Quantcast
Channel: punyanya rika
Viewing all 217 articles
Browse latest View live

anak baik kami

$
0
0

“Hari ini Kai menikah dengan Keitti, setelah itu mereka bernyanyi dan berdansa berdua sepanjang hari.” Salah satu pengasuh di päiväkoti bercerita tentang pesta kecil yang mereka adakan hari ini.

“Tapi terus Samir jadi ngambek. ‘Kai jahat! Kamu lupa sama aku’ dan Kai jadi sibuk membujuk Samir ‘Aku inget terus sama kamu, Samir. Aku inget yang baik-baik terus tentang kamu dan kita punya banyak kenangan indah’. Dari mana Kai belajar kata-kata seperti itu ya?” lanjut si pengasuh sambil tertawa. Kai ini memang suka ngomong pakai kata-kata yang ketuaan buat umurnya. Sepertinya, sih, belajar dari bapaknya.

Ibu pengasuh masih melanjutkan ceritanya, “Kai ini anak yang baik sekali. Sangat penurut, adil dalam bermain dan dia paling gak ingin buat orang lain kecewa, paling gak tahan liat orang lain sedih.”

Sebagai ibunya tentu gue sangat menyadari sifat Kai yang satu ini. Anaknya memang sensitif dan punya hati yang selembut kapas. Tapi ada orang lain yang bilang kalau anak gue baik sekali ‘kan bikin gue melayang-layang.

Biarpun begitu, baik gue maupun si ibu pengasuh sama-sama setuju kalau kelembutan hati Kai bisa disalahgunakan orang lain. Anaknya jadi gak punya kemampuan bela diri dan terlalu enak buat diperintah-perintah. Jadi gampang dibully. Makanya sama Mikko Kai diikutkan berbagai kegiatan olah raga untuk mengajarkan sifat kompetitif dan strategi pertahan diri. Walaupun tetap kami berharap kebaikan dan kelembutan hati Kai akan terus terjaga sepanjang hidupnya.



Siapa yang tak sayang Sami?

$
0
0

image

“Äitiiii, foto! Aku udah ciom”
“Apaaa?”
“Foto dong, äiti. Foto aku, aku udah ciom”
“Cium? Senyum maksudnya?”
“Hoh, iyaaa. SONYUM. Aku udah sonyum”

Duh, anak sayangku.


maha pemurah dan maha pengasih

$
0
0

“Kai tau gak artinya maha pemurah dan maha pengasih? Maha itu artinya sangat, banget. Jadi maha pemurah artinya sangat pemurah”

“Pemurah apa?”

“Pemurah itu artinya suka memberi. Suka ngasih. Allah suka kasih banyak buat kita. Semua yang kita punya ini Allah yang kasih”

“Makanan?”

“Iya. Makanannya dibeli dari uang isi. Allah sayang sama isi jadi isi dikasih pekerjaan biar isi bisa dapet uang trus bisa beli makanan buat kita”

“Oooohh….kenapa Allah suka kasih-kasih?”

“Karena Dia sayang sama kita. Makanya kita harus baik sama Allah. Allah sayang banget sama orang baik”

“Aaaaah….tapi kalau aku gak baik gimana?”

“Kai anak baik. Kai kan dikasih Allah buat isi sama äiti, yang dikasih Allah pasti baik”

“Tapi kenapa aku suka gak baik?”

“Anak-anak memang pasti ada nakalnya. Orang dewasa juga kadang-kadang gak baik. Itu artinya dia lagi lupa buat jadi orang baik. Dia lagi lupa sama Allah”

“Penjahat juga Allah yang bikin?”

“Hmm…iya. Dia dibikin Allah baik tapi trus dia lupa makanya dia jadi jahat”

“Tapi kenapa dia dimasukin ke tempat yang ada kebakaran itu?”

“Neraka?”

“Iya. Yang banyak apinya. Kenapa dia ditaro di situ? Dia kan cuma lupa? Jangan dong. ‘Kan Tuhan baik!”

“Hmm….äiti bingung, Kai. Nanti äiti baca-baca dulu, ya. Kalau äiti udah tau baru äiti jawab”

HELP!!!


obat tjantik

$
0
0

Biarpun bukan beauty blogger, muka juga standar, kulit pun sedikit bolong-bolong, tapi tetep loh gue terserang demam skin care. Mikko sampe bingung kenapa komputer gue isinya puluhan tab membahas krim ini, krim itu, serum ini, serum itu. Padahal mah muka cuma sebiji.

Sebenernya gue ini telat banget kenalan sama yang namanya skin care. Masa baru di umur 30an baru mulai pake-pake yang namanya pelembab lah, serum lah, toner lah, dkknya. Sebelumnya mah cuci muka aja belon tentu. Padahal jaman muda dulu gue lumayan sering berkunjung ke JSC ataupun Erha. Gue ini penderita cystic acne yang mukanya suka dihinggapi gunung meletus. Oleh dokter pegunungan tersebut disuntik biar kempes (sampe keluar air mata) dan dokternya mewanti-wanti supaya gue berhati-hati dalam memilih produk perawatan wajah karena katanya kulit gue ini sensitif sekali. Ngikut sarannya para dokter jadilah gue gak nyentuh skin care sama sekali. Daripada salah ‘kan?

Waktu hamil Kai kulit muka gue tiba-tiba membaik. Kencang, lembab, cerah dan empuk boink-boink. Akhirnya yaaa….hormon-hormonku berhenti berulah di umur 30 tahun. Waktu hamil Sami kejayaan muka sedikit terganggung karena muncul jerawat kecil-kecil di sekitar dahi. Berhubung Erha versi negara kulkas mahalnya selangit jadi gue mulai cari-cari produk perawatan yang bisa gue beli bebas di pasaran. Waktu itu kenalan deh sama SKII dan Hada Labo. Muka gue jadi bersihan dan hati ini langsung kepincut sama segala macem produk skin care. Mulai deh gue jadi skin care junkie. Segala macem produk rasanya mau dicoba. Sayang aja dokunya pas-pasan.

Sekitar setahun lalu kulit gue mulai berulah lagi. Terlihat kusam dan cystic acne kembali muncul di wajah, khususnya di masa-masa menjelang menstruasi. Gue jadi baca-baca deh tentang adult acne. Ternyata kulit gue sempet bebas jerawat berkat hormon-hormon kehamilan yang ada di badan gue. Setelah menyapih Sami hormon-hormon tersebut luntur dan sekarang malah sudah hilang tak berbekas makanya masalah gunung berapi gue muncul lagi. Zebel.

Berbagai macam produk gue coba untuk mengatasi masalah gue itu. Sempet panik yang berujung gue membeli banyak sekali produk-produk perawatan wajah. BUANYAK. Dari yang murah sampai yang mahal. Berhubung gue orangnya gak sabaran dan selalu berharap hasil yang instan, kebanyakan produk tersebut gak gue pakai sampai habis. Palingan gue coba beberapa minggu dan lantas gue beralih ke produk lain.

Setelah uji coba produk sekian lama, sampai hampir-hampir frustasi, akhirnya ada beberapa produk yang berhasil memberi perbaikan untuk kulit gue dan sampai saat ini masih rutin gue gunakan.

OLAY microdermabrasion and Alpha-H Liquid Gold

Katanya exfoliation is the key buat ngatasin kulit berjerawat. Ini gue juga baru tau setelah baca post ini. Membacanya bikin gue teringat kalau gue punya satu pot microdermabration peel set di kamar mandi. Produknya ini jongkok aja tak terpakai karena gue anggap cuma membawa perubahan sementara. Abis dipakai memang kulit berasa lembut, mulus dan cerah tapi dalam beberapa minggu kulit gue kembali lagi ke kodratnya yang kusam dan berjerawat. Setelah baca petunjuk produknya baik-baik gue baru tersadar kalau produk OLAY ini digunakan untuk pemakaian seminggu dua kali, bukan sekali per dua bulan. Ternyata selama ini gue salah baca petunjuk.

Setelah rutin digunakan dua kali dalam seminggu kulit gue jadi jadi jauh lebih bersih dan cerah. Cinta banget lah sama produk ini. Harganya juga gak mahal. Gue beli dari amazon.com seharga 20an euro, sudah termasuk ongkos kirim.

Tapi, berhubung akiks kan orangya gampang kabitaan kalau abis baca review-review bombastis, jadilah akiks tertarik juga untuk beli Liquid Gold biarpun OLAYnya masih setengah penuh. Setelah menjajal Liquid Gold yang katanya femes sekali ini, gue gak bisa memutuskan mana yang lebih gue suka. Dua-duanya bikin kulit lebih bersih dan cerah ceria plus bekas-bekas jerawat juga lebih cepat hilang.

OLAY lebih lembut karena gak memberikan rasa tergigit (tingling) ketika dioleskan ke wajah dan setelah dipakai kulit jadi sedikit merona kemerah-merahan. Cintah!

Sementara Liquid Gold sepertinya lebih setrong. Terasa menggigit di kuliat wajah dan pertama kali dipakai gue mengalami sedikit break-out, mungkin karena waktu itu pakainya kebanyakan. Setelah belajar untuk memakai Liquid Gold dengan jumlah diirit-irit, efek pemakaiannnya adalah kulit yang lebih mulus dan glowing. Silky smooth kalo menurut reviewnya beauty blogger kondang. Selain itu produk ini juga lebih mudah dipakai ketimbang OLAY Microdermabrasion karena cuma perlu diusap ke muka aja sementara OLAY microdermabrasion melibatkan proses scrubbing, massaging dan rinsing. Tapi aku cinta kedua-duanya.

Yasmin

Bukan Yasmin-nya Aladdin. Ini Yasmin si pil KB.

Waktu lagi putus asa menghadapi jerawat gue baca-baca tentang penggunaan pil KB untuk mengatasi jerawat hormon. Some people swear by it. Ada beberapa jenis pil KB yang juga terkenal sebagai obat jerawat, tiga di antaranya Diane, Yasmin dan Yaz. Kalo gak salah, Diane memiliki jumlah hormon estrogen sintetis terbesar, diikuti dengan Yasmin dan kemudian Yaz. Gak heran kalau Diane memang sangat tersohor sebagai obat pelicin muka.

Tapi pemakaian pil KB juga bisa menimbulkan efek-efek sampingan yang tidak menyenangkan. Dari mulai extreme mood swings, sakit kepala, migren bahkan juga blood clot yang bisa berujung pada kematian. Efek ini gak muncul di semua orang dan kejadian blood clot karena pil KB juga termasuk langka. Tapi ‘kan tetep, yaaa…so skeriiiii. Apalagi mengkonsumsi pil KB ‘kan berarti memasukkan hormon-hormon sintetis ke dalam tubuh kita. Apapun yang sintetis kok kedengerannya gak baik untuk dikonsumsi.

Tapi gimana dong kakaaaaaak? Aku udah desperado banget ngadepin jerawat. Waktu gue lagi di Jakarta awal tahun ini, adek ipar gue cerita kalau dia memakai Yaz. “Bikin kulit mulus, kak”. Dan katanya lagi, dia gak mengalami efek samping apa-apa selama mengkonsumsi Yaz, malah masih lancar menyusui. Ya udah deh, demi muka yang tidak lagi geradakan gue beli juga sekotak Yaz dari apotik.

Dua minggu minum Yaz jerawat gue mulai berkurang. Setelah satu pak habis gue pun mantap untuk naik level ke Yasmin berharap kulit mulus idaman bisa jadi milik gue. Setelah minum  Yasmin….wooooww, jadi teringat masa-masa hamil dulu. Kulit jadi lebih cerah, kencang, glowing, jerawat pun menghilang. Errr, masih suka muncul sih satu atau dua di masa PMS. Tapi aku udah puas banget.

Selain itu Yasmin juga menghilangkan mittelschmerz gue. Buat yang juga menderita mittelschmerz, tau dong ya gimana durjananya sakit perut yang dialami? Amit-amit pake banget! Berkat Yasmine gue bisa bilang BHAY sama mittelschmerz.

Masih ada lagi! Sejak minum Yasmin sakit menstruasi gue juga jauh berkurang dan satu bonus lagi….estrogen dalam pil Yasmin menghalangi pertumbuhan bulu-bulu di muka gue. Sebagai mahluk berbulu (eerrrr….) gue suka sebel kalo lagi ngaca. Ini orang apa rambutan sih? Berkat Yasmin bulu-bulu halus di wajah gue tampak berkurang dan pertumbuhan kumis serta jenggot Judge Bao gue juga lebih terhambat. Tetep harus gue wax tapi gak sesering dulu.

Efek negatif Yasmin ada gak? Ada sih. Awal-awal pake Yasmin gue sering sakit kepala dan jadwal menstruasi juga jadi gak teratur. Tapi setelah dua bulan semuanya kembali normal.

Apakah Yasmin bikin gendut? Kayanya ini pertanyaan yang paling sering ditanya orang. Bikin gendut sih gak, ya, tapiiiiii… gue curiga Yasmin bikin gue  susah kurus alias udah diet berhari-hari timbangan gak juga bergeser ke kiri. ‘Kan katanya pil KB seperti Yasmin memang punya kecenderungan untuk menyimpan air dalam tubuh.

Nah, karena selain pusing karena jerawat aku ini orangnya juga sering pusing karena masalah berat badan, gue akhirnya memutuskan untuk berhenti minum Yasmin. Aku kepingin kurus kakaaaak. Mosok ramadhan udah puasa 21 jam tapi timbangannya gak turun barang sekilo pun. Kan kzl.

Dengan perlengkapan segudang skin care, gue pun berhenti minum Yasmin. Apakah trus berat badannya turun? Iya dong. 700 gram. *EAAAAAAAA*

Urusan muka alhamdulillah masih under control sampai sekarang. Jerawat memang jadi lebih sering muncul tapi belum parah-parah banget dan tentunya langsung gue hantam dengan berbagai produk anti jerawat. Tapi, sebanyak apa pun krim muka yang gue pake, tetep aja ada glow yang hilang dari muka gue. Glow yang kayanya cuma bisa didapet dari estrogen. Kulit muka juga gak sekencang dulu lagi waktu masih pakai Yasmin, kantung mata membesar, pori-pori kembali mangap dan yang paling bikin sebel nih: muka gue kembali kaya semak belukar, kebanyakan bulunya. Dan pastinya gue kembali mengalami mittelschmerz setiap bulan. Beginilah derita wanita yang kepingin langsing. *Sigh*

I miss you banget deh, Yasmin. Haruskah kita kembali bersama?

Kose Sekkisei Lotion and Cream

Perkenalan gue dengan skin care diawali dengan SK-II facial treatment essence yang ngetop membahana itu. Produknya sih oke tapi mahalnya gak ketulungan. Dan mungkin, karena udah dipake lumayan lama, kulit gue juga udah bosen sama SK-II. Produknya udah gak kasih efek apa-apa lagi buat gue.

Karena udah kadung percaya sama produk jepang, gue cari alternatif yang lebih murah tapi masih sama-sama dari Jepang juga. Hence, Kose. Dan kalo bicara tentang Kose, line Sekkisei tampaknya yang paling terkenal, terutama sekali lotionnya.

Dua minggu pakai lotionnya sudah terasa ada perubahan. FYI, sekkisei ini katanya line pemutih kulit tapi hasil yang didapet bukan kulit yang putih seperti tip-ex melainkan kulit yang warnanya lebih merata dan setelah beberapa lama pemakaian juga akan tampak lebih cerah. Seperti itulah hasil yang gue dapet dari sekkisei lotion.

Pernah juga gue coba menggunakan sekkisei lotion sebagai masker. Lotionnya dituang banyak-banyak ke cotton compressed mask dan terus maskernya dipakai selama 10-20 menit di muka. Hasilnya….SIMSALABIM…..muka cerah berkilau seketika. Aaaw, ini Rika atau Putri Salju sih? Eciyeeee…

Tapi sekali dua kali aja gue maskeran dengan sekkisei lotion. Terlalu mahal soalnya mengguyur lotion seperti itu.

Yang perlu diingat, kadar alkohol di lotion ini cukup tinggi. Bau alkoholnya bahkan cukup menyengat tapi anehnya gak memberikan efek negatif buat gue. Biarpun harusnya masuk ke dalam kategori hydrating lotion tapi buat gue lotion ini bikin kulit terasa sedikit kering. Mungkin karena kadar alkoholnya yang tinggi tadi itu. Kompensasinya gue harus pakai banyak produk pelembab lainnya.

Kalau tentang creamnya, gak banyak review yang yang gue temui di internet. Memang sepertinya kurang tenar jika dibandingkan sama lotionnya. Tapi sungguh aku sayang sekali sama cream satu ini.

Krimnya berbentuk gel yang ketika dipakai terasa sedikit lengket-lengket di muka. Beda sama, misalnya, stempower SKII yang langsung menyerap sempurna  ke dalam kulit. Kadar kelembabannya juga termasuk ringan, despite the sticky feeling. Yang jelas cream ini gak termasuk dalam kategori “rich moisturizer” tapi juga gak bikin kulit gue kering. Dan yang paling bikin gue suka, sekkisei cream bikin jelek-jeleknya muka gue tersamarkan. Semacam ada satu lapisan baru yang  mulus licin di atas muka gue. Pori-pori lebih tersamarkan, kulit keliatan lebih halus, warna kulit lebih merata. Seperti ada efek instagram filternya gitu deh.

Di pagi hari muka juga terlihat lebih segar, pori-pori lebih mingkem dan kantung mata mengecil kalau malamnya gue inget untuk pakai sekkisei cream. Gak lagi muka bengep-bengep sehabis bangun tidur.

Tapi, berhubung sekarang gue bergeser dari skin care jepang ke skin care korea yang lebih murah meriah, 40an euro untuk sebotol sekkisei cream/lotion  jadi terasa mahal luar biasa buat gue. Ada gak ya alternatif yang lebih murah tapi sama-sama kece badai seperti Kose sekkisei?

Untungya sih gue udah saying goodbye sama SKII. BHAAAAY to you and your overpriced products.

