Ini masih kelanjutan cerita seputar sekolahnya Kai. Mengamati Kai bersekolah selama 9 minggu ini, termasuk pengalaman gue sendiri yang juga ikut nyicipin sistem persekolahan di Finlandia, ada beberapa hal yang bikin gue jadi ingin berbagi info dan opini tentang berbagai hal yang berhubungan dengan sistem sekolah di Finlandia sini. Ingat yah, tulisan ini didasari oleh observasi pribadi karena itu bisa jadi sangat subjektif dan fakta-faktanya mungkin tidak selalu benar.
Dan sekedar info, empat tahun lalu gue ikut program integrasi di Keravan School for Adults (Keravan aikuislukio). Tujuannya sih untuk belajar bahasa sini tapi gue terdampar di program yang tujuannya juga untuk menyiapkan imigran-imigran muda buat lanjut sekolah di Finlandia, karena itu gue belajar bahasanya lewat pelajaran matematika, biologi, geogradi dsb. Bener-bener jadi anak sekolahan lah.
Selesai dari program tersebut, sekarang gue ikut lagi sekolah kejuruan, SMK kalo di Indonesia, dengan jurusan memasak. Dua sekolah inilah yang gue maksud dengan “mencicipi sistem pendidikan di Finlandia”
![koulu-jules]()
Tentang Pekerjaan Rumah (PR)
Ini salah satu hal yang harus dibenarkan kalau berbicara tentang sistem pendidikan Finlandia. Banyak yang mengira kalau murid-murid di Finlandia gak punya PR malah dibilang sistem pendidikan di Finlandia bisa bagus karena tidak ada PR. Sekarang, setelah melihat Kai bersekolah, bahkan dari kelas 1 SD murid-murid sini sudah harus rutin mengerjakan PR. Hampir setiap hari malah.
Biasanya PR rutin diberikan dari hari Senin hingga Kamis. Khusus hari Jumat atau menjelang libur tidak ada PR biar anak-anak bisa tenang menikmati waktu bebas mereka.
Ini bukan hal baru. Dari dulu sekali waktu gue baru pindah ke negara kulkas ini, gue udah liat anak-anak teman mengerjakan PRnya sepulang sekolah. Mereka juga suka bilang kalau PR sekolahnya banyak. Hampir tiap hari.
Sebenarnya juga, koar-koar bahwa sekolah di Finlandia tidak ada PR cuma gue temukan di artikel-artikel dalam bahasa Indonesia. Di artikel lain, terutama dari media ternama, biasanya disebutkan bahwa murid-murid Finlandia PRnya lebih sedikit daripada murid-murid di negara (Amerika Serikat, Inggris, Kanada, dllnya tergantung artikelnya darimana).
Sebanyak apa sih PRnya murid kelas satu SD di Finlandia?
Kalau merujuk ke Kai, untuk anak kelas satu SD ada dua macam PR yang diberikan oleh gurunya: PR di lembaran LKS dan PR membaca.
PR membaca diberikan setiap hari dari Senin hingga Kamis. Untuk PR ini orang tua harus ikut terlibat memantau atau membantu anak membaca karena memang tujuannya supaya anak-anak lancar membaca. Setelah itu ortu harus membubuhkan tanda tangan di lembaran PR sebagai tanda bahwa anak sudah menyelesaikan tugas membacanya hari itu.
Ada juga hari-hari dimana Kai punya dua PR. Selain PR membaca sering juga dia harus mengerjakan tugas di halaman buku LKSnya. Menurut gue sih gak banyak PRnya. Palingan cuma setengah halaman aja dan namanya pun buku anak kelas 1, tulisan dan gambarnya masih besar-besar.
![img_20161013_160223]()
buku-buku sekolah Kai
Apakah PRnya susah?
Relatif ini, ya. Biasanya sih Kai bilang PRnya gampang karena Kai sudah bisa membaca. Bagian paling sulit dari PR tersebut justru dalam hal membaca instruksinya seandainya si anak baru belajar membaca.
