nya. Pokonya kemana pun Samir pergi, Kai turut serta. Buat kami yang penting Kai punya teman di sekolah baru nanti. Anak kami yang sensitif itu suka sulit beradaptasi di tempat baru jadi kami berharap Samir bisa membantu Kai dalam memulai kehidupan barunya di sekolah. Dan benar yang Sabina bilang. Kai memang pemalu, penakutan dan sangat rentan dibully sementara Samir badannya besar dan kuat. Cukuplah buat kasih bogem ke anak pengganggu.

Dari dulu-dulu sekali gue inginnya kami sekeluarga tinggal di Helsinki, jadi anak kota biar gak ndeso di Kerava yang sunyi ini. Tapi melihat keakraban geng PBB bikin gue jadi lebih ridho sama Kerava. Gak sekedar buat kebaikan Kai dan Sami tapi juga karena gue jadi terlanjur sayang sama Sabina, Samir, Mawar dan Melati. Mereka ini kadang suka membeo Kai dan Sami, alias ikut-ikut panggil gue äiti.

“Äitiiiii….äitiiiiiii. Minta makan”

Aneh tapi lucu rasanya dipanggil äiti sama anak lain. Yang jelas bikin hati jadi hangat.

Semoga kalian baik-baik saja ya Mawar dan Melati. Rindu sekali sama kalian.


percakapan di sauna

$
0
0

Hari ini kami main-main di kolam renang Kerava sambil ajak anak tetangga. Kai dan Sami senengnya bukan main bisa bareng temen-temennya begitu.

Selesai berenang gue, Sami dan Sabina santai-santai dulu di sauna.

Gue: Sabina lebih suka berenang atauuu…skating?

Sabina: Berenang! Aku suka main air.

Sami (ikut-ikutan nanya): Sabina lebih suka aku atauuu… Kai?

Sabina: Dua-duanya!

Sami (sambil manyun): Tapi kan kemarin bilangnya aku temen kamu yang paling baik sedunia. Harusnya lebih suka sama aku dong.


Viewing all 217 articles
Browse latest View live