OST Vit C 20 Serum

Ini serum vit C dari Korea yang murah meriah tapi ampuh buat bikin muka cerah, kenyal dan kayanya juga menahan laju pertumbuhan jerawat. Serumnya agak sticky dan sedikit jelly-ish tapi gue suka karena justru bikin sensasi dingin-dingin empuk di muka.

Gue gak perlu cerita panjang-panjang tentang serum ini tapi yang jelas vit C penting banget dalam mencapai cita-cita punya muka bening seperti soun. Dan OST Vit C 20 adalah salah satu serum yang paling murah sekaligus paling efektif yang ada di pasaran. Gue beli dari ebay cuma seharga 15 euro aja. Jadi inget dulu beli essence-nya stempower (yang katanya juga kaya akan vit C) seharga 120 euro. Gilingan padi! Pasti waktu itu gue lagi kurang waras. Dan beneran deh. I see more result from OST than the stempower essence.

Sayangnya serum ini cepet banget oxydized. Belum juga habis dipakai warnanya sudah berubah jadi kekuning-kuningan. Untung murah, ya. Kalo mahal pasti keselnya bikin mau tebalikin meja.

Eucerin pH5 Skin Protection Washlotion (for body and face)

Gue harus terimakasih sama beauty blogger yang berbaik hati mau berbagi ilmu tentang pentingnya pH rendah dalam memilih sabun muka. Suatu hari gue sedang emergency jerawat plus muka kering, jadilah gue cari-cari low pH cleanser yang bisa gue beli di Finlandia sini abisnya kalau harus beli dari Korea atau Jepang harus nunggu dua mingguan hingga barangnya sampai. Muka keburu jadi padang pasir nanti.

Untuk skin care barat, gue lebih nyaman pakai produk-produk yang dijual di apotek karena biasanya lebih lembut dan lebih sesuai untuk kulit sensitif.  Eucerin termasuk salah satu produk yang bisa ditemui di apotek bareng sama merk-merk lain seperti Sebamed, La Roche Posay, Vichy, Avene dll.

Setelah pakai sabun Eucerin komedo gue berkurang drastis. Kulit juga terasa lebih beradab dan tahan banting jadi kalau mau coba produk-produk skin care baru mukanya gak gampang berontak seperti dulu (baca: jerawatan). Yang paling enak, sehabis cuci muka kulit terasa tetap lembab without any tightness. Begini toh rasanya cuci muka pakai low pH cleanser. Dari dulu, kek.

Gue rasa ada banyak lainnya low pH cleanser di dunia ini, mungkin yang lebih bagus dari Eucerin juga banyak. Tapi kalau lebih murah belum cencuuu… Sebotol Eucerin washlotion isi 400 ml harganya cukup 10 euro saja. HAH! Bisa sekalian buat mandi!

Palladio Rice Powder

Ini termasuk kategori make-up, ya. Katanya manusia berjerawat harus menghindari compact powder makanya bertahun-tahun nyokap mengirimkan bedak taburnya Erha dari Indonesia. Tapi makin lama Erha makin mahal aja ya, sis. Biaya kirimnya ke Finlandia juga bikin emak gue tekor. Jadilah gue harus cari penggantinya.

Seperti biasa, masukkan keyword best loose powder di google dan setelah itu tinggal cari yang paling murah. Begitulah perkenalan gue sama si Palladio.

Harganya cuma 5USD (belum termasuk ongkos kirim), ukurannya kecil tapi tahan lama karena gak perlu pakai banyak-banyak. Bedaknya ampuh menyerap minyak, halus di wajah, menutup pori-pori tapi gak cakey, tahan lama dan yang paling penting bedaknya memberikan sedikit warna dan coverage buat kulit gue tapi tetap terlihat sangat natural.  Buat yang gak suka pakai BB cream/foundation, jerawatan kalau pake compact powder, bedak Palladio ini mungkin bisa jadi jawaban.

Essence Shimmer Pearls

Alkisah April mengenalkan gue sama Guerlain Meteorites Voyage dan gue langsung terpukau melihat muka gue yang berkilau-kilau di cermin. Gue beli deh tuh travel set-nya di bandara seharga 90 euro. Masya Allah….pasti waktu itu gue lagi kurang waras (lagi!).

Herannya si Voyage ini efeknya angot-angotan. Kadang kulit jadi cantik berkilau sehabis dipakai, tapi kadang gak terlihat ada efek apa-apa. Kayanya sih tergantung gue lagi dimana, ya, karena ‘kan memang meteorites pearl ini fungsinya merefleksikan cahaya yang ada di sekitar kita. Gue pake banyak-banyak di dalam kamar gak ada hasilnya tapi keluar rumah Mikko bilang muka gue kaya lampu disko.  90 euro lho iniiiiiiii!

Merasa kurang berhasil dengan Meteorites Voyage gue penasaran sama Meteorites Pearls. Tapi tetep pake mahal ya, jek. Kalo gak sukses lagi pegimana? Mulai deh cari-cari dupenya dan ketemulah sama Essence Shimmer Pearls. Sayangnya merk ini gak ditemui di Finlandia, dan setiap kali si suami bistrip ke Jerman tetep aja bilangnya gak pernah ketemu sama produk-produk Essence. Pasti deh karena doi nyarinya di lapangan bola, bukan di emol. Waktu gue ke Jerman bulan Juni kemarin, langsung aja gue sabet satu Essence Shimmer Pearls in fun fair shade dari Rossmann. Harganya cuma tiga euroan dan kebetulan pula lagi diskon 30%, jadi gue bayar di kasir cuma 2 euroan. Haloooooooh Guerlain????????

Dibandingkan Guerlain Voyage, Essence Shimmer Pearls (ESP) sedikit lebih glittery jadi pas dipakai hasilnya pun lebih kelihatan, bikin wajah jadi bersinar. Siang-siang kalo gue udah mulai keringetan, ESP memberikan efek dewy and glowing di muka gue, jadi muka gak keliatan demek-demek banget. Paling gak ini perasaan gue aja, ya, karena sebenernya efeknya ESP ini samar-samar tapi tetap nyata. Gak bikin muka ngecrong mengkilat tapi tetep berasa ada beda. Yang jelas untuk produk seharga tiga euroan gue puas banget sama ESP. Sayang banget di Finlandia gak ada yang jual sementara punya gue udah hampir abis. Bukan karena boros dipakai tapi karena bola-bolanya sering jatuh ke WC *le sigh*

 

Efamol Evening Primrose Oil

Tahun lalu, waktu belum berani pakai Yasmin, gue minum Efamol yang katanya bisa meniru efek estrogen ditubuh kita. Alternatif yang baik buat yang butuh sedikit estrogen kick tapi gak mau minum pil KB. Sebulan minum efamol gak ada perubahan di muka gue, jerawat tetap tumbuh subur. Mungkin karena katanya Efamol baru bisa memberikan hasil maksimal setelah rutin diminum selama tiga bulan. Tapi ‘kan aku udah keburu pundung dan trus cari-cari produk baru.

Sekarang gue malah udah berhenti minum Yasmin dan kembali pada Efamol dengan harapan doi bisa memberikan efek-efek baik yang dulu gue dapat dari Yasmin.

Terus terang hasilnya buat kulit muka sih gak ada, atau tepatnya, gue gak tau apa efeknya buat muka gue karena gue juga memakai sejuta perawatan wajah lainnya. Sebesar apa peran Efamol untuk kesehatan kulit muka gue masih belum dapat dipastikan tapiiiii…..ada efek lain yang gue dapat dari efamol: gue jadi tahan dingin. Dan ini penting banget dalam menghadapi musim dingin di negara kulkas Finlandia sini.

Inget kan kalo lagi hamil bawaannya kepanasan melulu? Begitulah waktu gue hamil dulu. Di luar badai salju guenya tetap shantay macam di pantai. Eh, waktu anak-anak udah brojol, belon juga suhu minus tapi gigi udah gemelutukan.

Setelah rutin minum efamol efek-efek badan hangat seperti waktu hamil bisa gue dapatkan kembali. Saat ini gue masih bisa bertahan keluar rumah tanpa thermal under garment biarpun suhu sudah mencapai 2 derajat. Tahun lalu, baru juga 8 derajat celana gue udah dua lapis. Masalah jari tangan dan jari kaki yang sering kedinginan juga sekarang berkurang jauh. We’ll see nanti kalau suhunya sudah sampai minus belas-belasan tapi beneran deh, I will never be without Efamol during winter time.

Yang sedikit negatif, Efamol juga memberikan efek gampang ngantuk buat gue. Mirip deh kaya orang hamil yang bawaannya ngantukan melulu. Pagi ngantuk, siang ngantuk, malem molor sempurna. Naik kereta 20 menit aja perjuangan banget buat gue supaya gak ketiduran. Memang katanya evening primrose oil bisa membantu mereka yang ingin tidur lebih nyenyak. Cocok buat yang punya masalah insomnia atau light-sleeper.

Segitu dulu aja review abal-abalan gue ini. Sebenernya masih banyaaaak banget produk skin care yang gue pakai. Kebanyakan produk Korea yang harganya murah meriah, dibawah 20 euroan. Tapi karena belinya banyak ujungnya ya tetep tekor juga. Abisan sih, baca review sedikit bawaannya mau langsung bela-beli. Apalagi kalau udah baca-baca https://www.reddit.com/r/AsianBeauty/, rasanya semuaaaaa mau dibeli. Saking hobinya coba-coba produk baru jadi bingung juga buat nentuin yang mana yang paling efektif buat kulit gue. Tapi sampai saat ini alhamdulillah belum ada yang kasih efek negatif.

Pasti ada pertanyaan. Dengan segitu banyaknya produk yang gue pakai, secakep apa sih muka gue saat ini? Hiiihh…masih belum jadi Dian Sastro, sis. Masih begitu-begitu ajaaaaa. Bekas jerawat masih di sana sini, kening udah mulai berkerut, pori-pori bisa buat nadah hujan. Tapi kalau dibandingkan tahun lalu waktu muka lagi kusem-kusemnya dan tiap bulan rutin panen jerawat, kulit wajah gue jauuuhh lebih baik keadaannya sekarang ini. Anehnya, bukannya puas, gue  malah makin penasaran mau coba-coba produk lain. Ketagihan! Maafkan aku suamiku *elus-elus dompet suami*

So, what’s your holy grail skin care/ make-up products?

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


anak keras kepala

$
0
0

Sorenya:

Di kotak pos ada paket untuk Kai. Ternyata hadiah ulang tahun buat Kai dari Tante Rusti, Tante Uli dan Tante Novi di Jerman. Isinya sepotong baju muslim dan dua lembar uang sepuluhan euro.

“Akuw zuga mawu hadiaaaah” Samiun mewek. Iri liat abangnya dapet kado.

“Ini, Sami. Satu buat aku, satu buat Sami” Kai yang pemurah memberikan selembar uang sepuluh euro buat adiknya.

Malamnya:

Sami berantem sama isinya. Si anak keras kepala membangkang terus tiap kali diperintah isinya. Isi jadi marah dan terus Saminya jadi nangis.

“Sami harus dengerin dong kalau isi ngomong. Harus nurut kalau isi perintah. Bisa, ya?” kata isi ketika tangisan Sami mereda.

“Kenapa harus?”

“Isi ‘kan orang tuanya Sami. Isi yang besarin Sami. Isi yang beliin makanan, baju, mainan buat Sami. Apa-apa yang Sami punya kan dari isi. Sami harus baik dong sama isi. Harus nurut sama isi”

“Gak. Gak harus. Aku bisa beli makanan sendiri!” Anaknya lari ke kamar  dan kemudian kembali sambil mengacung-ngacungkan uang sepuluh euro ke muka isinya.

sami

 

 


tärkeän ihmisen päivä

$
0
0

Tema kegiatan di päiväkoti besok hari adalah tärkeän ihmisen päivä atau dalam bahasa indonesia diartikan sebagai hari orang penting. Jadi di hari tersebut anak-anak mengundang satu atau dua orang yang mereka anggap sebagai tokoh penting dalam kehidupan mereka. Kebanyakan sih pada mengundang orang tuanya seperti Kai yang kemudian mengundang isi daaan….Mummu!

“Äiti kok gak diundang, Kai?”

“Iya, gak. Soalnya aku udah undang isi sama mummu”

“Äiti bukan orang penting, ya?”

“Iyaaa. Penting. Äiti penting juga”

“Terus kenapa gak diundang?”

“Karena…susah. Äiti kan gak bisa ngomong suomi”

“Kan bisa sedikit”

“Oh, bisa ya? Tapi…tapi…tapi….ruangannya kan kecil. Gak muat nanti kalo äiti datang juga”

Bisa aja ngelesnya kaya bajay, Kai.

Sedikit sedih dan malu karena gak diundang ke acara orang penting ini. Sedih dan malu karena udah lumutan begini di Finlandia kok bahasa suominya masih blukutuk blukutuk aja. Sampai anak sendiri menyadari dimana sebaiknya äiti tidak dilibatkan karena äiti gak bisa bahasa finlandia.

Mungkin Kai kira gue kecewa. Tiba-tiba dia peluk gue dan berkata “Maaf, äiti”

“Gak papa kok, Kai. Äiti gak sedih kok”

Sama äiti kita ngurusin yang lain aja, ya. Kaya urusan bikin nasi uduk sama mie goreng, dua makanan kesukaannya Kai.


kai bertanya

$
0
0

“Äiti, yang bikin meteor itu Tuhan?”

“Iya.”

“Tapi dia gak lempar meteornya ke bumi kan? Ke kita?”

“Gak dong.”

“Karena Tuhan sayang sama kita.”

“Iyaaaa…”

“Tapi kenapa dulu dia lempar meteor ke dinosaurus trus dinosaurusnya jadi mati semua?”

*telen ludah*

 

“Isi, menurut aku mati itu yang paling buruk. Paling paling buruk yang bisa terjadi.”

“Iya. Mungkin memang  begitu.”

“Tapi, isi. Mana yang lebih buruk, mati atau tidak pernah dilahirkan sama sekali?”

“Did you hear that, sayang? We’re raising a philisophical child!”


mencari ikhlas

$
0
0

Bokap gue tutup usia kira-kira dua bulan yang lalu. Menceritakan apa dan kenapanya selalu bikin hati gue perih sampai sekarang. Malah mungkin akan untuk selamanya. Yang jelas tahun baru 2016 dimulai dengan beli tiket mendadak buat gue mudik ke Jakarta. Sendirian, tanpa Mikko dan anak-anak.

Tiket dibeli untuk penerbangan esok hari. Mahalnya jangan ditanya, bayarnya apalagi…sampe sekarang masih dicicil. Tapi waktu itu gue merasa harus banget pulang. Harus banget liat bokap di rumah sakit.

Singkat cerita, dua minggu  gue di Jakarta, tiap hari mondar-mandir BSD-Harapan Kita. Capek, sedih, takut, bingung, kecewa tiap melihat keadaan bokap yang ternyata lebih buruk dari yang gue bayangkan. Tiap hari juga pikiran penat sampe gak bisa tidur. Padahal seharusnya kesempatan banget buat tidur gebluk mumpung gak ada anak-anak ‘kan?

Keluarga gue bukan tipe sentimentil yang suka berbagi perasaan atau ngomongin hal-hal sedih. Selama nungguin bokap di RS, gue dan nyokap cenderung membahas kejadian sehari-hari aja. Makanan kesukaan, warung makan baru yang perlu dicoba, tingkah laku Kai dan Sami, Aubrey yang hobinya menyanyi, gosip artis dan politikus, dll. Padahal gue yakin banget, kami semua sekeluarga punya banyak pertanyaan di dalam hati masing-masing. Apakah Papa akan membaik? Apa Papa akan selamat? Gimana kalau gak?

Terus terang berada di rumah sakit bikin gue stress. Gue kenal bokap sebagai laki-laki kuat, galak dan ambisius. Melihat dia terbaring di kasur RS bikin gue mau nangis apalagi kalau batuk-batuknya udah kumat dan bikin detak jantungnya naik turun, rasanya mau lari aja. Bayangkan nyokap gue yang harus menghadapi itu setiap hari selama tiga minggu di rumah sakit?

Biarpun sibuk bolak-balik ke RS, gue banyak main-mainnya juga. Tiap hari ada aja jadwal ketemuan di GI lah, di Central Park lah, di PS lah. Gak kaya orang yang lagi ngadepin masalah. Don’t judge me, but it was my way of coping. Kalau bukan karena teman-teman yang mau diajak ketemuan waktu itu, mungkin gue depresi berat selama di Jakarta.

Singkat cerita (lagi), waktu dua minggu di Jakarta udah hampir berlalu. Gue harus balik ke Kerava. Dan pas banget, di malam sebelum gue harus terbang bokap akhirnya dilepas dari rumah sakit dan boleh pulang ke rumah.

Senang campur khawatir liat bokap pulang. Tentunya senang dapet berita kalau bokap gak perlu perawatan intensif di RS lagi, tapi liat beliau yang tampak begitu lemah dan lelah setiap saat bikin kami khawatir juga. Tentu saja kekhawatiran ini disimpan di hati masing-masing, gak banyak dibicarakan ke nyokap ataupun Remi dan Rima. Begitulah kami.

Balik ke Kerava langsung deh kangen-kangenan sama Kai, Sami dan tentunya Mikko – suami pahlawanku, yang membelikan tiket gue walaupun kami lagi bokek berat, yang entah bagaimana caranya bisa mengatur jam kerjanya yang aneh itu supaya anak-anak gak terlantar (kebetulan banget mertua yang biasanya suka bantu-bantu lagi liburan ke luar negri).

Satu hari yang bikin gue bahagia. Balik ke rumah burung hijau, anterin anak-anak les, jalan sambil gandengan tangan sama suami dan yang terpenting bokap dah gak di RS lagi.

Satu hari.

Karena besoknya gue dapet kabar bokap meninggal.

Rasanya jangan ditanya deh. Kaya dunia runtuh.