Rata-rata PRnya masih seputar kegiatan gambar menggambar. Misalnya lagi belajar huruf A, anak-anak disuruh menggambar tiga benda yang berawalan dari huruf A. Bisa appelsiini (jeruk), auto (mobil), apina (monyet), dll. PR gambar kaya begini justru susah buat Kai karena anak-anak gue memang kagak ada yang bisa gambar. Tapi karena udah dibilangin kalau tugas orang tua sekedar memantau, bukan ikut ngebikinin PR anaknya, jadinya kami biarkan aja Kai menggambar sendiri. Hasilnya? Ya jauh bangetlah sama gambarnya anak-anak SD yang suka dipajang ibu-ibu di sosmed.
Untuk PR matematika, udah 9 minggu Kai sekolah, sampe hari ini di lembar LKSnya masih belum ada angka. Belajarnya masih seputaran pengenalan bentuk, konsep besar-kecil, sedikit-banyak dan semacamya yang semuanya disajikan lewat gambar. PRnya bisa berupa mewarnai lingkaran yang paling besar dengan warna hijau, lingkaran yang besar no. 2 dengan warna kuning dan lingkaran yang paling kecil dengan warna merah.
![wp-1476364425551.jpeg]()
dari buku latihan menulis
![wp-1476364425951.jpeg]()
tugas sekolah Kai hari ini. Menulis huruf O
Penasaran juga mau melihat di sekolah lain anak-anak belajar apa. Monggo loh kalau mau ada yang cerita soal PR-PR anaknya di kolom komen.
PR dan juga tugas-tugas di sekolah bisa berbeda tergantung kemampuan anak
Biarpun gak sampai seperti Montessori tapi sekolah di Finlandia berusaha untuk mengenali perbedaan kemampuan murid-muridnya, karena itu tugas-tugas sekolah bisa berbeda dari satu anak ke anak yang lain.
Misalnya aja, karena Kai udah lancar membaca, tugas membaca buat Kai dibebaskan boleh membaca buku apa saja sesuka hatinya dan setiap hari Kai diminta untuk membaca selama 10 menit. Anak-anak lain ada yang tugas membacanya cuma 5 menit, ada yang bacaannya ditetapkan dari buku LKS. Beda-beda lah.
Karena aku ibu yang sombong, di lembaran tugas Kai, selain membubuhkan tanda tangan, gue tuliskan juga buku apa yang Kai baca hari itu, dari halaman berapa sampai berapa.
Iya, dong. Aku kan mau pamer anakku udah bisa baca novel. Bangga banget nulis Kai kemaren baca Roald Dahl. Sastra banget ih anaknya. Giliran Kai maunya baca dari LKS langsung gak mau nulis apa-apa. Terlalu biasa. Halah!
![img_20161013_161835]()
tempat orang tua tanda tangan ketika anak menyelesaikan tugas membacanya
Kadang-kadang ada juga anak yang super rajin. Dikasih PR setengah halaman, anaknya malah ngerjain tiga halaman, halaman yang seharusnya dibahas di sekolah besok hari. Anak yang rajin begini suka dapet reward main ipad sementara teman-temannya ngerjain LKS di kelas. Kata Kai sih di ipad sekolah ada banyak games. Semacam games ‘edukatif’ sepertinya, supaya anak main sambil belajar.
Sering gue tanya Kai, pernah dikasih ipad gak di kelas? Gak pernah, jawabnya. Tiger mother langsung kecewa.
Jam sekolah juga bisa panjang
Secara rata-rata jam belajar sekolah Kai berlangsung selama 4 jam. Rata-rata ya ini. Karena di hari Jumat Kai cuma belajar selama tiga jam (10.15 – 13.00) dan di hari Kamis sekolah mulai dari pukul 8.15 hingga 13.00. Panjaaang. Hampir lima jam.
Anak kelas tiga, seperti Sabina si anak tetangga, jam belajarnya juga lebih panjang. Tiap hari Senin Sabina punya hari sekolah yang panjang (6 jam) dan di hari-hari lainnya sekolah berjalan selama 3-5 jam. Semakin besar kelasnya, jam belajarnya juga makin panjang.
Untuk gue yang sekolah di sekolah kejuruan, di awal semester sekolahnya singkat-singkat aja. Cuma 3-4 jam sehari. Tapi semakin lama semakin panjang sampe kadang-kadang ada kelas dari jam 8 pagi hingga jam 6 sore. Bujubuneeeee.