Tiga minggu setelahnya gue nangis setiap hari. Termasuk di acara rame-ramenya KBRI. Waktu lagi asik-asik bergembira, pilihan musiknya berganti ke lagu-lagu jadul – tipe lagu-lagu karaoke kesukaan bokap. Langsung deh gue nangis meraung-raung di KBRI. Apalagi kalau mengingat gue suka kesel sama hobi karaokenya bokap ini. Setiap karaoke speakernya harus banget menggelegar biar satu RT bisa denger. Padahal bokap gak pinter-pinter amat nyanyi. Tapi sekarang mah,…kangen banget sama si Papa. Mau karaoke pake mega speaker juga gak masalah, asal bisa sekali lagi aja peluk Papa dan salim tangannya.

Setelah tiga minggu tangisan gue berhenti tanpa sebab. Suatu pagi gue terbangun dan seperti biasa teringat kalau bokap udah gak ada. Tapi herannya waktu itu gue gak nangis. Bisa jadi air mata gue udah kering. Walaupun begitu, rasa sedih dan kosong di hati masih ada sampai sekarang dan entah kapan akan menghilang. Dugaan gue sih gak akan pernah.

Sering Kai bertanya “Äiti masih sedih? Sedih karena Ompung meninggal? Sedihnya sedikit atau banyak? Kenapa sedih terus? Kapan gak sedih lagi?”

Äiti juga gak mengerti, nak. Ini juga hal baru buat äiti. Sedih yang gak bisa hilang, yang mungkin gak akan menghilang.

Gue pernah baca kalau orang yang mengalami kehilangan berubah in a way yang gak terlihat oleh orang lain. Hal ini gue rasakan sendiri kebenarannya. Setelah tiga minggu bertangis-tangisan gue mulai kembali menjalani hidup normal. Kembali sekolah, balik ke dapur, ngurus rumah, ketemuan ama temen-temen, dll. Semuanya dikerjakan seperti dahulu kala. Gue pun tetap jadi orang yang sepertinya sama – tetap pendiam dan pemalu di sekolah, banyak omong dan suka ngelucu di kalangan temen Indonesia, hobi ngomel ke Mikko, tetep rajin blogwalking, marathon nonton serial tv… tapi dalam hati gue ada yang beda. Ada perasaan sedih yang menetap dan gak bisa diobati, hati yang terasa tertusuk tiap kali inget bokap. Dan kesedihan ini bisa muncul kapan aja. Di kereta waktu liat kakek sama cucunya. Di sekolah waktu denger teman bercerita tentang ayahnya. Di restoran waktu lagi liat menu makanan. Atau malah waktu lagi bengong dan gak mikirin apa-apa.

Gue rasa ini memang proses yang harus kita lalui sebagai manusia. Untuk hidup dengan berbagai emosi di dalam hati. Gue tetap bisa senang, bahagia dan ketawa ngakak biarpun di sudut hati ada duka yang gak mau pergi.

Kalau dibilang mungkin gue sedih karena belum ikhlas atas kepergian bokap…ya, mungkin benar juga. Gue masih dalam perjalanan mencari ikhlas. Sampai sekarang masih banyak pertanyaan yang suka muncul di kepala. Gimana kalau bokap lebih cepat di bawa ke rumah sakit? Mungkin kami gak harus kehilangan beliau. Gimana kalau dibawanya ke rumah sakit lain? Ke luar negri? Apakah tindakan yang diberikan dokter semuanya benar dan baik buat bokap? Apakah dokter-dokter kemarin itu cukup kompeten? Kenapa dulu gak cari dokter yang lebih baik? Kenapa kok bokap dibolehin pulang dari rumah sakit? Kalau dia masih di RS apakah dia akan selamat? Apakah gue kurang berdoa? Apa gue kurang ibadah?

Ikhlas….kemana sih harus mencari kamu?

Kadang juga gue berpikir, gak adil banget gue ‘dikasih angin’ waktu bokap diijinin pulang dari rumah sakit. Udah sempet seneng-seneng tapi terus dihempas lagi cuma dalam waktu dua hari. Tapi terus gue berbicara dengan teman-teman yang juga sudah mengalami kehilangan. Mau yang kehilangan secara tiba-tiba ataupun yang kehilangan setelah bergelut dengan penyakit tahunan, dukanya sama aja. Sama-sama pake banget.

Satu hal lagi yang juga gue perhatikan, yang namanya kehilangan orang tua itu pasti akan sangat-sangat menyedihkan mau gimanapun bentuk hubungan yang kita miliki. Sebelumnya gue gak pernah mikir kalau gue akan sesedih ini. Hubungan gue dan bokap sebenernya gak deket-deket amat, malah bisa dibilang agak kaku. Di mata gue bokap itu galak, otoriter dan gue menyadari kalau dia bukan manusia sempurna. Ada cukup banyak kejadian dimana bokap bikin gue sakit hati, termasuk juga tindakan dia yang melukai perasaan nyokap dan adek-adek gue. Tapi gue yakin duka gue sama besarnya dengan mereka yang kehilangan ayahnya yang juga sekaligus bff/pahlawan kuda putihnya.

Yang ada malah kesedihan gue diiringi dengan beribu penyesalan. Menyesal kenapa gue gak membina hubungan yang lebih baik sama bokap, lebih berbakti, jadi anak yang lebih baik, yang gak suka lupa atau telat ngucapin selamat ulang tahun. Pastinya gue pun secara sadar ataupun gak sadar sering juga menyakiti perasaan bokap. Gue tau banyak pilihan hidup gue yang gak disetujui sama beliau, dan selama ini gue gak terlalu peduli. Tapi sekarang gue bertanya-tanya, apakah gue cukup membahagiakan bokap? Apa dia bangga sama gue? Apakah dia senang ataukah malah bersedih melihat hidup gue sekarang? Apa dia merasa berhasil ataukah gagal dalam mendidik gue? Kalau mikir gini bawaannya mau nangis aja deh.

Seandainya…seandainya aja waktu bisa diulang. Gue ingin ngomong ke bokap kalau ‘Ika baik-baik aja, Pa.’ Gak semua harapan bokap gue realisasikan. Gue bukan bukan wanita karir dengan pekerjaan yang dapat dibanggakan. Gue juga milih ikut sekolah masak yang terdengar ece-ece di telinga bokap dan bukannya lanjut S2 atau S3 di universitas sini. Tapi inginnya bokap tau kalau yang gue lakukan memang yang terbaik buat gue. Biarpun sok cuek, sebagai anak gue tatap butuh afirmasi dan persetujuan dari orang tua.

Sekarang gue cuma bisa berharap supaya bokap ikhlas sama pilihan gue dan penuh maaf atas kesalahan gue terhadap beliau.

Gue juga berharap sekali kalau bokap bisa tau bahwa ada beberapa hal yang gue lakukan demi dia dan nyokap. Seperti mengajarkan bahasa indonesia ke anak-anak karena tujuan utamanya memang supaya bokap-nyokap bisa bebas lepas ngomong sama cucunya. Atau usaha gue untuk mudik setahun sekali, biarpun kerjanya melalak terus dari mol ke mol, tapi niat utamanya tetap untuk bokap dan nyokap.

Kalau gue boleh kasih nasehat, anjuran dari gue ya supaya kita-kita lebih menyayangi orang tua. Jadi anak yang lebih baik dan lebih berbakti. Gue tau hubungan anak dan orang tua ala Indonesia gak seperti film Hollywood yang penuh kemesraan, kedekatan, banyak-banyak diskusi dan ‘i love you’ di sana-sini. Tapi kalau udah kehilangan begini, ada banyak sekali rasanya yang ingin disampaikan. Seperti kata lagu, wish I could have told him in the living years(yang sekarang selalu sukses bikin air mata tumpah):

I know that I’m a prisoner
To all my Father held so dear
I know that I’m a hostage
To all his hopes and fears
I just wish I could have told him in the living years

Say it loud, say it clear
You can listen as well as you hear
It’s too late when we die
To admit we don’t see eye to eye

Dan seklise kata pepatah: malah sayang jika telah hilang. Dulu aja sukanya inget-inget yang bikin sebel tentang bokap. Sekarang malah ingetnya sama masa-masa bokap anter jemput gue ke sekolah, ke tempat les, ke pesta ulang tahun, ke acara kemping, dll. Kok si Papa mau aja ya? Apa gak capek?  Gue aja suka lemah letih lesu jemput anak yang päiväkotinya 5 menit jalan kaki dari rumah.

Memang hubungan antar anak dan orang tua itu unik, ya. Makanya banyak muncul di facebook anak-anak adopsi yang mencari orang tua kandungnya. Atau anak-anak yang tetap bersedih atas kematian ayah/ibunya yang abusive. Kayanya manusia memang sudah diprogram untuk membutuhkan orang tua. Sama kaya bebek yang udah imprinted untuk mengekor induknya seketika menetas dari telur. Kehilangan orang tua rasanya seperti kehilangan rumah tempat untuk pulang, seperti tumbuhan yang gak punya akar, seperti layangan yang putus talinya.

Gak heran kalau kematian ayah atau ibu memberikan dampak yang sangat besar dalam kehidupan manusia. Dalam kasus gue, biarpun cuma diagnosa pribadi, tapi gue akui gue mengalami depresi. Jadi suka sendiri, males ketemu orang, kehilangan gairah pada hal-hal yang biasanya disukai, susah tidur nyenyak, cita rasa terhadap makanan berkurang (tapi herannya berat badan gak turun-turun)

Dalam suasana berduka begini, let me tell you what helps me and what doesn’t help.

Yang pertama sekali gue rasakan membantu adalah kedatangan teman-teman gue. Terus terang aja, gue setuju ketemu mereka atas dasar gak enak hati, gak enak kalau nolak. Tapi pas udah ketemuan gue malah merasa terbantu.  Setelah nangis dua hari tanpa henti, seneng juga rasanya membicarakan hal lain, hal-hal ringan yang bisa bikin gue senyum atau ketawa. Yes, gue gak mau banyak-banyak ngomongin bokap waktu itu. Please ngomongin yang lain aja, yang bikin gue seneng.

Tentunya perihal ketemuan ini cuma berlaku untuk teman-teman dekat. Ada juga beberapa yang gue tolak kedatangannya (dengan alasan palsu), termasuk gue memilih untuk gak bikin pengajian buat bokap di sini karena gue sungguh gak sanggup untuk ngadepin orang banyak.

Sehubungan dengan hal di atas, alasan kenapa gue gak mau ketemu orang waktu itu karena gue gak sanggup cerita tentang bokap, sakitnya bokap, dan detil-detil lain tentang kepergian beliau. Sementara pada umumnya orang selalu bertanya kenapa? Bagaimana? Sakit apa? Beneran, pertanyaan-pertanyaan ini justru mengundang air mata yang sebenernya juga udah terlalu banyak ngucur.

Saran gue, sih, tanyakan saja “Apa kamu baik-baik saja? Apa yang bisa saya bantu?” pada orang yang sedang berduka.  Gak perlu tanya kenapa, apa dan bagaimananya dari mereka, apalagi kalo hubungan pertemanannya gak deket-deket amat. Yang nanya kan bukan kamu aja, semua orang juga pasti punya pertanyaan yang sama. Bayangkan rasanya harus mengulang cerita sedih lagi dan lagi dan lagi dan lagi. Kita yang berduka ini juga mau move-on kaleeee.

Food and money do help! Gak bohong dan gak niat matre juga. Lagi sedih begitu pastilah males banget berjibaku sama kerjaan rumah, jadi gue terbantu sekali kalau bisa dibebaskan dari tugas-tugas tersebut. Anak-anak bisa tetap makan dengan bantuan makanan dari teman. Makasih banget buat Mbak Yessy, Ayu, Rachma dan Ghighie yang udah memakmurkan perut kami sekeluarga di masa susah ini. Buat Anggi dan Rio yang mensponsori kami main-main ke matkamessu. Juga buat teman-teman di Jerman yang mengirimkan uang belasungkawa.

Dari nyokap gue tau kalau sumbangan dari para pelayat membantu banget untuk melancarkan bermacam urusan.  Yang namanya kematian ternyata meninggalkan sejuta urusan yang banyak makan biaya. Memudahkan banget ada uang di tangan untuk kasih tip pekerja di pemakaman, uang amplop untuk satpam komplek yang bantu-bantu ngurus tahlilan, dll.

Teman, tetangga, sanak saudara adalah elemen lain yang sekarang gue maknai keberhargaannya. Masih terngiang-ngiang ucapan nyokap di telepon waktu itu

“Mesjidnya penuh, Ka. Banyaaak kali yang sholat buat Papa. Alhamdulillah kali mama ngeliatnya”

“Temen Ika banyak yang datang. Cahyo, Merddy datang ke rumah pagi-pagi. Si Vera juga, dari pagi kali udah sampai dia di sini temenin mama,  Wahyu ikut sholat di mesjid, April juga dateng. Clara, temen Ika yang di Jerman dulu, masih ingat sama mama. Fatimah pun dateng sama temen-temen Ika SMP. Seneng mama liat mereka datang”

Gue jadi tersadar bahwa teman yang gue pilih ternyata bukan cuma untuk gue tapi juga untuk keluarga gue – orang tua, pasangan, dan anak-anak gue juga nantinya. Di Kerava sini pun gue terhibur denger cerita tentang tetangga yang rajin ngecek keadaan nyokap tiap dua hari, sodara-sodara yang ngurusin printilan tahlilan supaya nyokap gak perlu repot, teman nyokap yang nginep di rumah tiap akhir pekan supaya nyokap gak sendirian.

Makanya tulisan Novi yang ini kena banget di hati gue. Mulai sekarang gue juga ingin punya hubungan yang lebih baik terutama dengan teman dan relatif. Gue ingin anak-anak gue juga dikelilingi banyak orang di kala mereka menghadapi cobaan. Kita sering berpikir kalo our kids are our legacy. Ternyata segala macam hubungan yang kita jalin, baik dengan teman, tetangga, karyawan, dll bisa jadi legasi kita juga.

My brother and sister! Termasuk Icha, adek ipar gue. Entah lah apa hidup gue tanpa mereka. Gak bisa bilang banyak, yang jelas gue bersyukur banget punya adek-adek buat berbagi duka ini, adek-adek yang bisa diandalkan buat mengurus segala hal yang perlu di urus pasca kepergian bokap. Gue sendiri gak akan sanggup melakukannya sendirian. Bikin gue jadi berpikir untuk nambah adek lagi buat Kai dan Sami (hmmm…). Seriously people, having siblings matters!

Dan anak-anakku! Tentunya mereka ini yang juga mendorong gue untuk keluar dari depresi. Sibuk ngurusin mereka bikin gue gak punya waktu buat bengong-bengong dan kemudian nangis. Tingkah lucu mereka bikin gue merasa terhibur. Kai yang khawatir kalau äitinya masih sedih bikin gue merasa telah sukses mendidik anak yang baik hati. Dan Sami, yang biarpun gak banyak omong, tapi sekarang harus cium äiti dulu setiap bangun tidur sambil bilang “Sami syinta äiti selama-lamanya”

Berbicara dengan teman yang juga pernah mengalami kehilangan jelas membantu. Masih inget Rani bilang ke gue “Gak papa kok, Rik, nangis. Gue dulu juga tiga minggu nangis sampe mata bengkak”. Jadi seperti dapet afirmasi kalo this is a BIG thing. Wajar kalo gue sesedih itu, nangis-nangis tanpa henti seperti itu. Tapi liat Rani, Leony, Vera dan Jeani, gue jadi punya harapan kalau masa-masa nangis tanpa henti gue akan berlalu. Gue bisa hidup normal lagi dengan mata kering seperti mereka. Biar gimana pun bumi tetap berputar.

Ada beberapa hal yang masuk kategori TIDAK membantu. Selain pertanyaan kenapa/kapan/sakit apa dan sebangsanya, gue juga paling sensi waktu ada yang nanya “Kok gak pulang (lagi) sih?”. Hadeeeeeh….cukup dijawab pake senyum sendu aja deh. Dalam hati mah udah berdarah-darah sakitnya.

Atau komen-komen seperti

“Kalo di Penang/Malaka/Singapur/ Australi lebih bagus loh perawatannya. Dulu adekku/sepupu/om juga sakit jantung/diabetes/udah sempet koma tapi bisa selamat. Beda sama di Indonesia”

Atau “Kenapa gak sama dokter ABC? Dia kan ahlinya bidang xyz?”

Gue aja masih susah terima kalau bokap gue gak terselamatkan dari penyakitnya.  Gak usah ditambah lagi dengan komen-komen yang cuma nambahin penyesalan dan penasaran gue.

Kalau mau terus terang, sih, di masa berduka gini, gue memang jadi gampang sensi dengan segala ucapan yang disampaikan ke gue. Rasanya semua salah.

Dibilang bokap sekarang udah gak kesakitan lagi tapi gue ‘kan maunya dia sembuh, sehat dan HIDUP. Kenapa harus mati dan bukannya sembuh?

Dibilang sekarang bokap ada di tempat yang lebih baik tapi….dari kecil gue udah dijejeli ajaran tentang siksa kubur. Apa benar papaku terbebas dari rasa sakitnya di sana? Ataukah malah dia lebih tersiksa? Apa segala kesalahannya dimaafkan? Apakah gue malah menambah dosa-dosanya? Apa tingkah laku gue malah menambah siksaannya?

Dibilang gue dibikin seneng sama bokap, dalam artian gue dikasih kesempatan dua minggu bersama beliau, malah sempet liat bokap pulang dari RS sehingga gue bisa terbang kembali ke Finlandia dengan hati tenang…ya, emang bener sih…

Memang begitu kejadiannya. Gue gak sempat merasakan terbang dengan persaaan kacau balau. Tapi itu kan artinya enak di gue tapi berat buat nyokap dan adek-adek gue. Gue di sini cuma gelosoran aja nangis sepuas hati. Bayangkan rasanya jadi nyokap, Remi dan Rima yang sedihnya juga pasti kebangetan tapi harus tetap sibuk ngurusin ini itu. Gue masih nangis sampe sekarang kalo inget omongan Remi di telepon “Si mama pulang ke rumah, Ka. Dia gak kuat lagi denger dokter bilang kalo Papa udah gak ada. Gue sendirian di rumah sakit urus jenazah Papa”. Apa rasanya jadi Remi waktu itu?

Dibilang harus sabar dan ikhlas…gampang ngomong tapi susah prakteknya, ya, sis.

Kalau semuanya salah, terus harus bilang apa dong, Rik?

Yang paling menyejukkan hati itu jika ada yang bilang:

“Gue doain bokap ya, Rik. Al fatihah buat bokap lo.”

“Gue doain elo dan keluarga sabar dan kuat ya, Rik.”

“Gue baca tahlil dari rumah buat bokap ya, Rik.”

Gak usah banyak-banyak tanya apa dan kenapa. Gak usah bingung-bingung cari ucapan penghiburan buat gue. Ucapkan saja doa untuk papaku. Itu udah lebih dari cukup.

Biarpun dari dulu udah diajarkan kalau harta gak akan dibawa mati tapi baru terasa sekali kebenarannya sekarang. Dari dulu niat mau kirim surprise tumpeng ulang tahun buat bokap tapi kok kelupaan melulu. Setiap mudik juga suka bingung mau bawa oleh-oleh apa buat bokap supaya dia seneng, eh, ekarang udah gak bisa lagi kasih hadiah apa-apa buat beliau.

Yang tersisa cuma do’a. Do’a anak untuk orang tuanya.

Dan kalau teman-teman yang baca tulisan ini mau berbaik hati, tolong kirimkan juga do’a untuk beliau. Semoga tenang dan bahagia di sisi Sang Pencipta.

Al-Fatihah untuk papaku.

 

 

 

 

 

 

 



kata samiun

$
0
0

Anak-anak lagi main sama temennya di ruang tamu jadi gue ngaso di kamar sambil makan kiwi. Tau-tau Sami datang ke kamar minta tolong dipakein sepatu bola.

“Sami tolong buangin ini dong ke dapur”

“Ini apa?”

“Kulit kiwi”

“Siapa yang makan? Kalo åiti yang makan, äiti yang buang”

“Yah, Samiii…tolong dong. Äiti kan udah bantuin pakein Sami sepatu bola”

“Gak gitu, äiti. Ingat, kalo äiti makan sendiri, äiti buang sendiri juga. Dadaaah”

Sami gitu amat sih. Äiti jadi manyun deh.


makan mangga

$
0
0

Setiap kali ada sale mangga manis di supermarket sini, gue pasti beli. Dan tiap kali makan mangga, gue selalu ingat sama masa kecil dulu, jaman rebutan mangga sama Remi.

Gue datang dari keluarga yang biasa-biasa aja. Gak tajir tapi juga gak kelaparan. Punya rumah, punya mobil tapi makan seadanya. Termasuk makan mangga. Sungguh suatu kemewahan kecil kalau sehabis makan ada suguhan buah. Biasanya nyokap beli satu atau dua mangga untuk dimakan sekeluarga. Kalau kebetulan mangganya ada dua, gue dan remi dikasih sebiji buat dimakan bersama. Ujungnya mah malah berantem, selalu merasa yang satu makan lebih banyak dari yang lain.

Akhirnya sama bokap dikasih peraturan, yang satu bertugas potong mangga menjadi dua, yang satu lagi boleh milih mau ambil bagian yang mana. Astagaaa….beban mental banget itu potong mangga jadi dua bagian yang sama besarnya. Biar gak ngerasa kecele, timbangan pun dimainkan. Tiap potongan mangga ditimbang satu-satu biar yakin bagian si Remi gak lebih banyak dari punya gue. Kelebihan nol koma nol nol sekian kilo aja bisa jadi masalah banget. Mangganya bolak balik ditimbang sampe malah jadi bonyok kebanyakan dipegang-pegang.

Kadang datang hari istimewa dimana gue dan Remi masing-masing mendapat sebuah mangga utuh. Tetep, harus pake timbang-timbang dulu buat milih mana mangga yang paling besar. Biasanya kami makan mangganya tanpa dipotong. Cukup dikupas kulitnya terus dimakan bulat-bulat.

“Enak ya, makan mangga begini. Nanti kalo kita udah besar kita beli mangga buat sendiri, makannya gak dibagi-bagi.”

“Iya, ya. Nanti kalo udah besar beli yang banyak buat sendiri.”

Kayanya bakal seneng banget kalo nanti bisa sering-sering makan satu mangga utuh buat diri sendiri. Gak harus repot cari timbangan buat membagi-bagi mangganya dengan rata. Makannya juga sesuka hati, mau dipotong-potong, mau langsung dikenyot sebiji-bijinya, atau mau  makan lebih dari satu juga bebas.

Biarpun sekarang tetap bukan manusia tajir  melintir tapi alhamdulillah udah bisa beli  mangga sendiri. Mau beli empat biji supaya semua anggota keluarga kebagian juga bisa. Tapi ternyata yang bikin seneng justru mengingat-ingat kenangan rebutan mangga sama si Remi dengan omelan bokap nyokap di latar belakang.


tata cara perpisahan

$
0
0

Setiap Sabtu pagi Kai pasti ngambek, menolak diajak belajar ngaji di KBRI. Katanya di sana bosan dan gak ada teman.

Tapi hari ini beda. Tumben-tumbenan anaknya gak manyun di KBRI sambil bertanya tiap lima menit “Kapan pulang?”. Rupanya hari ini dia asik main sama Pavel, sesama anak campuran Finlandia-Indonesia di kelas mengaji. Padahal niatnya bawa Kai ke KBRI ‘kan supaya anaknya lebih banyak ngomong bahasa Indonesia, eh, taunya tetep wae nyerocos pake suomi bareng Pavel. Mulai dari ngobrol berdoa, mojok berdoa, makan berdua, cekikikan berdua…seharian tadi dua anak itu bareng-bareng terus di KBRI.

“Kaaai, yok kita pulang” gue berseru mendekati jam dua siang.

“Paveeel…Paveeeel…aku harus pergi. Äitiku udah mau pulang”

“Okeee…dadah”

“Ayo sini cium”

“Hah? Iiih, gak mauuuu”

“Ya udah, peluk aja kalo gitu”

“Gaaaak. Gak mau jugaaaa…..” kata Pavel sambil kabur

“Terus kita harus ngapain dong kalo berpisah?” Kai berteriak bingung

“Bilang dadah aja cukup, Kai” gue berbisik di telinga Kai

Kebiasaan di keluarga kalo pisah dikit aja anaknya dicium-cium dan dipeluk-peluk, di luar rumah anaknya juga ngarepin hal yang sama kalo berpisah dari orang yang dia sukai.

 


jauh di mata

$
0
0

Hari ini isi pulang balik ke Kerava sementara gue dan anak-anak masih di Tangerang sampai tiga minggu ke depan. Sekembalinya kami ke Kerava pun masih aja gak ketemu sama Mikko karena doi masih bistrip di Brazil meliput olimpiade 2016. Total kami bakal LDR-an selama 7 minggu.

Yang paling patah hati jelas Kai. Pisah sama Aubrey yang mau lebaran ke Bukit Tinggi sepuluh hari aja sampe nangis-nangis, apalagi sekarang pisah dari isinya.

Sambil melepas taxi isi yang mulai menjauh, Kai bilang ke gue: “Äiti, isi jauh di mata tapi dekat di hati.”

“Iya, Kai. Pinter banget kamu anak sayang.”

“Tapi aku maunya isi dekat dua-duanya. Dekat di mata dekat di hati juga soalnya aku sayang banget banget banget sama isi.” Dan terus anaknya nangis tersedu-sedu.

Katanya sih Kai tau istilan jauh di mata dekat di hati itu dari lagu. Lagu yang gue dengarkan untuknya tapi kok gue lupa lagunya apa.

Baru-baru ini aja gue kembali ingat lagu yang dia maksud. Ternyata lagunya RAN, lagu yang ngetop banget main di radio tahun lalu ketika gue juga lagi mudik ke Indonesia.

Ada masanya gue lagi homesick berat di Kerava sana dan gue mainkan lagu tersebut di youtube berulang-ulang. Dengerinnya bikin gue jadi terkenang lagi masa-masa mudik yang indah. Nyetir mobil keliling BSD, jalan-jalan sekeluarga ke Batu Karas, berduaan sama Mikko cari jajanan,  liat Kai dan Sami main sama Aubrey, Sami yang seneng banget pelukan sama Tante Rima dan bokap yang seneng banget nemenin cucu-cucu berenang.

Saking senengnya sama lagu ini gue ajak juga anak-anak ikut mendengarkan sambil gue jelaskan arti  “jauh di mata dekat di hati”. Gue bilang ke mereka kalau orang-orang seperti Oma, Ompung, Om Remi, Tante Rima, Tante Ica, Adek Aubrey dll-nya adalah orang-orang yang jauh di mata tapi selalu dekat di hati gue. Rupaya penjelasan gue itu terekam dengan baik di otak Kai dan hari ini dia gunakan kalimat “jauh di mata dekat di hati” untuk menjelaskan rasa rindunya buat isi dan buat Aubrey yang saat ini masih liburan di Bukit Tinggi. Iya loh, Kai sayang banget sama adek sepupunya itu.

Pulang kampung ke Indonesia udah pasti selalu menyenangkan buat gue tapi buat Kai dan Sami ada banyak proses adaptasi yang harus mereka jalani.  Mulai dari udara, cuaca, makanan, bahasa dan banyak lainnya. Bertemu banyak orang di Indonesia pastinya bikin seneng tapi ‘kan orang-orang tersebut gak setiap saat bisa diajak main. Mau main-main ke luar seperti yang Kai dan Sami lakukan tiap hari di Kerava agak susah karena di BSD gak banyak taman plus cuaca panas bikin males keluar rumah. Mau main di playground berbayar emak babenya tekor. Mau  main di rumah aja tapi mainan di rumah oma terbatas. Mau beli mainan lha kok mahal. Mau main sama anak-anak seumuran palingan ketemu kalau lagi ada acara aja, sisanya ya berduaan aja Kai dan Sami bikin mereka rindu berat sama teman-teman di Finlandia.

Selama di Indonesia anak-anakku kurus karena gak selera makan, badannya selalu pliket penuh keringat, jadi gampang cape dan jadi sering krenki karena bosan. Kalau ditanya senang gak di Indonesia, jawabannya selalu berubah sesuai mood – kadang senang kadang gak,  mau pulang ke Finlandia aja. Sementara äiti mah males bener mikirin pulang balik ke Kerava. Udah pewe banget di BSD nih.

Tapi gue juga tau, kalau nanti kami udah di Kerava lagi, pasti banyak juga hal-hal yang dikangenin oleh Kai dan Sami dari Indonesia. Kangen sama Oma dan Aubrey, kangen sama ayam gorengnya nenek, kangen naik mobil lewat jalan tol, kangen berenang di Ocean Park, kangen rame-ramean di rumah Oma dan kangen-kangen lainnya yang nanti akan muncul. Namanya juga jauh di mata dekat di hati, Indonesia selalu bikin kangen.

 

 


the weight of the world on my son’s shoulders

$
0
0

Minggu pertama mudik, kami sekeluarga liburan sebentar ke Singapura. Di Singapura itulah gue perhatiin Kai punya kebiasaan yang ganggu banget. Anak ini jadi suka loncat di tempat. Memang sih dari dulu Kai suka banget lompat-lompatan tapi ini kok semakin sering dan suka bikin kesel karena loncat-loncat di tengah keramaian bikin Kai jadi suka nabrak orang, jatuhin piring atau gelas,  nginjek kaki orang lain, dll. Dimarah-marahin deh anaknya.

Tapi lama-lama gue perhatikan kalau loncatnya Kai ini sering terlihat otomatis alias dilakukan tanpa sadar. Hati gue mulai curiga. Apa kelainan syaraf? Apa kakinya sakit? Tapi karena lagi sibuk jalan-jalan gue gak terlalu banyak mengulik resah di hati tersebut dan sampai di Indonesia acara loncat-loncat ganggu ini syukurnya hilang….untuk kemudian berganti dengan gerakan lain yang juga cukup ganggu, Kai jadi suka mengibas-ngibaskan tangannya ke depan dan belakang.

Lagi-lagi gue perhatiin kalau gerakannya Kai ini sering kali dilakukan tanpa sadar, di luar kontrol.  Misalnya aja lagi makan, ditengah-tengah nyendokin makanan, gerakan nyendok ini kadang terpotong dulu karena Kai harus mengibaskan tangannya ke belakang. Ini bisa terjadi berkali-kali selama makan, jadi bayangin  berapa kali dalam sehari dia berkibas-kibas begitu?

Nyokap gue terganggu banget melihat gerakan Kai ini. Menurut nyokap ini kebiasaan jelek yang perlu dihentikan. Bolak balik nyokap menegur Kai buat berhenti berkibas-kibas begitu dan kebiasaan Kai ini pernah jadi pembicaraan satu rumah BSD.

Dengan muka sedih Kai bilang ke gue kalau dia gak suka ditanya-tanya tentang kenapa dia menggerakkan tangannya sedemikian rupa.  Dia gak bisa menjelaskannya ke orang lain, karena buat dia gerakan itu terasa normal aja dan terjadi tanpa alasan. Bagi Kai gak ada yang lucu tentang gerakannya, jadi kenapa orang-orang harus tertawa? Hati gue lumayan perih denger omongan Kai.

Gue pun bicara dengan Mikko. Kami berdua menyadari gerakan Kai itu bukan sekedar kebiasaan, bukan sekedar suatu fase yang nanti akan berlalu. Gerakan repetitif yang terjadi diluar kontrol tentunya pertanda kecemasan yang terpendam.

Pada suatu malam yang tenang dan damai, dalam perjalanan pulang dari Aeon menuju rumah BSD, Mikko berbicara dengan Kai.

“Kenapa Kai suka gerak-gerakin tangannya seperti itu? Kai tau gak kenapa?”

“Aku susah jelasinnya, isi. Gerakan ini mungkin buat orang lain aneh, tapi kalau buat aku normal aja. Ini biasa banget buat aku, seperti…aku ini Kai, aku harus bergerak seperti ini. Duh, susah deh jelasinnya”

“Oke. Apa Kai punya banyak pikiran di kepala?”

“Iya jelas. Banyak banget. Terlalu banyak”

“Terlalu banyak? Kai mikirin apa aja?”

“Tentu saja di dunia ini banyak yang harus dipikirin, isi. Ada banyak juga yang menakutkan. Seperti misalnya katastrofi yang bisa terjadi kalau terlalu banyak polusi. Gunung meletus, angin puting beliung, topan badai.”

“Kai tenang aja. Isi udah hidup lama sekali, Äiti udah hidup lama sekali. Demikian juga Mumu sama Oma, dan dunia belum berakhir, belum ada katastrofi. Memang polusi dan sebagainya bisa mempercepat  terjadinya katastrofi tapi itu semua terjadi pelan-pelan, dan kita bisa mencegahnya. Kai udah tau bukan?”

“Iyaaaaa. Aku tau. Jangan banyak makan daging. Jangan nambah polusi. Sering jalan kaki, jangan sering-sering naik mobil atau pesawat. Naik kendaraan umum lebih baik”

“Kereta. Naik kereta yang paling bagus” (yang satu ini Samiun yang nyeletuk)

“Tapi Oma pernah ngerasain gempa bumi loh” (masih Samiun)

“Iya benar. Tapi gempanya kecil sekali waktu itu di Jakarta. Gak ada yang rusak. Gak ada yang terluka. Gak perlu khawatir”

“Iya, tapi ‘kan tetap di tempat lain pasti ada gempa bumi yang terjadi, ada topan badai yang terjadi”

“Dengar, Kai. Kita sekarang di Jakarta. Jakarta aman. Gak ada tsunami, gak ada angin puting beliung, gak ada gunung berapi. Dan nanti kita di Finlandia juga aman. Jadi Kai gak usah khawatir, ya. Apalagi yang suka Kai pikirin?”

“Ada banyak. Misalnya gimana kalau ada orang jahat datang. Gimana kalau isi sama äiti gak ada, aku jadi sedih. Aku gak suka kalo aku ngomong terus isi cuma jawab “yaaa…yaaaa” tapi gak bener-bener dengerin aku. Terus aku juga sedih liat äiti sedih waktu ompung meninggal.  Kemarin waktu di makam ompung, äiti nangis”

“Äiti gak nangis lagi, Kai. Äiti udah gak sedih lagi sekarang. Jadi Kai gak usah sedih juga ya”

“Benar äiti gak sedih? Äiti gak sedih ompung meninggal?”

“Pasti äiti sedih. Tapi gak sebanyak dulu lagi.  Dan sedih itu gak papa. Äiti tetep seneng juga. Äiti seneng ada Kai, ada Sami. Äiti lebih banyak senengnya daripada sedihnya”

“Tapi mungkin Oma sedih. Oma kan sekarang sendirian gak ada ompung”

“Tapi kan ada Om Remi sama Tante Icha sama Aubrey yang nemenin Oma”

“Kai. Apa Kai sedih kalo isi marah? Menurut Kai isi sering marah gak?”

“Hmm…gak sering. Pas aja marahnya. Aku sedihnya karena liat isi sering marah ke Sami. Tapi memang sih, aku sama Sami harus berusaha untuk jadi anak yang lebih baik”

“Kai tau? Kai udah jadi anak yang baik. Baik banget. Sami juga. Kalian berdua udah jadi anak yang baik sekali. Soal satu ini Kai gak perlu khawatir, isi dan äiti tau kalian berdua anak yang baik sekali. Isi sama äiti yang harus berusaha untuk lebih sabar sama Kai dan Sami biar gak sering marah-marah dan lebih sering dengerin kalian”

“Iya.  Orang dewasa juga bisa marah atau berantem. Sama juga kaya anak-anak. Aku sama Sami juga suka berantem”

Tentunya di sini Mikko melirik gue. Gue memang paling gak bisa nahan emosi dan sering kelepasan marah-marah ke Mikko di depan Kai dan Sami.

“Kadang-kadang aku ngerasa aku bukan anak yang baik. Aku tau aku harus jadi anak baik tapi aku tetap nakal, tetap suka marah, aku gak tau gimana caranya supaya baik terus. Äiti tau gak, menurut aku, aku gak bisa masuk surga soalnya aku masih sering nakal”

“Kai pasti masuk surga. Äiti yakin. Kai anak yang baik. Anak yang baik juga kadang-kadang nakal. Semua anak pasti ada nakalnya. Sama juga orang dewasa pasti juga pernah nakal, pernah jahat tapi baiknya lebih banyak.