Jadi gak bener kalau dibilang sekolah Finlandia punya jam sekolah yang pendek.
Tentang ujian
Memang di Finlandia cuma ada satu ujian nasional yang diadakan menjelang anak-anak lulus SMP. Hasil dari ujian tersebut menentukan ke sekolah lanjutan mana mereka bisa mendaftar. Tapi kalo ujian harian sih lumayan umum, ya. Tergantung guru masing-masing, ada yang suka kasih ulangan ada juga yang gak.
Untuk anak kelas satu memang sepertinya belum kenal kata ‘tes’ atau ‘ujian’. Sampai sekarang Kai belum cerita dia ada tes di sekolah.
Pengalaman gue sendiri di sekolah kejuruan, dalam satu semester biasanya ada satu atau dua ujian, kadang malah sama sekali gak ada. Lagi-lagi tergantung gurunya. Pernah juga ketemu guru yang rajin kasih tes waktu gue masih bersekolah di Keravan School for Adults. Tiap-tiap abis topik ada aja ujiannya. Tapi bahan ujiannya jadi sedikit, belajarnya juga lebih fokus karena toh topiknya gak banyak dan pada akhirnya jadi lebih mengerti juga sih.
Semester yang dibagi dalam beberapa jakso
Gue kurang tau bagaimana harus mengartikan jakso. Mungkin dalam bahasa inggris bisa disebut block system kali ya?
Sama seperti di banyak negara lain, tahun ajaran sekolah Finlandia terdiri dari dua semester dan dalam tiap semester ada beberapa jakso. Satu jakso panjangnya sekitar 4-6 minggu dan untuk setiap jakso mata pelajaran dan jam sekolah bisa berganti-ganti. Ini yang gue alami selama belajar di Keravan School for Adults dan sekarang di sekolah kejuruan.
Dalam satu jakso cuma ada tiga atau empat mata pelajaran. Kalau di jakso tersebut lagi ada biologi maka di kelas kita bakalan sering banget ketemu sama matpel satu itu. Bisa tiga atau empat kali dalam seminggu. Belajarnya jadi berasa lebih intensif.
Gue suka banget sama sistem jakso ini karena gue gak harus belajar terlalu banyak hal tapi bisa fokus dalam mempelajari tiga atau empat subjek saja. Pelajarannya juga jadi lebih nempel di otak.
Peringkat Finlandia dalam PISA studies
Di facebook gue masih banyak artikel seliweran tentang sistem pendidikan Finlandia yang katanya terbaik di dunia. Info ini udah ketinggalan jaman karena posisi Finlandia sudah merosot beberapa tahun belakangan ini. Tidak lagi nomer satu dalam segala hal tapi masih masuk sepuluh besar.
Negara-negara seperti Korea Selatan, Cina, Singapur dan bahkan Estonia sudah menyalip Finlandia untuk berbagai parameter di PISA studies. Agak disayangkan karena…duh, apalagi sih yang bisa dibanggakan oleh Finlandia? Negara low profile yang masih cenderung asing dan tidak terkenal di mata dunia.
![education-ranking-singapore-infogx-data]()
data tahun 2015
Ada beberapa dugaan mengenai penurunan ranking Finlandia di PISA studies. Salah satunya jumlah imigran yang semakin naik dari tahun ke tahun. Kesulitan bahasa dan perbedaan budaya bisa jadi masalah besar yang mempengaruhi kelancaran anak belajar di sekolah.
Teori kedua menduga bertambahnya sekolah-sekolah khusus (music class, sports school, dll) juga menciptakan perbedaan prestasi sekolah. Sekolah-sekolah khusus ini diisi dengan murid-murid yang unggul di bidang musik, olah raga dan lain-lainnya yang biasanya datang dari keluarga berada, bebas dari masalah finansial, keluarganya lebih harmonis, nutrisi lebih baik, akses ke alat-alat pendukung belajar juga lebih terbuka. Prestasi murid-murid ini melesat jauh dari anak-anak sekolah reguler dan kemudian menciptakan social gap.