“Äiti yakin Kai masuk surga?”

“Iya,  yakin”

“Gimana dengan penjahat? Apa dia juga boleh masuk surga? Kemana dia pergi kalau bukan ke surga? Apa ada surga khusus untuk penjahat? Siapa yang masuk tempat yang ada apinya itu? Kalau Tuhan baik kenapa dia bikin tempat itu?”

Untung sekali waktu itu lampu merah berganti menjadi hijau dan gue harus memutar mobil di U-turn yang butuh konsentrasi tinggi. Maklum, supir amatir. Gue pun terhindar dari keharusan menjawab pertanyaan-pertanyaan Kai.

“Kai. Apa menurut Kai, kalau Kai mengibas-ngibaskan tangan begitu Kai jadi lebih tenang? Bikin Kai gak khawatir lagi?”

“Hmm. Sepertinya memang begitu, isi. Kalau aku bergerak-gerak, pikiran di kepalaku jadi berkurang.”

“Oke. Kalau begitu isi ikut senang. Isi senang Kai mau cerita sama isi. Kai bisa janji gak kalau Kai ada pikiran, Kai cerita sama isi atau sama äiti?”

“Kalau memang ada yang harus diomongin ya pasti aku cerita, isi. Tapi kalau gak ada apa-apa ya aku mau ngomong apa juga?”

“Oke. Janji ya. Isi juga janji nanti dengerin Kai lebih baik lagi”

Pembicaraan di atas tentunya gak memecahkan masalah Kai. Anakku itu tetap aja masih khwatarin memikirkan berbagai masalah dunia, masalah orang lain dan masalahnya sendiri  di kepalanya. Gue dan Mikko butuh bantuan profesional buat membantu Kai menjadi anak yang lebih santai, yang lebih anak-anak, gak terperangkap dengan pikirannya yang kelewat dewasa buat umurnya sekarang. Agak berlawanan sama sifatnya yang kadang masih anak-anak banget. Masih percaya sama Sinterklas, percaya sama peri gigi biarpun Sami udah bilang ke Kai “Sinterklas itu cuma orang dewasa pake kostum tauuuuk”

Di satu sisi gue sedih sekali melihat anak gue hidup dengan beragam kecemasan di otaknya tapi di sisi lain gue bangga sama pemikirannya yang dewasa, sama hatinya yang sensitif, dan niat-niat baiknya untuk dunia maupun untuk orang lain.  Semoga tiga hal tersebut bisa tetap terjaga dengan baik sepanjang hidupnya. Dengan kadar yang proposional dan lebih age appropriate tentunya.

Kalau denger cerita dari seorang teman, katanya si teman ini waktu kecil juga seperti Kai. Penuh kekhawatiran dan sering banget gerak-gerakin jarinya tanpa sadar seperti lagi main piano. Sampe dimarahin orang-orang karena terlihat aneh. Tapi sekarang teman gue ini orangnya mah asik dan sante bae sekaligus juga dia ini salah satu manusia paling baik yang gue kenal. Berkaca dari kisah si teman, gue berharap gue gak perlu banyak-banyak khawatir tentang Kai.

 

PS: percakapan antara Mikko dan Kai tentunya terjadi dalam bahasa Finladia yang lebih dikuasai Kai ketimbang bahasa Indonesia. Percakapan aslinya terdengar lebih santai daripada terjemahan yang gue bikin walaupun tetap aja, bagi gue dan Mikko, pemilihan kata dan tentunya topik pembicaraannya terdengar sangat dewasa dan serius untuk anak 6 tahun.

PPS: Untuk percakapan antara gue dan Kai, pada aslinya gak selancar di atas. Kai kadang suka kesulitan menemukan kata dalam bahasa Indonesia, kadang ngomongnya suka muter-muter dulu, kadang suka pake selipan bahasa Finlandia yang kemudian akan gue parafrasekan dalam kalimat yang lebih tertata. Biarpun begitu, I am a proud mom. Gue bangga Kai bisa mengungkapkan perasaan dan pemikirannya lewat kata-lata.

PPS: belakangan ini isi blog seputaran anak-anak mulu ya? Resmi sudah jadi blogger emak-emak yang hidupnya meluluk tentang anak-anak. Tapi beneran deh, semakin besar anak-anak ini semakin bikin takjub dengan tingkah laku dan pemikiran mereka. Mau gue rekam sebanyak mungkin untuk  kenangan di masa depan.

 


time’s forever frozen still

$
0
0

Hari ini Rima ulang tahun dan kok pas banget di Path ada notif dengan message “Remember this?”. Dan terus muncullah photo Bokap Nyokap lagi senyum lebar sambil memangku Kai dan Sami. Fotonya diambil tepat tiga tahun lalu waktu gue lagi mudik dan kami sekeluarga merayakan ulang tahunnya Rima di Satoo. Bokap masih sehat bugar dan rasanya masih seperti kemarin.

Mungkin memang gue lagi butuh nangis. Butuh ngelepas kangen ke bokap, jadi gue mandangin fotonya sambil dengerin lagunya Ed Sheeran, Photograph. 7 bulan lalu waktu bokap baru wafat, gak sengaja gue dengar lagu ini di radio dan tangis gue otomatis pecah. Abis itu lagu ini resmi masuk daftar barang terlarang. Termasuk waktu kemarin mudik, kalo lagi nyetirin nyokap ke pasar, kok sering banget lagunya muncul di radio? Harus banget deh radionya dimatiin takut kelepasan nangis di depan nyokap.

Ada banyak sekali sebenernya air mata yang tertahan selama di Indonesia. Mata yang berlinang-linang setiap malam sebelum tidur karena teringat kasur di bawah badan gue, bantal di bawah kepala gue, dulunya dipakai sama bokap. Rasa kecewa di hati ketika yang tercium dari bantalnya justru wangi pelembut kain, gak ada lagi jejak bau bokap di sana. Trus gue jadi tambah sedih karena sebenernya gue gak tau bau bokap seperti apa.

Ada rasa menusuk di dada yang datang tiba-tiba ketika gue buka lemari di kamar dan baju-baju bokap udah gak ada lagi. Demikian pula keyboard dan speaker kesayangan bokap yang udah disimpan masuk gudang oleh nyokap. Rasanya jejak bokap di rumah udah dihilangkan semua. Mungkin biar orang rumah, terutama nyokap, lebih mudah untuk berjalan terus tanpa harus sering-sering sedih mengingat bokap. Tapi tetep loh, kalau udah jam 9 malam  seringnya mulut gue bertanya “Kok Papa belum pulang sih?” Trus teringat kalau bokap udah gak pergi ke kantor. Sekarang perginya udah jauh banget, gak pulang lagi.

Kayanya masih susah buat gue untuk mengikhlaskan kepergian bokap. Ditambah rasa sedih dan penasaran gak bisa mendampingi beliau di saat-saat terakhirnya. Selama mudik kemarin, gue jadi sering berandai-andai sendiri membayangkan kepergiannya. Apakah di kasur ini? Di tempat gue tidur sekarang? Apakah di bantal yang gue pakai ini? Apakah dia kepanasan? Atau malah kedinginan? Apa dadanya sakit? Apakah dia pergi dengan mudah?

Akhirnya gue baru tau kalau bokap melepas nafas penutupnya di kursi santai di ruang TV. Itupun taunya karena ada tamu yang bertanya-tanya soal kepergian bokap. Mau gak mau nyokap harus mengulang detil-detil ceritanya.  Tentang bokap yang merasa kepanasan, yang mengeluh nafasnya berat. Detil-detil yang sebenarnya gue gak mau dengar.

Gue tau nyokap harus menahan getar suaranya ketika bercerita dan gue pun harus pura-pura ambil minum ke dapur karena mata udah mulai basah. Sedikit kesel rasanya sama tamu-tamu tersebut. Buat apa sih meminta orang yang berduka untuk mengulang-ulang kisah sedihnya? Gak perlu banget loh nagih cerita dari orang yang berduka tentang kepergian orang yang dicintainya. Gak usah juga diulang-ulang kalimat “Gak nyangka banget lho, bu” atau ” Baru aja kemarin saya teleponan sama beliau” dan semacamnya. Cuma ngorek luka aja omongan seperti itu.

Gue udah gak nangis setiap hari mengingat bokap tapi ada masanya rasa rindu dan sedih datang menyergap hati. Seperti hari ini ketika melihat foto bokap yang tersenyum lebar muncul di Path.

Selamat ulang tahun buat Rima. Kakak tau Ima juga pasti rindu Papa. It’s not getting easier but we’re getting stronger.

 

 

 


Anakku sekolah

$
0
0

Hari ini Kai mulai bersekkolah. Aaawww…anakku udah besaaar.

Sesuai rencana, kami masukkan Kai ke sekolah dekat rumah bersama dengan Samir. Pas pula mereka berdua masuk di kelas yang sama.

Bulan Mei kemarin ada acara perkenalan sekolah untuk anak dan orang tua. Acara ini bagus sekali menurut gue, terutama untuk anak-anak seperti Kai yang selalu ketakutan menghadapi hal baru. Bahkan untuk acara perkanalan ini Kai udah terlihat takut dan cemas, untungnya pergi ke sekolahnya bareng isi dan äiti.

Suatu pagi di bulan Mei kami berkumpul di halaman sekolah bareng murid baru dan orang tua lainnya. Guru-guru kelas satu berdiri di teras sekolah dan memperkenalkan nama mereka, setelah itu anak-anak dipanggil satu persatu dan dikelompokkan menjadi tiga kelas. Biarpun takut tapi Kai menurut dan jalan berderap menuju barisan ketika namanya dipanggil. Gak lama semua anak digiring masuk kelas untuk mengikuti simulasi sekolah sementara para ortu dikumpulkan di aula untuk berkenalan dengan kepala sekolah. Sebelum masuk aula gue sempet melirik anak-anak yang sedang sibuk buka sepatu. Ternyata masuk ke area belajar gak boleh pake sepatu. Anak-anak berkeliaran di gedung sekolah cuma dengan kaos kaki aja. Kaya lagi di rumah sendiri. Gemessshhh.

Kepala sekolah memulai sesi pidato dengan pertanyaan-pertanyaan pembuka. Berapa orang yang pertama kali merasakan anaknya mulai sekolah, berapa anak yang sudah bisa membaca, berapa anak yang punya kakak di sekolah tersebut? Abis itu barulah doi menjelaskan tentang kegiatan belajar mengajar yang akan dihadapi anak di sekolah.

Anak kelas satu akan bersekolah kira-kira empat jam dalam sehari di dalam kelas yang sama dan dibimbing oleh guru yang sama setiap saat. Satu jam pelajaran adalah 40 menit dan tiap subjek durasinya dua jam pelajaran. Setiap pergantian subjek ada waktu bebas selama 15 menit buat anak-anak  main dulu sebelum nantinya belajar lagi dan jam 11-an ada istirahat makan siang selama 30 menit. Setelah sekolah anak-anak bisa pilih untuk pulang ke rumah atau ikut kegiatan kerho dan kegiatan belajar di sekolah akan selalu diinfokan lewat wilma.

Apa itu kerho dan wilma?

Kerho dapat diartikan sebagai klub atau kumpul-kumpul. Intinya sih kerho ini wadah daycare untuk anak SD. Lokasinya bisa bareng sama sekolah atau sedikit di luar sekolah. Karena sekolahnya memang cuma empat jam jadinya anak-anak dibuatkan tempat menunggu isi dan äiti pulang kerja.

Sebenarnya di Finlandia sini, anak kelas satu SD sudah diizinkan untuk pulang dan pergi sekolah sendiri ataupun berada di rumah sendirian sementara orang tuanya bekerja tapi kebanyakan ortu akan memilih memasukkan anaknya ke kerho dengan anggapan anak akan lebih aman dan lebih terurus berkat supervisi orang-orang dewasa di kerho.

Kerho dimulai jam 12 siang hingga jam 4 sore. Kegiatannya gak jauh-jauh dari kegiatan di päiväkoti. Ada makan, ada main-main, ada juga jam-jam khusus untuk anak-anak mengerjakan PR biar di rumah gak perlu repot lagi. Orang tua boleh pilih untuk menjemput anaknya atau membiarkan anaknya pulang ke rumah sendirian. Kepala sekolah menganjurkan agar ortu dan anak banyak-banyak latihan jalan kaki ke sekolah supaya anak hafal dan pede dalam menghadapi perjalan pulang pergi sekolah nantinya. Dibilang juga kalau penggunaan sepeda baru dianjurkan untuk anak kelas tiga SD biarpun tidak ada larangan khusus untuk bersepeda buat anak-anak yang lebih kecil. Anak yang diantar pakai mobil tidak boleh turun di depan sekolah untuk menghindari kemacetan. Harus didrop agak jauh dari sekolah dan setelahnya anak harus berjalan kaki. Emang dah orang sini demen betul sama jalan kaki.

Kai senang sekali bersepeda jadi gue dan Mikko akan mengizinkan Kai bersepeda ke sekolah nantinya. Awal bersekolah Kai juga akan dianterjemput oleh äiti, mumpung gue masih libur, tapi minggu-minggu berikutnya kami ingin Kai sudah bisa pergi dan pulang sekolah sendirian. Untung banget rumah kami cukup dekat sama sekolahnya. Cuma 7 menit jalan kaki.

Berikutnya tentang Wilma. Wilma itu semacam website yang bisa diakses oleh pihak sekolah, orang tua dan murid. Di dalamnya ada berbagai info tentang kegiatan belajar mengajar. Ada jadwal pelajaran, jadwal jam makan siang, jadwal libur, info tentang materi pelajaran, info tentang PR dan lain-lain. Orang tua bisa memantau kegiatan belajar anak lewat Wilma, termasuk ortu juga bisa tau kapan anak punya PR atau ujian.

Tapi ditegaskan oleh bu kepsek kalau bersekolah adalah pekerjaannya anak-anak jadi anak harus diajarkan untuk bertanggung jawab akan pelajarannya di sekolah. Harus bisa mengerjakan PRnya sendiri tanpa bantuan orang tua. Tugas orang tua adalah menciptakan rutinitas yang tepat buat anak-anak. Kapan mereka harus bangun, harus tidur, harus makan, harus berangkat sekolah, harus mengerjakan PR, harus main, dll, sampai nantinya rutinitas ini terpatri dalam diri si anak dan bisa dilakukan sendiri tanpa harus diingatkan orang lain.  Menurut gue ini salah satu intisari ((intisariii….)) dari sekolah di Finlandia. Menciptakan murid-murid yang mandiri. Pokonya semua-muanya mah harus banget bisa sendiri.

Selesai acara info dari kepsek, kami masih harus menunggu sekitar dua jam sampai saatnya Kai selesai orientasi. Di halaman sekolah kami menyambut Kai yang mukanya cerah ceria. “Isi, di sekolah dikasih makan!”. Emang dah, anaknya bu Rika emang demen banget makan.

Rupanya Kai takjub sama kegiatan makan di sekolah. Di sekolah ada kantinnya dan murid-murid harus antri sambil pegang baki yang bersekat-sekat. Trus sekat-sekat tersebut akan diisi makanan oleh petugas kantin. Kaya orang besar banget. “Kaya di penjara” kalo kata Sami. Tauk tuh Sami liat dari mana cara makannya narapidana.

Kalo kata Kai “Koulu on tosi kivaaaaaa”. Di sekolah senang sekaliiii. Lebih senang daripada di päiväkoti.

Udah dong ya? Beres dong? Anakku udah siap sekolah dong?

Cencu tidak sodara-sodara.

 

img_20160816_084846.jpg

img_20160816_085005.jpg

img_20160816_085410.jpg

Libur 2,5 bulan kayanya Kai lupa sama rasa senangnya itu. Sejak kami pulang dari Indonesia, Kai bolah balik mengeluh “Aku takut sekolah. Aku gak mau sekolaaaah”. Kadang anaknya sampai nangis-nangis segala.

Saking cemasnya dia menghadapi hari ini sampai-sampai tadi malam anaknya menangis dalam tidur. Mimpi pergi ke sekolah. Duh, naaaaak…äiti kadang prihatin, kadang sedih, tapi kadang juga kesel ngadepin keluhannya Kai yang keseringan itu. Untung saja saya ibu yang bijak (halah!) jadinya marahnya ditahan-tahan biar Kai gak makin sutrisno.  Makan es krimnya aja yang tambah banyak karena äiti juga ikut setress dan butuh pelarian.

Hari ini, hari pertama masuk sekolah, Kai bangun pagi sekali. Setengah menangis setengah terburu-buru takut telat. Gimana ini toh? Gak mau sekolah tapi juga takut terlambat?

Udah kelamaan libur anak-anak jadi jetlag ngadepin pagi hari persiapan berangkat sekolah/päiväkoti.  Yang masih mau nonton tivi lah, yang sarapannya gak selesai-selesai lah plus Sami yang tiba-tiba merajuk gak mau ke päiväkoti. Ealah, gue sampe keringetan nyiapin mereka. Belon lagi nyiapin gembolan buat dibawa ke päiväkoti. Mulai dari jas hujan, boot karet, jaket, celana main, dsb. Gustiii…kapan suamiku pulang? Biasanya kan doi yang ngurusin beginian. Tapi pagi-pagi sekali ( yang berarti lewat tengan malam di Brazil) Mikko video call untuk menyemangati Kai. “Selamat bersekolah Kaaaaai. Kai pasti bisa!”

Sami cemberut terus selama perjalanan ke päiväkoti. Sesampainya di sana pun maunya bermanja-manja sama äiti. Yang matanya tiba-tiba sakit lah, yang kakinya pegel lah. Begini nih rasanya kembali sekolah setelah kelamaan libur. Tapi setelah dipanggil gurunya, alhamdulillah bocah mau juga masuk kelas. Langsung setelahnya gue dan Kai  jalan ngebut ke sekolah.