Oiya, perlu juga gue sebutkan kalau keunggulan Finlandia dalam bidang pendidikan yang sering disebut-sebut orang itu merujuk pada pendidikan untuk sekolah dasar saja. Tidak untuk tingkat lainnya apalagi untuk perguruan tingginya.
Universitas-universitas di negara ini gak ambisius untuk ikut rangking-rangkingan, jadi kalau benar-benar mau mengukur kualitasnya jangan lihat mereka dari daftar 100 best…10 best… dan semacamnya
Proses belajar mengajar di sekolah di dukung juga oleh fasilitas publik lainnya
Ini salah satu yang bikin gue kagum. Sejak dari päiväkoti (daycare), anak-anak udah suka diajak ke perpustakaan Kerava. Di sekolah anak-anak juga diminta untuk bikin kartu perpus dan ada kunjungan berkala untuk menghadiri acara-acara khusus di perpustakaan atau sekedar meminjam buku dalam rangka belajar membaca.
Untuk pelajaran olah raga sekolah menggunakan lapangan sepak bola atau kadang mereka bermain ice skating di ice hall Kerava.
Sebenernya mirip juga sih sama jaman gue sekolah dulu. Seminggu sekali berenang di Bulungan atau tes lari di Senayan. Sama-sama make fasilitas publik juga tapi masih harus pake bayaran dan lokasinya kadang jauh beneur dari sekolah.
Perencanaan kota yang baik seperti di Finlandia memungkinkan sekolah untuk mengakses fasilitas publik di sekitarnya. Apalagi di kota kecil seperti Kerava ini, semua fasilitas umum bisa ditempuh dengan jalan kaki. Ini tambah bagus lagi karena anak-anak jadi terbiasa berjalan kaki.
Di sekolah juga ada psikolog, konselor keluarga, konselor pendidikan dan perawat yang bisa diakses oleh murid maupun orang tua. Sebelum semester baru dimulai, Kai harus mengikuti pemeriksaan kesehatan dengan perawat di sekolah. Dan minggu lalu, waktu gue bawa Kai ke dokter karena sakit perut, dokternya bisa mengakses data dari pertemuan kami dengan perawat sekolah tersebut. Huwoooo…aku kagum karena ternyata sistemnya saling terkoneksi. Kalau misalnya Kai ada keluhan kesehatan di sekolah, si perawat akan bikin laporan dan laporan tersebut bisa diakses oleh dokter-dokter di rumah sakit di Finlandia.
![1094683]()
Perpustakaan Kerava
Guru menyiapkan sendiri bahan mengajarnya
Biasanya murid-murid cuma dikasih LKS aja dari sekolah tapi tidak ada buku teks karena guru dibebaskan untuk menentukan sendiri metode dan materi belajarnya asalkan tujuan kurikulum tercapai di akhir semester. Ini susah, loh, karena guru jadi harus konstan berpikir bahan-bahan apa saja yang harus dia siapkan besok hari, lusa, dst. Gak sekedar besok buka halaman sekian sampai sekian.
Apalagi untuk pelajaran matematika yang banyak menggunakan alat bantu. Guru-guru menghabiskan banyak waktu untuk menggunting-gunting kartu, menyiapkan kancing, batu, kacang, dllnya buat acara bermain sambil belajar di kelas.
Ditambah lagi mereka juga harus menyiapkan materi yang berbeda untuk murid-murid yang level pengetahuannya juga beda. Ada yang dikasih soal lebih sulit, ada yang dapet bacaan lebih panjang dllnya. Ini gue alamin sendiri waktu masih sekolah bahasa, pas ngelirik tugasnya temen, loh kok tugas doi gampang banget (pamer)
Materi belajar biasanya disajikan dalam bentuk lembaran kertas, hasil foto copy dari berbagai macam buku, gak pernah dari satu text book saja. Kebayang ya betapa repotnya guru-guru sini menyiapkan segitu banyak bahan.
![13-3-7669619]()
Varga Nemenyi – metode pengajaran matematika dari Hungaria
Ini adalah metode pengajaran matematika yang dipraktekkan di sekolah-sekolah dasar Finlandia. Metode ini berasal dari Hungaria dan kabarnya anak-anak SD Hungaria memang memiliki pengertian yang amat mendalam tentang matematika. Prinsip dari metode ini juga sangat sesuai dengan prinsip sistem pendidikan Finlandia secara umum karena itulah metode Varga Nemenyi (dibaca Varga Nemenuei, ‘ue’ nya dibaca sebagai ‘u’ monyong) diadopsi oleh Finlandia.
Pengajaran matematika dengan metode Varga Nemenyi didasari oleh dua prinsip: the love of children and the love of mathematics. Pengajaran matematika harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak, harus menyenangkan karena anak belajar melalui permainan. Kalau ada yang familiar dengan teori Piaget tentang tingkat-tingkat perkembangan kognitif anak, Varga Nemenyi ini menyesuaikan metodenya dengan kemampuan kognitif anak. Kapan anak sudah bisa diajak berpikir abstrak, kapan anak masih harus fokus sama hal-hal yang konkrit.
![wp-1476364425218.jpeg]()
dari buku sekolah Kai. Belajar soal lebih besar dan lebih kecil
![img_20161013_155228]()
mewarnai sesuai ukurannya
Beberapa karakter metode Varga Nemenyi:
- Belajar matematika melalui pengalaman pribadi, pengalaman konkrit. Sesuai dengan teori Piaget, anak-anak SD itu berada dalam Preoperational dan Concrete operational stage. Masih belajar melalui pengalaman, sentuhan, gerak, penglihatan dan semacamnya. Hal-hal seperti jumlah, bentuk dan angka sebenarnya adalah hal yang abstrak di otak anak-anak jadi guru harus merealisasikan konsep-konsep tersebut dalam bentuk konkrit. Belajar besar kecil dengan cara mengumpulkan batu trus dibandingkan mana yang besar mana yang kecil. Belajar tentang jumlah dengan cara mengumpulkan barang (kancing, daun, bola) untuk kemudian dihitung, dibandingkan mana yang lebih banyak mana yang lebih sedikit.
- Pengalaman belajarnya harus langsung. Anak-anak harus belajar sendiri membuat lingkaran, mengukur jarak, menimbang berat, dllnya. Bukan cuma mendengar dari pak guru atau membaca dari buku. Belum saatnya juga anak-anak kelas satu SD dikasih soal cerita “Jika Budi mempunya tiga permen dan dimakan satu, berapa sisa permen Budi sekarang?” Karena anak-anak SD ‘kan masih egosentris banget. Masih me, me, me, me. Masih susah menempatkan dirinya di posisi orang lain. Saha eta si Budi? Kenapa Budi punya permen tapi aku nggak?
- Penggunaan alat bantu belajar. Metode Varga Nemenyi ini membutuhkan banyak alat raga baik dari alam maupun yang harus dibuat sendiri oleh gurunya. Barang-barangnya bisa berupa kancing, dadu, kartu, batu atau apa saja. Salah satu permainan yang umum dalam metode ini misalnya: guru memasukkan kancing ke dalam kaleng kemudian anak-anak disuruh menebak ada berapa kancing di dalamnya. Yang tebakannya benar akan dapat satu poin. Permainan akan berlangsung selama beberapa ronde dan di akhir ronde anak-anak menghitung poinnya. Dari sini anak belajar menghitung dan membandingkan jumlah.
- Matematika adalah bagian dari keseharian hidup dan metode pengajaran matematika juga harus dekat dengan kehidupan anak sehari-hari, demikian juga dengan alat bantu yang dipakai dalam pengajaran. Selain itu, matematika tidak terjadi dalam kelas saja. Anak-anak harus dibawa ke luar untuk belajar bagaimana matematika berhubungan dengan kehidupan mereka – ke halaman sekolah, ke perpustakaan, ke pasar dllnya. Berhubung orang Finlandia cinta sekali akan alamnya, di sekolah Kai ada yang namanya metsämatiikka, belajar matematika di hutan. Jadi nanti Kai dan teman-temannya akan ke hutan dan belajar soal jumlah, bentuk, ukuran dan konsep-konsep lainnya di hutan. Gue pernah liat anak-anak sekolah (mungkin kelas 5-6 SD) lagi ngukur-ngukur kolam bebek di Kerava sini. Mereka lagi memperkirakan volume kolam tersebut.