Di halaman sekolah udah ramai oleh anak-anak dan orang tua. Kai yang ketakutan sedikit lebih tenang setelah ketemu Samir. Apalagi melihat Samir yang terlihat sangat pede ngadepin hari pertama ini. Gak lama guru-guru muncul di teras sekolah dan gue liat banyak anak yang mulai bersorak-sorai sambil melambai-lambaikan tangan. Kaya jumpa fans aja ini mah. Eh, gak taunya guru-guru tersebut mulai bernyanyi. Nyanyian selamat datang ke sekolah.

Seneng banget rasanya melihat anak-anak yang sepertinya semangat sekali kembali ke sekolah dan bahagia bertemu dengan guru-gurunya. Mudah-mudahan nanti Kai juga akan seperti itu, ya.

img_20160816_090226.jpg

img_20160816_091217.jpg

Setelah bernyanyi kepala sekolah bertanya “Siapa yang senang datang ke sekolah?” Puluhan tangan terangkat ke atas. “Siapa yang takut?” Ada beberapa tangan yang terangkat, termasuk tangan beberapa orang guru.

Gue bilang sama Kai “Liat, Kai. Gurunya aja yang orang dewasa bisa takut. Apalagi Kai. Gak papa takut asal tetep jalanin terus. Nanti lama-lama takutnya pasti hilang”. Kayanya Kai terhibur banget begitu tau kalau dia bukan satu-satunya yang ketakutan hari itu.

Gak lama anak-anak mulai berbaris berdasarkan kelasnya dan masing-masing guru memanggil rombongannya buat dibawa masuk ke kelas. Dimulai dari kelas 6 sampai akhirnya kelas 1, kelasnya murid-murid baru.”Silahkan orang tua dadah sekali lagi buat anak-anaknya.” Seru kepala sekolah membuat semua ortu sontak histeris melambaikan tangan untuk anak-anak kelas satu yang berbaris memasuki pintu sekolah. Anakku mulai sekolaaaaaaaah.

Sayang banget Mikko masih binis trip hari ini.  Gue sendiri bakal kecewa kalau harus melewatkan momen penting ini. Melewatkan kesempatan untuk melihat prosesi hari pertama sekolah yang menyenangkan tapi juga bikin hati sedikit terharu.

Begitu acara selesai gue ke Lindex dulu coba-cobain baju tapi gak dibeli, trus belanja makanan di supermarket dan jajan-jajan, lanjut goler-goler di tempat tidur gak pake nyiapin makan siang buat bocah, gak pake dengerin suara bocah berantem, gak pake marah-marah liat bocah berantakin sofa.

HOREEEEE….anakku udah sekolah!

 

13876325_1077542218990806_3658305757260191951_n

 



ngambek

$
0
0

Ceritanya Kai lagi marah sama Sami dan jadi tambah kesel karena ternyata isi dan äiti malah belain Sami.

“Kalo begitu aku mau pindah aja dari rumah ini. Mau pergi yang jauh. Ke Australia!”

“Hoooh. Aku juga mau tinggal di Australia!” Samiun, si biang kerok, malah ikut nyeletuk.

“Isi juga mau banget loh pindah ke Australia.” babenya pun ikut nambah-nambahin kesel.

“Ya nanti aku pindah lagi dari Australia. Aku tinggal di negara lain aja. Ke Amerika! Eh, gak…Amerika bahaya, banyak bencana. Ke Cina aja.”

“Emangnya Kai bisa bahasa Cina?” tanya babenya

“Aku gak mau ngomong  sama siapa-siapa. Aku mau sendirian aja di sana, cari ketenangan”

Duile, bocah…berat amat ngambeknya sampe mau nyari ketenangan.


suamiku beda bangsa

$
0
0

#1
Lagi main sama dua bocah tapi kok ada bau-bau gak enak?

“Ih, Sami bauuu. Sami bau pupuuu” Kai teriak sambil tutup idung
“Sami kentut, ya?” gue bertanya
“Onggak. Aku onggak kontut”
“Sami mau pupu?”
“Onggak. Aku onggak mau pupu”
“Sami sakit perut gak? Kapan Sami terakhir pupu?”
“Kemarin. Aku udah pupu kemarin”

Tring…tring…tring….barulah gue mengerti. Kemarin Sami pupunya sambil dibantu Mikko.

Langsung deh gue bawa anaknya ke kamar mandi, buka celananya dan gosok pantatnya dengan air segambreng. Sambil nyebokin tentu saja mulut gue ngomel-ngomel

“Dasar buleeeeee. Udah dibilang kalo nyebokin anak harus pake air masih aja maunya pake tisu doang. Pantat anaknya masih kotor iniii. Kezeeeeeel”

#2

“Kalo di Indonesia tuh, tiap libur lebaran pasti deh di TV ada film Warkop, trus nontonnya rame-rame sekeluarga. Seru deh” Gue cerita ke Mikko.

“Aku gak ngerti Warkop itu lucunya dimana. Menurut aku mereka sama sekali gak lucu”

Trus aku mutung seharian!

Nonton warkop itu kan udah sebagian dari iman….eh, maxutnya, udah jadi bagian dari identitas kita sebagai warga negara Indonesia, terutama untuk generasi 70-90an.

Belon lagi kalo ngomongin AADC. Mana lah suamiku ngerti gimana semangatnya orang-orang generasi gue menyambut AADC2. Hu-uh…pecahin gelas nih ya. Biar gaduh.

#3

“Danau apa yang lucu?”
“Danau Kasinau Indrau”

“Kentang apa yang dingin?”
“Kentangkuban perahu malem-malem”

“Pohon apa yang munculnya kalo lagi lebaran`”
“Pohon maaf lahir dan batin”

Ini tebakan garing dengan pakem plesetan yang sering muncul di radio Indonesia. Becandaan kaya gini bisa bikin gue ketawa terngakak-ngakak, apalagi kalo dengerinnya sama si Remi. Bused dah, itu ketawanya bisa dari BSD sampe Bintaro. Sementara yang disebelah gue mukanya tetep  datar tanpa ekspresi.

#4

Suatu hari ketika gue lagi males mandi, si suami kasih anceman gak mau tidur sekamar kalo gue belum mandi juga. Ya gak papaaa…aku malah lega bobo sendiriaaaan.

“I am the head of the family and you have to obey me” kata suami nyuruh gue ke kamar mandi.

“HUAPAAAA? Ngomong sekali lagi kalo berani!”

“I AM THE HEAD OF THE FAMILY AND YOU HAVE TO OBEY ME” suami pura-pura berteriak.

Jadi begini…

sebagaimana umumnya warga Finlandia, Mikko tidak mengakui adanya posisi “pemimpin” dalam keluarga. Terlebih lagi dia menolak kalau laki-laki ditapuk sebagai pemimpin keluarga. Di Finlandia sendiri memang tidak ada istilah kepala keluarga, apalagi buat laki-laki, karena kalimat tersebut memberi kesan posisi lelaki lebih tinggi dari perempuan – laki-laki pemimpin, perempuan pengikut. Buat orang sini, peran suami dan istri itu sama, sejajar, tanggung jawab dipikul bersama dan menempuh kehidupan dengan saling membimbing satu sama lain, bukannya yang satu memimpin dan yang satu mengikuti.

“If you really want to be the head of the family then you have to give me some money. Uang belanja. Ayo kasih aku yang banyak”

“Udah. You always take it even without asking me first”

“Oiya, ya”

Untungnya kalo soal fulus dese mau, ya, (er….terpaksa) ikut cara endonesah, suami jadi provider utama.

“Istri nih. Maunya ambil yang enak-enak aja dari Indonesia sama Finlandia”

 

 

 

 


jadi ibu anak sekolahan

$
0
0

Gak kerasa minggu depan udah autumn break. Kai udah melewati setengah semester di sekolahnya.

Buat gue, menghadapi Kai di masa-masa baru masuk sekolah sukses bikin gue tambah ubanan. Gak di Indonesia, gak di Finlandia, jadi ibu anak sekolahan tuh sama-sama repot.

Yang paling bikin repot adalah menghadapi Kai yang ternyata ceroboh amat. Ke sekolah pake jaket, pulangnya jaket ketinggalan. Udah keluar rumah, trus baru inget tas sekolah lupa dibawa. Bilangnya gak ada PR, besok paginya baru inget kalo ternyata ada. Panik buku sekolahnya hilang satu, taunya ketinggalan di sekolah. Semua kelupaan-kelupaan ini selalu dihadapi dengan panik, nerves dan nangis-nangis. Ampun dijeeeee… akika juga jadi ikutan setress. Untung aja gak harus bawa banyak barang ke sekolah. Gimana cobak kalo harus bawa bekel, baju ganti atau buku segambreng? Hiiiisssh, dijamin pada berhilangan pasti.

Memasuki minggu ke-dua bersekolah, Kai masih banyak mengeluh dan masih suka takut pergi ke sekolah. Katanya sekolah susah, gak seperti dulu waktu masih di päiväkoti. Di sekolah apa-apa harus sendiri, gak ada yang bantu. Kai merasa banyak bikin salah dan dia gampang banget minder dan frustasi kalau berbuat salah.

Padahal masalah Kai sih kecil aja. Misalnya setiap jam main ke luar, Kai suka kesulitan mengancingkan jaketnya. Memang dari dulu motorik halus Kai selalu bermasalah dan gue juga salah beliin jaket yang kancingnya suka mampet, makin-makin deh Kai kesulitan. Tapi sekedar masalah gak bisa ngancingin jaket aja udah cukup bikin Kai frustasi dan malu. Masalah yang gue anggap kecil ternyata belum tentu kecil buat orang lain, apalagi buat anak-anak.

Pernah juga ada suatu kejadian yang bikin Kai menangis di rumah, di pangkuan isinya. Katanya, waktu dia lagi bersiap-siap pakai jaket, ada seorang petugas sekolah yang berteriak “Hei, belum waktunya main di luar”.

“Aku ‘kan gak tau, isi. Aku kira waktu itu anak-anak udah harus ke luar makanya aku mau pakai jaket. Kenapa orang itu gak ngomong baik-baik sama aku?”

Gue dan Mikko yakin petugas sekolahnya sama sekali gak ada maksud untuk marahin Kai. Dia cuma tidak berbicara dengan halus dan penuh perhatian (sesuatu yang selalu Kai harapkan dari orang lain). Baru begitu aja udah bikin Kai down teramat sangat dan jadi takut sama sekolah.

Masalah lainnya lagi: Kai merasa cuma punya satu teman di sekolah, Samir. Eyalah, baru juga hari pertama si Samir udah nemplok sama temen baru bernama Hugo sementara Kai belum berani akrab sama anak-anak lainnya. Tiap hari anaknya bersedih hati karena katanya gak punya teman di sekolah. Tiap hari juga ngambek ke gue minta dijemput cepat-cepat dari sekolah karena dia gak mau berlama-lama di kerho. Sepertinya karena dia sedih liat Samir main-main sama Hugo sementara Kai main sendiri aja. Ini sih bukan anaknya aja yang sedih, ibunya juga sedih banget denger keluhan kaya begini.

Karena terlalu banyak stress dan pada dasarnya Kai memang selalu sulit beradaptasi dengan hal baru, jadilah dua minggu pertama bersekolah, bocah gue itu banyak nangisnya, sampai kadang dihinggapi mimpi buruk dalam tidurnya – mimpi lupa ngerjain PR, mimpi bukunya ilang, mimpi telat dateng ke sekolah. Kebayang ya betapa Kai merasa tertekan kalo stressnya sampe kebawa mimpi begitu?

Gue sendiri juga ketemu beberapa cobaan di masa-masa awal Kai bersekolah ini. Misalnya aja, setelah dua minggu anak sekolah, gue baru membaca surat edaran dari bu guru, yang sebenarnya udah dikasih dari jauh-jauh hari, dan menyadari kalau buku-buku dari sekolah harus disampul. Eng ing eeeeng…..buku-bukunya Kai udah lecek sana-sini, malah ada yang udah ketumpahan air *keluh*

Tapi marilah kita sampul buku-buku tersebut. Setelah melototin youtube buat belajar nyampul buku, hasil sampulan gue tetap aja mengecewakan. Banyak gelembung udaranya di sana-sini dan sama sekali gak bisa dibilang rapih. Ini anak sama emak emang sama-sama slebor, yak.

Di dua minggu awal itu gue juga suka naik darah tiap kali Kai menolak mengerjakan PRnya. Mau main dulu, katanya. Padahal ‘kan gue maunya dia selesaikan dulu semua kewajiban baru setelah itu boleh main. Tapi anaknya mau langsung menghambur main setiap pulang sekolah. Macam di sekolah dipenjara aja.

Gue jadi menggerutu dalam hati. “Kalo di Indonesia udah dari TK anak-anak punya PR tauk. Tau gitu dari TK dipindahin ke Indo aja biar pada bae-bae rajin belajar dari kecil.” Kebayang temen-temen yang sekarang anaknya juga baru mulai sekolah. Pasti sekolahnya lancar-lancar aja. Udah terbiasa bikin PR, udah terbiasa bawa tas ke sekolah, udah terbiasa masuk pagi, dan lain-lainnya seperti umumnya anak sekolahan. Gak kaya gue dan Kai yang masih sama-sama culture shock ngadepin peralihan dari päiväkoti ke sekolah *elus uban*

Yang paling susah buat gue sih waktu ada pertemuan orang tua murid di sekolah. Berhubung acaranya sore dan Mikko lagi shift malem, mau gak mau gue yang harus dateng. Kata Mikko tinggal duduk aja di sana dan dengerin gurunya ngomong tapi kok taunya….ada perkenalan lah, ada games lah. Ya mau gak mau kan eike harus ngomong sambil gemeteran. Tapi gamesnya lumayan menarik. Bu guru membagikan banyak sekali gambar buat para ortu dan kami diminta untuk memilih satu gambar yang bisa dipakai untuk mendeskripsikan anak-anak kami.

Sekali liat, gue langsung tau gambar apa yang gue pilih. Gambar rubah yang lagi melamun dan di bawahnya ada tulisan “mieti paljon” (banyak berpikir). Wah, ini anak saya banget, nih.  Kebanyakan mikir! Mulai dari global warming sampe masalah kancing jaket rusak dipikirkan berlebihan sama anaknya. Gue bilang juga kalau Kai anak yang sensitif, agak pemalu dan lumayan kesulitan menghadapi hari-hari pertama bersekolah.

Lha, taunya ortu-ortu setelah gue ngomong yang bagus-bagus semua tentang anaknya. Yang anaknya periang lah, lucu lah, ramah, atletis, pintar menyanyi, penuh semangat dan semacamnya. ‘Kan terus aku jadi minder.

Beberapa minggu setelahnya diadakan juga launtaikoulupäivä, alias bersekolah di hari sabtu, dimana orang tua diminta kehadirannya di sekolah buat ikut belajar di kelas bersama anak-anaknya. Hari itu gue ada acara di KBRI jadi cuma Mikko yang ikut bersekolah bersama Kai.  Maunya sih nanya macem-macem soal kegiatan tersebut karena gue memang tertarik banget sama yang begini-beginian tapi seperti biasa pak suami jawabnya cuma “ya gitu deh” atau “lupa” atau “bosan”. Kzl bgt deh.

Sekarang sudah memasuki minggu ke-9 Kai bersekolah dan minggu depan ada seminggu libur musim gugur. Alhamdulillah banget sekarang Kai sudah jauh membaik dalam menghadapi sekolahnya. Udah gak lagi nangis-nangis takut sekolah setiap pagi, malah sekarang dia semangat bersekolah.

Soal PR juga alhamdulillah banget anaknya udah disiplin bikin PR dulu sebelum lanjut main-main. Biasanya PR dikerjakan di kerho tapi seandainya di kerho sedang tidak ada “läksytunti” (homework time), begitu sampai rumah – belum juga buka jaket, buka sepatu dllnya- anaknya langsung ngedeprok di depan pintu masuk ngeluarin perkakas sekolah buat ngerjain PR. Yah, darting lagi deh gue. Begitulah anak saya, maunya serba cepet-cepet biar cepet juga bisa main ke luar.

Sampai saat ini Kai masih belum berani pulang dan pergi ke sekolah sendirian padahal cuma dia satu-satunya murid di sekolah yang masih diantar jemput. Anak-anak lainnya udah pada bisa jalan sendiri pulang dan pergi sekolah. Gak papa deh, pelan-pelan aja, kata Mikko. Kalo dulu diantar sampe sekolah, sekarang diantarnya sampai 5 meter sebelum gerbang sekolah, mundur lagi jadi 6 meter, 7 meter, 10 meter. Mudah-mudahan akhir tahun anaknya udah lebih berani.

Tapi hatiku hangat ketika gue menjemput Kai, gue liat dia lagi asik main-main sama temannya. Sepanjang perjalanan ke rumah ada aja anak yang dia sapa “Moi, Lukas!”, “Moi, Alex!”, “Moi, Sanna!”. Anak-anak yang dia kenal di sekolahnya. Daftar anak yang nanti mau dia undang ke pesta ultahnya juga udah panjang beneur.

Selain itu Kai juga senang banget dengan kegiatan-kegiatan ekskul yang dia ikuti di dalam maupun di luar sekolah. Ada klub bahasa inggris, ada les piano dan ada juga les bola seminggu tiga kali. Terutama sekali les sepak bolanya, wuiiihh….anak yang dulu cuma bengong bosan di lapangan sepak bola sekarang malah jadi gila bola. Tiada hari tanpa bermain bola. Sekalian aja dimasukin les bola seminggu tiga kali sama bapaknya. Anaknya sih seneng banget dan gak pernah mengeluh capek. (Guenya aja yang banyak pundung karena cucian jadi menggunung).

Rasa-rasanya hidup Kai udah mulai fall into place  sekarang. Senang sama sekolahnya, senang sama gurunya, teman-temannya, ekskulnya, dan nafsu makan yang dulu sempat hilang parah waktu kami di Indonesia akhirnya kembali lagi dengan kekuatan bulan! Badannya gak kurus kering lagi. Hati ibu mana coba yang gak bahagia?

Kalau begini, pupus sudah harapan gue untuk kembali ke Indonesia. Gak kebayang gimana frustasinya Kai kalau harus menghadapi suasana yang benar-benar asing. Adaptasi tingkat Kerava aja sulit bener, gimana kalau tingkat internasional? Bayanginnya aja gue gak tega.  Sering Kai berkata dia merasa senang dan beruntung sekali bisa sekolah di Finlandia. “Sekolah Finlandia itu bagus banget, äiti. Sekolahnya gak bayar, dapat makanan, dapat välipala (in between snacks), (belajarnya) gak susah. Aku gak mau sekolah di Indonesia” begitu kata Kai.

Belon tau aja doski, diem-diem gue udah mencari info soal pertukaran pelajar ke Indonesia. Seandainya mimpi menyekolahkan anak ke Indonesia gak tersampaikan, akan gue paksa Kai dan Sami untuk ikut pertukaran pelajar ke Indonesia suatu hari nanti. Pokonya kudu lah merasakan hidup dan bersekolah di Indonesia wahai anak-anakku. Dengarkan lah sabda ibunda ini.

 


sedikit tentang sekolah di finlandia

$
0
0

Ini masih kelanjutan cerita seputar sekolahnya Kai. Mengamati Kai bersekolah selama 9 minggu ini, termasuk pengalaman gue sendiri yang juga ikut nyicipin sistem persekolahan di Finlandia, ada beberapa hal yang bikin gue jadi ingin berbagi info dan opini tentang berbagai hal yang berhubungan dengan sistem sekolah di Finlandia sini. Ingat yah, tulisan ini didasari oleh observasi pribadi karena itu bisa jadi sangat subjektif dan fakta-faktanya mungkin tidak selalu benar.

Dan sekedar info, empat tahun lalu gue ikut program integrasi di Keravan School for Adults (Keravan aikuislukio). Tujuannya sih untuk belajar bahasa sini tapi gue terdampar di program yang tujuannya juga untuk menyiapkan imigran-imigran muda buat lanjut sekolah di Finlandia, karena itu gue belajar bahasanya lewat pelajaran matematika, biologi, geogradi dsb. Bener-bener jadi anak sekolahan lah.

Selesai dari program tersebut, sekarang gue ikut lagi sekolah kejuruan, SMK kalo di Indonesia, dengan jurusan memasak. Dua sekolah inilah yang gue maksud dengan “mencicipi sistem pendidikan di Finlandia”

koulu-jules

Tentang Pekerjaan Rumah (PR)

Ini salah satu hal yang harus dibenarkan kalau berbicara tentang sistem pendidikan Finlandia. Banyak yang mengira kalau murid-murid di Finlandia gak punya PR malah dibilang sistem pendidikan di Finlandia bisa bagus karena tidak ada PR. Sekarang, setelah melihat Kai bersekolah, bahkan dari kelas 1 SD murid-murid sini sudah harus rutin mengerjakan PR. Hampir setiap hari malah.

Biasanya PR rutin diberikan dari hari Senin hingga Kamis. Khusus hari Jumat atau menjelang libur tidak ada PR biar anak-anak bisa tenang menikmati waktu bebas mereka.

Ini bukan hal baru. Dari dulu sekali waktu gue baru pindah ke negara kulkas ini, gue udah liat anak-anak teman mengerjakan PRnya sepulang sekolah. Mereka juga suka bilang kalau PR sekolahnya banyak. Hampir tiap hari.

Sebenarnya juga, koar-koar bahwa sekolah di Finlandia tidak ada PR cuma gue temukan di artikel-artikel dalam bahasa Indonesia. Di artikel lain, terutama dari media ternama, biasanya disebutkan bahwa murid-murid Finlandia PRnya lebih sedikit daripada murid-murid di negara (Amerika Serikat, Inggris, Kanada, dllnya tergantung artikelnya darimana). 

Sebanyak apa sih PRnya murid kelas satu SD di Finlandia?

Kalau merujuk ke Kai, untuk anak kelas satu SD ada dua macam PR yang diberikan oleh gurunya: PR di lembaran LKS dan PR membaca.

PR membaca diberikan setiap hari dari Senin hingga Kamis. Untuk PR ini orang tua harus ikut terlibat memantau atau membantu anak membaca karena memang tujuannya supaya anak-anak lancar membaca. Setelah itu ortu harus membubuhkan tanda tangan di lembaran PR sebagai tanda bahwa anak sudah menyelesaikan tugas membacanya hari itu.

Ada juga hari-hari dimana Kai punya dua PR. Selain PR membaca sering juga dia harus mengerjakan tugas di halaman buku LKSnya. Menurut gue sih gak banyak PRnya. Palingan cuma setengah halaman aja dan namanya pun buku anak kelas 1, tulisan dan gambarnya masih besar-besar.

img_20161013_160223

buku-buku sekolah Kai

Apakah PRnya susah?

Relatif ini, ya. Biasanya sih Kai bilang PRnya gampang karena Kai sudah bisa membaca. Bagian paling sulit dari PR tersebut justru dalam hal membaca instruksinya seandainya si anak baru belajar membaca.

Rata-rata PRnya masih seputar kegiatan gambar menggambar. Misalnya lagi belajar huruf A, anak-anak disuruh menggambar tiga benda yang berawalan dari huruf A. Bisa appelsiini (jeruk), auto (mobil), apina (monyet), dll. PR gambar kaya begini justru susah buat Kai karena anak-anak gue memang kagak ada yang bisa gambar. Tapi karena udah dibilangin kalau tugas orang tua sekedar memantau, bukan ikut ngebikinin PR anaknya,  jadinya kami biarkan aja Kai menggambar sendiri. Hasilnya? Ya jauh bangetlah sama gambarnya anak-anak SD yang suka dipajang ibu-ibu di sosmed.

Untuk PR matematika, udah 9 minggu Kai sekolah, sampe hari ini di lembar LKSnya masih belum ada angka. Belajarnya masih seputaran pengenalan bentuk, konsep besar-kecil, sedikit-banyak dan semacamya yang semuanya disajikan lewat gambar. PRnya bisa berupa mewarnai lingkaran yang paling besar dengan warna hijau, lingkaran yang besar no. 2 dengan warna kuning dan lingkaran yang paling kecil dengan warna merah.

wp-1476364425551.jpeg

dari buku latihan menulis

wp-1476364425951.jpeg

tugas sekolah Kai hari ini. Menulis huruf O

Penasaran juga mau melihat di sekolah lain anak-anak belajar apa. Monggo loh kalau mau ada yang cerita soal PR-PR anaknya di kolom komen.

PR dan juga tugas-tugas di sekolah bisa berbeda tergantung kemampuan anak

Biarpun gak sampai seperti Montessori tapi sekolah di Finlandia berusaha untuk mengenali perbedaan kemampuan murid-muridnya, karena itu tugas-tugas sekolah bisa berbeda dari satu anak ke anak yang lain.

Misalnya aja, karena Kai udah lancar membaca, tugas membaca buat Kai dibebaskan boleh membaca buku apa saja sesuka hatinya dan setiap hari Kai diminta untuk membaca selama 10 menit. Anak-anak lain ada yang tugas membacanya cuma 5 menit, ada yang bacaannya ditetapkan dari buku LKS. Beda-beda lah.

Karena aku ibu yang sombong, di lembaran tugas Kai, selain membubuhkan tanda tangan, gue tuliskan juga buku apa yang Kai baca hari itu, dari halaman berapa sampai berapa.

Iya, dong. Aku kan mau pamer anakku udah bisa baca novel. Bangga banget nulis Kai kemaren baca Roald Dahl. Sastra banget ih anaknya. Giliran Kai maunya baca dari LKS langsung gak mau nulis apa-apa. Terlalu biasa. Halah!

img_20161013_161835

tempat orang tua tanda tangan ketika anak menyelesaikan tugas membacanya

Kadang-kadang ada juga anak yang super rajin. Dikasih PR setengah halaman, anaknya malah ngerjain tiga halaman, halaman yang seharusnya dibahas di sekolah besok hari. Anak yang rajin begini suka dapet reward main ipad sementara teman-temannya ngerjain LKS di kelas. Kata Kai sih di ipad sekolah ada banyak games. Semacam games ‘edukatif’ sepertinya, supaya anak main sambil belajar.

Sering gue tanya Kai, pernah dikasih ipad gak di kelas? Gak pernah, jawabnya. Tiger mother langsung kecewa.

Jam sekolah juga bisa panjang

Secara rata-rata jam belajar sekolah Kai berlangsung selama 4 jam. Rata-rata ya ini. Karena di hari Jumat Kai cuma belajar selama tiga jam (10.15 – 13.00) dan di hari Kamis sekolah mulai dari pukul 8.15 hingga 13.00. Panjaaang. Hampir lima jam.

Anak kelas tiga, seperti Sabina si anak tetangga, jam belajarnya juga lebih panjang. Tiap hari Senin Sabina punya hari sekolah yang panjang (6 jam) dan di hari-hari lainnya sekolah berjalan selama 3-5 jam. Semakin besar kelasnya, jam belajarnya juga makin panjang.

Untuk gue yang sekolah di sekolah kejuruan, di awal semester sekolahnya singkat-singkat aja. Cuma 3-4 jam sehari. Tapi semakin lama semakin panjang sampe kadang-kadang ada kelas dari jam 8 pagi hingga jam 6 sore. Bujubuneeeee.

Jadi gak bener kalau dibilang sekolah Finlandia punya jam sekolah yang pendek.

Tentang ujian

Memang di Finlandia cuma ada satu ujian nasional yang diadakan menjelang anak-anak lulus SMP. Hasil dari ujian tersebut menentukan ke sekolah lanjutan mana mereka bisa mendaftar. Tapi kalo ujian harian sih lumayan umum, ya. Tergantung guru masing-masing, ada yang suka kasih ulangan ada juga yang gak.

Untuk anak kelas satu memang sepertinya belum kenal kata ‘tes’ atau ‘ujian’. Sampai sekarang Kai belum cerita dia ada tes di sekolah.

Pengalaman gue sendiri di sekolah kejuruan, dalam satu semester biasanya ada satu atau dua ujian, kadang malah sama sekali gak ada. Lagi-lagi tergantung gurunya. Pernah juga ketemu guru yang rajin kasih tes waktu gue masih bersekolah di Keravan School for Adults. Tiap-tiap abis topik ada aja ujiannya. Tapi bahan ujiannya jadi sedikit, belajarnya juga lebih fokus karena toh topiknya gak banyak dan pada akhirnya jadi lebih mengerti juga sih.

Semester yang dibagi dalam beberapa jakso 

Gue kurang tau bagaimana harus mengartikan jakso. Mungkin dalam bahasa inggris bisa disebut block system kali ya?

Sama seperti di banyak negara lain, tahun ajaran sekolah Finlandia terdiri dari dua semester dan dalam tiap semester ada beberapa jakso. Satu jakso panjangnya sekitar 4-6 minggu dan untuk setiap jakso mata pelajaran dan jam sekolah bisa berganti-ganti. Ini yang gue alami selama  belajar di Keravan School for Adults dan sekarang di sekolah kejuruan.

Dalam satu jakso cuma ada tiga atau empat mata pelajaran. Kalau di jakso tersebut lagi ada biologi maka di kelas kita bakalan sering banget ketemu sama matpel satu itu. Bisa tiga atau empat kali dalam seminggu. Belajarnya jadi berasa lebih intensif.

Gue suka banget sama sistem jakso ini karena gue gak harus  belajar terlalu banyak hal tapi bisa fokus dalam mempelajari tiga atau empat subjek saja. Pelajarannya juga jadi lebih nempel di otak.

Peringkat Finlandia dalam PISA studies

Di facebook gue masih banyak artikel seliweran tentang sistem pendidikan Finlandia yang katanya terbaik di dunia. Info ini udah ketinggalan jaman karena posisi Finlandia sudah merosot beberapa tahun belakangan ini. Tidak lagi nomer satu dalam segala hal tapi masih masuk sepuluh besar.

Negara-negara seperti Korea Selatan, Cina, Singapur dan bahkan Estonia sudah menyalip Finlandia untuk berbagai parameter di PISA studies. Agak disayangkan karena…duh, apalagi sih yang bisa dibanggakan oleh Finlandia? Negara low profile yang masih cenderung asing dan tidak terkenal di mata dunia.

education-ranking-singapore-infogx-data

data tahun 2015

Ada beberapa dugaan mengenai penurunan ranking Finlandia di PISA studies. Salah satunya jumlah imigran yang semakin naik dari tahun ke tahun. Kesulitan bahasa dan perbedaan budaya bisa jadi masalah besar yang mempengaruhi kelancaran anak belajar di sekolah. 

Teori kedua menduga bertambahnya sekolah-sekolah khusus (music class, sports school, dll) juga menciptakan perbedaan prestasi sekolah. Sekolah-sekolah khusus ini diisi dengan murid-murid yang unggul di bidang musik, olah raga dan lain-lainnya yang biasanya datang dari keluarga berada, bebas dari masalah finansial, keluarganya lebih harmonis, nutrisi lebih baik, akses ke alat-alat pendukung belajar juga lebih terbuka. Prestasi murid-murid ini melesat jauh dari anak-anak sekolah reguler dan kemudian menciptakan social gap.

Oiya, perlu juga gue sebutkan kalau keunggulan Finlandia dalam bidang pendidikan yang sering disebut-sebut orang itu merujuk pada pendidikan untuk sekolah dasar saja. Tidak untuk tingkat lainnya apalagi untuk perguruan tingginya.

Universitas-universitas di negara ini gak ambisius untuk ikut rangking-rangkingan, jadi kalau benar-benar mau mengukur kualitasnya jangan lihat mereka dari daftar 100 best…10 best… dan semacamnya

Proses belajar mengajar di sekolah di dukung juga oleh fasilitas publik lainnya

Ini salah satu yang bikin gue kagum. Sejak dari päiväkoti (daycare), anak-anak udah suka diajak ke perpustakaan Kerava. Di sekolah anak-anak juga diminta untuk bikin kartu perpus dan ada kunjungan berkala untuk menghadiri acara-acara khusus di perpustakaan atau sekedar meminjam buku dalam rangka belajar membaca.

Untuk pelajaran olah raga sekolah menggunakan lapangan sepak bola atau kadang mereka bermain ice skating di ice hall Kerava.

Sebenernya mirip juga sih sama jaman gue sekolah dulu. Seminggu sekali berenang di Bulungan atau tes lari di Senayan. Sama-sama make fasilitas publik juga tapi masih harus pake bayaran dan lokasinya kadang jauh beneur dari sekolah.

Perencanaan kota yang baik seperti di Finlandia memungkinkan sekolah untuk mengakses fasilitas publik di sekitarnya. Apalagi di kota kecil seperti Kerava ini, semua fasilitas umum bisa ditempuh dengan jalan kaki. Ini tambah bagus lagi karena anak-anak jadi terbiasa berjalan kaki.

Di sekolah juga ada psikolog, konselor keluarga, konselor pendidikan dan perawat yang bisa diakses oleh murid maupun orang tua. Sebelum semester baru dimulai, Kai harus mengikuti pemeriksaan kesehatan dengan perawat di sekolah. Dan minggu lalu, waktu gue bawa Kai ke dokter karena sakit perut, dokternya bisa mengakses data dari pertemuan kami dengan perawat sekolah tersebut. Huwoooo…aku kagum karena ternyata sistemnya saling terkoneksi. Kalau misalnya Kai ada keluhan kesehatan di sekolah, si perawat akan bikin laporan dan laporan tersebut bisa diakses oleh dokter-dokter di rumah sakit di Finlandia.

1094683

Perpustakaan Kerava

Guru menyiapkan sendiri bahan mengajarnya

Biasanya murid-murid cuma dikasih LKS aja dari sekolah tapi tidak ada buku teks karena guru dibebaskan untuk menentukan sendiri metode dan materi belajarnya asalkan tujuan kurikulum tercapai di akhir semester. Ini susah, loh, karena guru jadi harus konstan berpikir bahan-bahan apa saja yang harus dia siapkan besok hari, lusa, dst. Gak sekedar besok buka halaman sekian sampai sekian.

Apalagi untuk pelajaran matematika yang banyak menggunakan alat bantu. Guru-guru menghabiskan banyak waktu untuk menggunting-gunting kartu, menyiapkan kancing, batu, kacang, dllnya buat acara bermain sambil belajar di kelas.

Ditambah lagi mereka juga harus menyiapkan materi yang berbeda untuk murid-murid yang level pengetahuannya juga beda. Ada yang dikasih soal lebih sulit, ada yang dapet bacaan lebih panjang dllnya. Ini gue alamin sendiri waktu masih sekolah bahasa, pas ngelirik tugasnya temen, loh kok tugas doi gampang banget (pamer)

Materi belajar biasanya disajikan dalam bentuk lembaran kertas, hasil foto copy dari berbagai macam buku, gak pernah dari satu text book saja. Kebayang ya betapa repotnya guru-guru sini menyiapkan segitu banyak bahan.

13-3-7669619

Varga Nemenyi – metode pengajaran matematika dari Hungaria

Ini adalah metode pengajaran matematika yang dipraktekkan di sekolah-sekolah dasar Finlandia. Metode ini berasal dari Hungaria dan kabarnya anak-anak SD Hungaria memang memiliki pengertian yang amat mendalam tentang matematika. Prinsip dari metode ini juga sangat sesuai dengan prinsip sistem pendidikan Finlandia secara umum karena itulah metode Varga Nemenyi (dibaca Varga Nemenuei, ‘ue’ nya dibaca sebagai ‘u’ monyong) diadopsi oleh Finlandia.