- Abstraktion tie/ Abstract Road. Ini bagian yang sebenarnya gue belon ngerti. Katanya sih anak-anak belajar mengenai ide konkret dan abstrak melalui tiga elemen:
- Direct learning, pembelajaran hal baru secara langsung dengan cara bergerak, menyentuh, melihat, berbicara, berdiskusi.
- Material/ alat bantu pembelajaran, bisa berbentuk batu, kayu, mainan atau apa saja. Melalui interaksi dengan benda-benda tersebut anak belajar tentang konsep matematika – bentuk, berat, panjang, lebar, sudut, dll. Konsep-konsep tersebut akan tersimpan dalam memori mereka dalam bentuk mental image.
- Investigasi lebih lanjut tentang konsep yang baru dipelajari melalui gambar (yang ada di buku LKS) atau menggambar sendiri konsep tersebut. Dengan menggambar anak-anak mempresentasikan konsep matematika yang ia pelajari. Menghadirkan kembali konsep abstrak dalam bentuk konkret.
![matikkarasiat]()
alat-alat pendukung untuk belajar matematika dengan metode Varga Nemenyi
![img_20161013_155313-1]()
instruksi: timbanglah 2 buah benda yang berlainan dan kemudian gambar lah benda yang lebih kecil. Menurut Kai di sini dia menggambar dua lembar uang karena di sekolah dia menimbang pisang dan lembaran uang kertas.
Bacaan lebih lanjut tentang Varga Nemenyi dapat dibaca di sini:
http://gyermekneveles.tok.elte.hu/4_szam/pub/lampinen_puumalainen.pdf (bahasa inggris)
http://varganemenyi.fi/ (bahasa finlandia)
Memang gak banyak artikel (bukan jurnal) yang membahas metode Varga Nemenyi dalam bahasa inggris, kalau dalam bahasa finlandia sih banyak bener. Seperti di website kedua di atas, banyak hal menarik yang gue temukan di sana misalnya panduan DIY alat raga belajar matematika dan tips-tips mengajarkan matematika di rumah (http://varganemenyi.fi/menetelma/vanhemmille/kotona-harjoiteltavia-taitoja)
Gue tulis sedikit tips-tipsnya di sini barangkali saja bisa berguna buat orang tua yang ingin bikin sesi belajar matematika di rumah.
Untuk anak usia pra-sekolah:
- ajak anak memperhatikan lingkungan sambil bertanya “ada berapa banyak ….”
- bermain puzzle atau mainan konstruksi
- belajar menyortir sambil misalnya membereskan mainan, alat-alat dapur, membantu ortu menyortir cucian baju atau piring
- membahas kejadian sehari-hari. Apa yang terjadi hari ini, apa yang terjadi minggu ini, apa yang terjadi di musim dingin tahun ini.
- membuat perbandingan barang-barang yang ada di rumah. Besar-kecil, ringan-berat, panjang-pendek
- berbicara yang jelas soal arah dan relasi: di atas, di bawah, di belakang, di depan setelah, sesudah (menghindari penggunaan kata ‘itu’, ‘di situ’, ‘di sana’)
- bermain board games
- melibatkan anak dalam pengalaman hidup yang sebenarnya, mengizinkan anak menggunakan alat-alat, memberikan pengertian yang sebenarnya tentang sebuah kejadian
Untuk anak usia sekolah:
semua hal-hal di atas ditambah dengan:
- pergi ke perpustakaan, memilih dan membaca buku bergambar
- melibatkan anak dalam kegiatan memasak dan bikin kue supaya mereka mendapatkan pengalaman belajar tentang gram, kilogram, liter, dan semacamnya
- bersepeda, berjalan atau mengerjakan proyek renovasi rumah dengan anak untuk mengajarkan konsep jarak dan panjang (meter, sentimeter)
- main tebak-tebakan berat benda
- melibatkan anak dalam keputusan finansial supaya anak belajar tentang uang dan nilai uang (misalnya menghitung jumlah lebaran uang vs menghitung jumlah nilai uangnya)
- bermain berhitung maju dan mundur mulai dari satuan, limaan, sepuluhan, dst. Contoh:
- satuan: 1,2,3,4,5…. 5,4,3,2,1
- limaan: 5,10,15,20 …. 20,15,10
- sepuluhan: 10,20,30,40 ….. 40,30,20,10
- longkap tiga: 0,3,6,9 …. 9,6,3,0
- dan berbagai variasi lainnya
Cara-cara pengajaran yang disebut di sini pastinya udah banyak kita lakukan sehari-hari ya? Di sekolah-sekolah Indonesia pun gue rasa udah banyak yang menerapkan cara belajar sambil bermain begini hanya saja kayanya Finlandia (dan Hungaria tentunya) menerapkannya dengan lebih serius dan dalam jangka waktu yang lebih lama.