Pengajaran matematika dengan metode Varga Nemenyi didasari oleh dua prinsip: the love of children and the love of mathematics. Pengajaran matematika harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak, harus menyenangkan karena anak belajar melalui permainan. Kalau ada yang familiar dengan teori Piaget tentang tingkat-tingkat perkembangan kognitif anak, Varga Nemenyi ini menyesuaikan metodenya dengan kemampuan kognitif anak. Kapan anak sudah bisa diajak berpikir abstrak, kapan anak masih harus fokus sama hal-hal yang konkrit.

wp-1476364425218.jpeg

dari buku sekolah Kai. Belajar soal lebih besar dan lebih kecil

img_20161013_155228

mewarnai sesuai ukurannya

Beberapa karakter metode Varga Nemenyi:

  1. Belajar matematika melalui pengalaman pribadi, pengalaman konkrit. Sesuai dengan teori Piaget, anak-anak SD itu berada dalam Preoperational dan Concrete operational stage. Masih belajar melalui pengalaman, sentuhan, gerak, penglihatan dan semacamnya. Hal-hal seperti jumlah, bentuk dan angka sebenarnya adalah hal yang abstrak di otak anak-anak jadi guru harus merealisasikan konsep-konsep tersebut dalam bentuk konkrit. Belajar besar kecil dengan cara mengumpulkan batu trus dibandingkan mana yang besar mana yang kecil. Belajar tentang jumlah dengan cara mengumpulkan barang (kancing, daun, bola) untuk kemudian dihitung, dibandingkan mana yang lebih banyak mana yang lebih sedikit.
  2. Pengalaman belajarnya harus langsung. Anak-anak  harus belajar sendiri membuat lingkaran, mengukur jarak, menimbang berat, dllnya. Bukan cuma mendengar dari pak guru atau membaca dari buku. Belum saatnya juga anak-anak kelas satu SD dikasih soal cerita “Jika Budi mempunya tiga permen dan dimakan satu, berapa sisa permen Budi sekarang?” Karena anak-anak SD ‘kan masih egosentris banget. Masih me, me, me, me. Masih susah menempatkan dirinya di posisi orang lain. Saha eta si Budi? Kenapa Budi punya permen tapi aku nggak?
  3. Penggunaan alat bantu belajar. Metode Varga Nemenyi ini membutuhkan banyak alat raga baik dari alam maupun yang harus dibuat sendiri oleh gurunya. Barang-barangnya bisa berupa kancing, dadu, kartu, batu atau apa saja. Salah satu permainan yang umum dalam metode ini misalnya: guru memasukkan kancing ke dalam kaleng kemudian anak-anak disuruh menebak ada berapa kancing di dalamnya. Yang tebakannya benar akan dapat satu poin. Permainan akan berlangsung selama beberapa ronde dan di akhir ronde anak-anak menghitung poinnya. Dari sini anak belajar menghitung dan membandingkan jumlah.
  4. Matematika adalah bagian dari keseharian hidup dan metode pengajaran matematika juga harus dekat dengan kehidupan anak sehari-hari, demikian juga dengan alat bantu yang dipakai dalam pengajaran.  Selain itu, matematika tidak terjadi dalam kelas saja. Anak-anak harus dibawa ke luar untuk belajar bagaimana matematika berhubungan dengan kehidupan mereka – ke halaman sekolah, ke perpustakaan, ke pasar dllnya. Berhubung orang Finlandia cinta sekali akan alamnya,  di sekolah Kai ada yang namanya metsämatiikka, belajar matematika di hutan. Jadi nanti Kai dan teman-temannya akan ke hutan dan belajar soal jumlah, bentuk,  ukuran dan konsep-konsep lainnya di hutan. Gue pernah liat anak-anak sekolah (mungkin kelas 5-6 SD) lagi ngukur-ngukur kolam bebek di Kerava sini. Mereka lagi memperkirakan volume kolam tersebut.
  5. Abstraktion tie/ Abstract Road. Ini bagian yang sebenarnya gue belon ngerti. Katanya sih anak-anak belajar mengenai ide konkret dan abstrak melalui tiga elemen:
    1. Direct learning, pembelajaran hal baru secara langsung dengan cara bergerak, menyentuh, melihat, berbicara, berdiskusi.
    2. Material/ alat bantu pembelajaran, bisa berbentuk batu, kayu, mainan atau apa saja. Melalui interaksi dengan benda-benda tersebut anak belajar tentang konsep matematika – bentuk, berat, panjang, lebar, sudut, dll. Konsep-konsep tersebut akan tersimpan dalam memori mereka dalam bentuk mental image.
    3. Investigasi lebih lanjut tentang konsep yang baru dipelajari melalui gambar (yang ada di buku LKS) atau menggambar sendiri konsep tersebut. Dengan menggambar anak-anak mempresentasikan konsep matematika yang ia pelajari.  Menghadirkan kembali konsep abstrak dalam bentuk konkret.
matikkarasiat

alat-alat pendukung untuk belajar matematika dengan metode Varga Nemenyi

img_20161013_155313-1

instruksi: timbanglah 2 buah benda yang berlainan dan kemudian gambar lah benda yang lebih kecil. Menurut Kai di sini dia menggambar dua lembar uang karena di sekolah dia menimbang pisang dan lembaran uang kertas.

Bacaan lebih lanjut tentang Varga Nemenyi dapat dibaca di sini:

http://gyermekneveles.tok.elte.hu/4_szam/pub/lampinen_puumalainen.pdf  (bahasa inggris)

http://varganemenyi.fi/  (bahasa finlandia)

Memang gak banyak artikel (bukan jurnal) yang membahas metode Varga Nemenyi dalam bahasa inggris, kalau dalam bahasa finlandia sih banyak bener. Seperti di website kedua di atas, banyak hal menarik yang gue temukan di sana misalnya panduan DIY alat raga belajar matematika dan tips-tips mengajarkan matematika di rumah (http://varganemenyi.fi/menetelma/vanhemmille/kotona-harjoiteltavia-taitoja)

Gue tulis sedikit tips-tipsnya di sini barangkali saja bisa berguna buat orang tua yang ingin bikin sesi belajar matematika di rumah.

Untuk anak usia pra-sekolah:

  • ajak anak memperhatikan lingkungan sambil bertanya “ada berapa banyak ….”
  • bermain puzzle atau mainan konstruksi
  • belajar menyortir sambil misalnya membereskan mainan, alat-alat dapur, membantu ortu menyortir cucian baju atau piring
  • membahas kejadian sehari-hari. Apa yang terjadi hari ini, apa yang terjadi minggu ini, apa yang terjadi di musim dingin tahun ini.
  • membuat perbandingan barang-barang yang ada di rumah. Besar-kecil, ringan-berat, panjang-pendek
  • berbicara yang jelas soal arah dan relasi: di atas, di bawah, di belakang, di depan setelah, sesudah (menghindari penggunaan kata ‘itu’, ‘di situ’, ‘di sana’)
  • bermain board games
  • melibatkan anak dalam pengalaman hidup yang sebenarnya, mengizinkan anak menggunakan alat-alat, memberikan pengertian yang sebenarnya tentang sebuah kejadian

Untuk anak usia sekolah:

semua hal-hal di atas ditambah dengan:

  • pergi ke perpustakaan, memilih dan membaca buku bergambar
  • melibatkan anak dalam kegiatan memasak dan bikin kue supaya mereka mendapatkan pengalaman belajar tentang gram, kilogram, liter, dan semacamnya
  • bersepeda, berjalan atau mengerjakan proyek renovasi rumah dengan anak untuk mengajarkan konsep jarak dan panjang (meter, sentimeter)
  • main tebak-tebakan berat benda
  • melibatkan anak dalam keputusan finansial supaya anak belajar tentang uang dan nilai uang (misalnya menghitung jumlah lebaran uang vs menghitung jumlah nilai uangnya)
  • bermain berhitung maju dan mundur mulai dari satuan, limaan, sepuluhan, dst. Contoh:
    • satuan: 1,2,3,4,5….        5,4,3,2,1
    • limaan: 5,10,15,20 ….   20,15,10
    • sepuluhan: 10,20,30,40 ….. 40,30,20,10
    • longkap tiga: 0,3,6,9 …. 9,6,3,0
    • dan berbagai variasi lainnya

Cara-cara pengajaran yang disebut di sini pastinya udah banyak kita lakukan sehari-hari ya? Di sekolah-sekolah Indonesia pun gue rasa udah banyak yang menerapkan cara belajar sambil bermain begini hanya saja kayanya Finlandia (dan Hungaria tentunya) menerapkannya dengan lebih serius dan dalam jangka waktu yang lebih lama.

Metode Varga Nemenyi diterapkan untuk anak kelas 1 hingga 6 SD di Finlandia, sementara di negara lain pengajaran matematika secara formal bisa jadi sudah dimulai sebelum sekolah dasar tapi berakhir lebih awal juga dan bergeser ke pengajaran matematika secara abstrak. 

Katanya sih metode learning through experience ini biasanya sudah ditinggalkan begitu anak kelas tiga SD. Tapi menurut Varga Nemenyi, metode ini bisa digunakan kapan saja, untuk siapa saja. Semakin lama kita mempelajari konsep baru secara langsung, semakin baik juga kemampuan berfikir abstrak kita.

Varga Nemenyi mungkin terlihat lamban ya? Udah SD kok belajarnya masih ngewarna-warnain lingkaran? Ini memang bukan metode yang tepat buat menyaring bibit-bibit olimpiad matematika sejak dini tapi metode ini berusaha menjamin bahwa SEMUA murid akan mengerti dengan baik konsep-konsep dasar matematika.

img_20161013_155115

buku matematika Kai. Sampai halaman 40an masih belum ketemu angka

Bukan berarti semua orang Finlandia jago matematika, ya. Kan udah dijelaskan tujuan metode ini adalah penguasaan konsep dasar matematika. Ke depannya sih tetap aja manusia terbagi-bagi ada yang jago, ada yang sedang-sedang, ada yang kurang. Tapi kalo udah menguasai konsep dasarnya, bakal lebih mudah nantinya untuk belajar konsep-konsep yang lebih sulit.

Dan berdasarkan observasi pribadi, gue menyimpulkan kalau konsep direct leai mengasah kemampuan orientasi dan spasial orang Finlandia dengan baik. Kaya gue dan suami contohnya. Gue selalu bilang kalau deket rumah gue ada supermarket. Deket banget lah, kira-kira 3 menit jalan kaki. Kalau ditanya meternya mah gue gak tau ya…gak bisa ngira-ngira. Sementara Mikko lebih bisa memperkirakan jarak dan berat. Lampu merah di depan jaraknya kira-kira 10 meter dari kita, dari sini ke rumah si anu kira-kira 3 kilo meter.

Pantes aja ya berita-berita kita sering menggunakan ukuran “sepinggang orang dewasa”, “sebetis”, “sebahu” ketika berbicara tentang musibah banjir di ibu kota. Trus orang asing yang baca bingung. Pinggangnya siapa? Betisnya siapaaaaa?

Sekolah yang terbuka untuk siapa saja

4viisaat1

Maafkan kalau gue kembali jadi kaset rusak yang lagi-lagi menuliskan kekaguman gue akan prinsip kesetaraan yang terpatri di sistem pendidikan Finlandia. Sekolah gratis, terbuka untuk semua anak, gak ada tes masuk.

Ada sedikit sekali sekolah swasta di Finlandia, biasanya dalam bentuk sekolah internasional yang isinya anak-anak ekspatriat. Begitu juga rumah sakit, tidak ada yang swasta. Pada umumnya warga Finlandia memulai hidupnya dengan cara yang sama: lahir di rumah sakit pemerintah dan bersekolah di sekolah negri. Intinya sih memulai hidup dengan start yang kurang lebih sama. Sosialis much? Iya banget!

Makanya gue agak sedih kalo pendidikan dikomersialisasikan dan dibedakan kelas-kelasnya sehingga ada sekolah yang dianggap elit, unggulan, bergengsi dan sebaliknya, ada juga yang non unggulan atau dianggap gak elit.

Memang gak semua negara bisa menyediakan sekolah negri dengan kualitas tinggi secara merata di seluruh penjurunya. Apalagi sistem belajar yang aktif, direct learning, dsb dsbnya itu membutuhkan banyak biaya jadi ya gak heran kalau kemudian sekolah swasta yang bisa menawarkan fitur-fitur tersebut. Tapi kan sekolah swasta mahal, mamiiihhh. Apalagi kalo udah pake embel-embel active learning lah, fasilitas ini itu lah, cuma orang -orang berduit aja yang bisa menikmati sekolah macam gitu.

Gak sekedar berduit, kadang kala anaknya juga udah harus cemerlang dari orok karena mau masuk sekolah unggulan sering kali ada tesnya. Kita semua udah pada anti lah ya sama tes tertulis dan tes berhitung untuk masuk sekolah. Tapi masih ada yang judulnya tes kesiapan masuk sekolah. Denger-denger cerita orang sih, dalam tes ini anak diminta untuk ikut simulasi sekolah – dateng ke sekolah dan mengikuti kegiatan belajar mengajar di sana selama setengah hari. Biasanya juga anak kemudian mengikuti sesi wawancara dengan kepsek atau psikolog sekolah.

Ini ide yang terdengar bagus kalau anaknya aktif, ramah, gak pemaluan.

Lha, kalo kaya anak gue? Yang pemalu, yang selalu nerves sama situasi baru, yang minderan dan panik kalau berbuat salah? Harus siap-siap GAK LULUS dan batal masuk sekolah impian. Apakah itu artinya anak gue belum siap sekolah? Menurut gue, kesiapan sekolah seharusnya tidak diukur dalam satu hari saja.

Ada juga sekolah-sekolah yang menyaring calon muridnya lewat wawancara dengan orang tua. Berduit udah, anak juga udah pinter, sekarang ditambah lagi ortunya harus harmonis, aktif, entusias dan sesuai visi dan misinya dengan visi misi sekolahan.

Kalau hubungan anak dan ortu tidak dekat, anak gak lolos saringan. Kalau ortu tidak terlihat antusias, keliatan bingung atau males-malesan dalam wawancara, anaknya gak dianggap sebagai kandidat yang tepat. Kan sedih kalau anak harus menanggung kesalahan ortu. Lebih sedih lagi memikirkan nasib anak sudah ditentukan, dibeda-bedakan dari usia yang sangat dini. Gimana nasibnya anak-anak dari keluarga bermasalah, apalagi kalau gak banyak fulus? Apa mereka gak berhak mendapatkan pendidikan yang baik?

Ini sekedar pendapat gue aja sih. Sistem seleksi yang gue tulis di atas terdengar modern,sophisticated dan attentive. Tapi buat gue sistem kaya gitu justru berasa gak adil. Di dunia yang ideal semua anak berhak mendapatkan pendidikan yang baik tanpa pandang bulu.

Tapi ini kan pandangan gue sebagai orang tua murid, bukan sebagai guru ataupun pemilik sekolah. Kalo gue yang punya sekolah, dengan investasi yang udah bermilyar-milyar, bisa jadi gue menerapkan sistem seleksi yang sama. Biar sekolah gue terjaga kualitasnya karena muridnya sengaja dipilih yang berkualitas tinggi semua. Buat yang kualitas KW , apalagi kalo duit pas-pasan, silahkan aja ke sekolah lain yang kurang bonafid.

Jadi menurut lo harus gimana dong, Rik? Apa sekolah swasta di Indonesia harus ditutup semua?

Ya gak juga kaleee. Sekolah negri kita juga belon siap menampung semua anak usia sekolah di Indonesia.

Maafkan ya aku bisanya cuma protes tapi gak punya solusi. Tapi doa-doa terbaik gue untuk masa depan pendidikan Indonesia. Mimpi indah gue masih mengacu pada sistem yang ada di Finlandia sini, peningkatan kualitas dan kuantitas sekolah negri serta pembatasan jumlah sekolah swasta hingga sekecil mungkin.

IMG_20160826_100659.jpg

Kai dan Samir berangkat sekolah


berani

$
0
0

Hari ini hari pertama syysloma alias libur musim gugur. Dari kemarin Kai udah punya rencana mau main bola sama temannya dan tadi pagi-pagi sekali anaknya udah bangun, udah mau siap-siap pakai baju bolanya. Baru juga jam 7 kalik, Kai.

Jam 8 pagi anaknya udah sibuk telpon temen-temen tapi gak diangkat, kirim sms tapi gak dibalas, sampe ke rumah tetangga mencet-mencet  bel mau ngajak main bola tapi gak ada yang buka pintu. Namanya juga liburan Kaaaai. Belon pada bangun kali.

Jam 9.30an mulai lah teleponnya berdering. Dua temannya setuju main ke lapangan bola jam 10. Kai langsung semangat luar biasa sementara äiti masih belekan,  belum gosok gigi, nyawa juga belon ngumpul.

Saking takut telat dan juga saking semangatnya mau main bola, anaknya tiba-tiba bilang kalau dia berangkat sendiri saja ke lapangan bola, gak usah dianterin äiti. Abisan kalo nunggu äiti lama, sih. Pilih-pilih baju aja bisa seperempat jam sendiri.

Jadi hari ini kulepas anakku yang hingga kemarin masih gak berani berangkat sekolah sendirian. Sekarang dia malah berjalan sendiri ke lapangan bola yang jaraknya lebih jauh dari sekolah. Yah,… cuma sekitar 1,2km aja, sih. Tapi ini benar-benar sebuah sepak terjang buat Kai.  Äiti jadi banggaaaa.

Mikko sepertinya sedikit panik. Bolak-balik dia nelpon gue menanyakan kabar Kai karena telepon Kai gak pernah dijawab. Ya mungkin karena anaknya lagi asik main bola. Gue sendiri lebih yakin kalau Kai akan baik-baik aja. Dia udah apal jalan ke lapangan bola. Gak harus nyebrang jalan juga karena ada terowongan. Insya allah aman. Jadi gue malah pergi belanja-belanji sama Sami.

Selesai belanja, gue baru sadar kalau udah lewat jam 1 siang. Kai udah pergi lebih dari tiga jam. Akhirnya akuh mulai deg-degan juga. Niatnya mau taro belanjaan dulu di rumah dan kemudian menyusul Kai ke lapangan bola. Ternyata…begitu sampai rumah anaknya udah menunggu di depan pintu bersama temannya.

“Äiti, ini Hugo. Aku ajak dia ke rumah kita”

OH NOOOOOO! Rumah lagi kaya bantar gebang. Bilang-bilang dulu kek Kaaaaai.

Berhubung udah siang begitu, gue empanin dulu anak-anak dengan makanan. Untung aja tadi sempet mampir McDonald’s beli burger tiga biji. Pas masing-masing dapet sebiji. Äiti kebagian saos tomatnya doang.

Tapi yang penting….anakku sudah berani pergi sendirian *peluuuuuuk*

 

 


Viewing all 217 articles
Browse latest View live