Metode Varga Nemenyi diterapkan untuk anak kelas 1 hingga 6 SD di Finlandia, sementara di negara lain pengajaran matematika secara formal bisa jadi sudah dimulai sebelum sekolah dasar tapi berakhir lebih awal juga dan bergeser ke pengajaran matematika secara abstrak.
Katanya sih metode learning through experience ini biasanya sudah ditinggalkan begitu anak kelas tiga SD. Tapi menurut Varga Nemenyi, metode ini bisa digunakan kapan saja, untuk siapa saja. Semakin lama kita mempelajari konsep baru secara langsung, semakin baik juga kemampuan berfikir abstrak kita.
Varga Nemenyi mungkin terlihat lamban ya? Udah SD kok belajarnya masih ngewarna-warnain lingkaran? Ini memang bukan metode yang tepat buat menyaring bibit-bibit olimpiad matematika sejak dini tapi metode ini berusaha menjamin bahwa SEMUA murid akan mengerti dengan baik konsep-konsep dasar matematika.
![img_20161013_155115]()
buku matematika Kai. Sampai halaman 40an masih belum ketemu angka
Bukan berarti semua orang Finlandia jago matematika, ya. Kan udah dijelaskan tujuan metode ini adalah penguasaan konsep dasar matematika. Ke depannya sih tetap aja manusia terbagi-bagi ada yang jago, ada yang sedang-sedang, ada yang kurang. Tapi kalo udah menguasai konsep dasarnya, bakal lebih mudah nantinya untuk belajar konsep-konsep yang lebih sulit.
Dan berdasarkan observasi pribadi, gue menyimpulkan kalau konsep direct leai mengasah kemampuan orientasi dan spasial orang Finlandia dengan baik. Kaya gue dan suami contohnya. Gue selalu bilang kalau deket rumah gue ada supermarket. Deket banget lah, kira-kira 3 menit jalan kaki. Kalau ditanya meternya mah gue gak tau ya…gak bisa ngira-ngira. Sementara Mikko lebih bisa memperkirakan jarak dan berat. Lampu merah di depan jaraknya kira-kira 10 meter dari kita, dari sini ke rumah si anu kira-kira 3 kilo meter.
Pantes aja ya berita-berita kita sering menggunakan ukuran “sepinggang orang dewasa”, “sebetis”, “sebahu” ketika berbicara tentang musibah banjir di ibu kota. Trus orang asing yang baca bingung. Pinggangnya siapa? Betisnya siapaaaaa?
Sekolah yang terbuka untuk siapa saja
![4viisaat1]()
Maafkan kalau gue kembali jadi kaset rusak yang lagi-lagi menuliskan kekaguman gue akan prinsip kesetaraan yang terpatri di sistem pendidikan Finlandia. Sekolah gratis, terbuka untuk semua anak, gak ada tes masuk.
Ada sedikit sekali sekolah swasta di Finlandia, biasanya dalam bentuk sekolah internasional yang isinya anak-anak ekspatriat. Begitu juga rumah sakit, tidak ada yang swasta. Pada umumnya warga Finlandia memulai hidupnya dengan cara yang sama: lahir di rumah sakit pemerintah dan bersekolah di sekolah negri. Intinya sih memulai hidup dengan start yang kurang lebih sama. Sosialis much? Iya banget!
Makanya gue agak sedih kalo pendidikan dikomersialisasikan dan dibedakan kelas-kelasnya sehingga ada sekolah yang dianggap elit, unggulan, bergengsi dan sebaliknya, ada juga yang non unggulan atau dianggap gak elit.
Memang gak semua negara bisa menyediakan sekolah negri dengan kualitas tinggi secara merata di seluruh penjurunya. Apalagi sistem belajar yang aktif, direct learning, dsb dsbnya itu membutuhkan banyak biaya jadi ya gak heran kalau kemudian sekolah swasta yang bisa menawarkan fitur-fitur tersebut. Tapi kan sekolah swasta mahal, mamiiihhh. Apalagi kalo udah pake embel-embel active learning lah, fasilitas ini itu lah, cuma orang -orang berduit aja yang bisa menikmati sekolah macam gitu.
Gak sekedar berduit, kadang kala anaknya juga udah harus cemerlang dari orok karena mau masuk sekolah unggulan sering kali ada tesnya. Kita semua udah pada anti lah ya sama tes tertulis dan tes berhitung untuk masuk sekolah. Tapi masih ada yang judulnya tes kesiapan masuk sekolah. Denger-denger cerita orang sih, dalam tes ini anak diminta untuk ikut simulasi sekolah – dateng ke sekolah dan mengikuti kegiatan belajar mengajar di sana selama setengah hari. Biasanya juga anak kemudian mengikuti sesi wawancara dengan kepsek atau psikolog sekolah.
Ini ide yang terdengar bagus kalau anaknya aktif, ramah, gak pemaluan.
Lha, kalo kaya anak gue? Yang pemalu, yang selalu nerves sama situasi baru, yang minderan dan panik kalau berbuat salah? Harus siap-siap GAK LULUS dan batal masuk sekolah impian. Apakah itu artinya anak gue belum siap sekolah? Menurut gue, kesiapan sekolah seharusnya tidak diukur dalam satu hari saja.
Ada juga sekolah-sekolah yang menyaring calon muridnya lewat wawancara dengan orang tua. Berduit udah, anak juga udah pinter, sekarang ditambah lagi ortunya harus harmonis, aktif, entusias dan sesuai visi dan misinya dengan visi misi sekolahan.
Kalau hubungan anak dan ortu tidak dekat, anak gak lolos saringan. Kalau ortu tidak terlihat antusias, keliatan bingung atau males-malesan dalam wawancara, anaknya gak dianggap sebagai kandidat yang tepat. Kan sedih kalau anak harus menanggung kesalahan ortu. Lebih sedih lagi memikirkan nasib anak sudah ditentukan, dibeda-bedakan dari usia yang sangat dini. Gimana nasibnya anak-anak dari keluarga bermasalah, apalagi kalau gak banyak fulus? Apa mereka gak berhak mendapatkan pendidikan yang baik?
Ini sekedar pendapat gue aja sih. Sistem seleksi yang gue tulis di atas terdengar modern,sophisticated dan attentive. Tapi buat gue sistem kaya gitu justru berasa gak adil. Di dunia yang ideal semua anak berhak mendapatkan pendidikan yang baik tanpa pandang bulu.
Tapi ini kan pandangan gue sebagai orang tua murid, bukan sebagai guru ataupun pemilik sekolah. Kalo gue yang punya sekolah, dengan investasi yang udah bermilyar-milyar, bisa jadi gue menerapkan sistem seleksi yang sama. Biar sekolah gue terjaga kualitasnya karena muridnya sengaja dipilih yang berkualitas tinggi semua. Buat yang kualitas KW , apalagi kalo duit pas-pasan, silahkan aja ke sekolah lain yang kurang bonafid.
Jadi menurut lo harus gimana dong, Rik? Apa sekolah swasta di Indonesia harus ditutup semua?
Ya gak juga kaleee. Sekolah negri kita juga belon siap menampung semua anak usia sekolah di Indonesia.
Maafkan ya aku bisanya cuma protes tapi gak punya solusi. Tapi doa-doa terbaik gue untuk masa depan pendidikan Indonesia. Mimpi indah gue masih mengacu pada sistem yang ada di Finlandia sini, peningkatan kualitas dan kuantitas sekolah negri serta pembatasan jumlah sekolah swasta hingga sekecil mungkin.
![IMG_20160826_100659.jpg]()
Kai dan Samir berangkat sekolah